Lalu, bagaimana cara produsen baik negara (baca: pemerintah) ataupun korporasi (baca: perusahaan) menyediakan bagi publik untuk konsumsi minyak kelapa?Â
Sudah pasti, akan mengembangkan budidaya tumbuhan penghasil minyak kelapa, dalam hal ini utamanya adalah kelapa sawit.Â
Dalam hal berlaku hukum supply dan demand. Penyediaan dan permintaan. Semakin banyak permintaan kebutuhan pasar, maka semakin besar pula penyediaan minyak kelapa atau minyak goreng untuk memenuhinya.Â
Sudah pasti, negara ataupun perusahaan produsen minyak kelapa akan berusaha memenuhinya dengan meningkatkan produksi minyak kelapa. Bahan baku dari kelapa sawit, akan dikelola dan dibudidayakan.Â
Caranya, tentu dengan membuka perkebunan kelapa sawit seluas-luasnya, untuk memenuhi jumlah bahan baku atau bahan mentah kelapa sawit untuk diolah menjadi minyak goreng.Â
Semakin luas perkebunan kelapa sawit yang dikelola, maka semakin luas pula, luasan lahan hutan yang harus dibuka atau dialihfungsikan untuk perkebunan kelapa sawit.Â
Untuk kebutuhan alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, negara membutuhkan pembukaan hutan hingga berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus hektar.Â
Dalam skala yang besar pengalihfungsian hutan untuk perkebunan kelapa sawit itu, sudah pasti menimbulkan dampak lingkungan. Sebaik atau seoptimal apapun cara mengelolanya untuk perkebunan kelapa sawit. Â
Baik, kembali soal pembukaan lahan perkebunan sawit. Dalam prosesnya, negara akan menyediakan lahan perkebunan sawit. Selanjutnya produsen pengelola bahan baku atau bahan mentah kelapa sawit akan mengelola lahan itu untuk perkebunan kelapa sawit. Misalnya melalui PT Perkebunan Negara (PTPN).Â