Jadi sebenarnya, apa yang dapat dilihat dari baliho adalah cerminan dari si pembuat baliho maupun wajah yang terpampang pada baliho itu sendiri. Ada identitas yang dapat dikenali atau ditandai di sana.Â
Semiotika bekerja pada soal-soal itu. Lebih luas lagi, baliho politisi dengan sendirinya juga memperlihatkan gesture politik yang terpampang di sana.Â
Jadi kemasan baliho adalah tanda dan simbol dari identitas pemilik baliho atau yang diwakili dari wajah yang terpasang di Baliho.Â
Sementara kita abaikan si pembuat baliho, karena si pembuat mengerjakan yang dipesankan oleh pemilik baliho itu, tentu saja.Â
Yang pasti pada wujud material budaya, baliho ada ekspresi yang ditunjukkan sebagai tanda dan simbol yang saling menandai.Â
Sebagai contoh warna dasar merah, biru, kuning dan sebagainya, jelas menunjukkan simbol yang menandai ekspresi dan juga identitas pemilik baliho.Â
Pesan itu, harus sampai kepada pembaca atau orang yang melihat baliho. Bahasa gambar atau bahasa benda yang diwakili oleh baliho yang terpasang, menunjukkan identitas pemiliknya. Identitas itu terwakili oleh tanda dan simbol.Â
William Raymon (1977) mengemukakan tujuh cara yang dipergunakan untuk memasukkan identitas sosial ke dalam sebuah pemaknaan. Ketujuh langkah tersebut, sebagai berikut.Â
Pertama, ideologi disembunyikan lewat propaganda yang bisa dilihat melalui teks baliho. Teks dianggap bisa sama dengan risalah agama, mantera, atau mitos.Â
Kedua, ideologi ditingkatkan dari propaganda dengan bermaksud membujuk dan memengaruhi masyarakatnya.Â
Ketiga, dengan cara mempertentangkan para tokoh yang disimbolkan dalam baliho. Â