Setelah situs virtual arkeologi dan film animasi arkeologi, tantangan selanjutnya adalah game online arkeologi
Kalau generasi sekarang populer dengan jenis game online Mobile Legend, mungkin generasi zaman saya adalah game online Empire Earth? Masih ingat?
Eh sorry, nama game onlinenya Age of Empire. Kalau gak salah. Game yang berjilid-jilid mulai Age Of Empire I tahun 1997 - sampai Age Of Empire 2005. Atau mungkin bahkan sampai tahun 2021 ini ada versi terbaru? Saya sudah tidak ikuti lagi.Â
Sepertinya, sampai sekarang jenis digital game itu masih ada, bahkan di aplikasi gadget zaman now sudah muncul varian baru. Age of Empire atau Empire Earth bisa dimainkan secara offline dan online.Â
Kalau offline, lawan kita komputer, tapi kalau online, lawan kita tentu yang juga sedang memainkan Empire earth juga. Nah, walaupun sama-sama online, antara mobile legend dan empire earth berbeda caranya.Â
Kalau mobile legend kita bisa berhadapan dengan siapapun yang sama-sama online dan sedang memainkan game yang sama bukan? Sementara kalau empire earth kita harus janjian dulu baru bisa menjadi lawan secara online di game itu. Kalau gak salah begitu.
Oke, saya tidak ingin panjang lebar membahas soal kedua game online itu. Sebenarnya saya ingin uraikan, kalau game empire earth itu sebenarnya game yang arkeologi banget. Karena settingnya tentang perkembangan peradaban.
Karena di empire earth kita memainkan stage demi stage permainan itu sesuai kronologi peradaban. Mulai stage 1, Ice Age sampai ke zaman yang belum kita sampai, yaitu Nano Age, tentang peradaban manusia robot.Â
Nah, meskipun berlatar peradaban, game yang arkeologi banget, tapi sepertinya untuk anak zaman now, empire of earth, kurang populer. Ah, saya juga kurang tahu persis.Â
Baik, kita tinggalkan dulu soal itu. Saya ingin bahas soal perkembangan digital arkeologi, yang sekarang sedang atau mulai marak dikembangkan oleh lembaga-lembaga arkeologi di Indonesia. Walaupun faktanya, ternyata tidak atau belum banyak juga yang mengembangkannya.Â
Catatan saya, digital arkeologi yang saat ini mulai dikembangkan, terutama di masa pandemi Covid adalah, virtual situs arkeologi. Jelajah situs arkeologi secara virtual atau online, agar mudah diakses para pengguna di seluruh dunia, tanpa harus datang di lokasi situs.Â
Baca juga : Rumah Peradaban Danau Tondano, Mengemas Situs Virtual Peradaban Kuno
Di dunia pariwisata juga sudah dikembangkan melalui virtual travel. Prakteknya sama, menghadirkan lokasi wisata ataupun lokasi situs secara virtual atau online.Â
Wisatawan dapat mengelilingi lokasi wisata atau lokasi situs hanya di depan gadget atau di depan komputer saja. Syaratnya terkoneksi dengan wifi atau modal kuota data untuk akses internet.
Nah, di Indonesia lembaga riset Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan Balai Arkeologi (Balar) sudah mulai mengembangkan situs virtual arkeologi.Â
Puslit Arkenas menayangkan situs virtual arkeologi dari situs Prasejarah Maros-Pangkep dan juga Situs Gua Harimau di Sumatra Selatan, yang cukup viral setelah penemuan lukisan cadasnya untuk pertama kalinya di wilayah Indonesia bagian barat.Â
Balai Arkeologi Yogyakarta, sudah menayangkan virtual situs arkeologi Liyangan dan juga film animasi arkeokogi. Â Film animasi berikutnya, seri terbaru petualangan arkeolog cilik, Arcil di situs arkeologi lainnya
Selanjutnya yang berikutnya akan tayang adalah Situs Arkeologi Danau Tondano, yang sedang digarap oleh Balai Arkeologi Sulawesi Utara. Sabar ya, dalam waktu dekat akan tayang! Demikian juga, film animasi berikutnya, tentang petualangan arkeolog cilik di Peradaban Danau Tondano, Minahasa.Â
Puslit Arkenas dan Balar sudah menggarap dan mengembangkan film animasi arkeologi yang mendapat sambutan hangat dar publik, khusunya di dunia pendidikan. Meskipun baik situs virtual maupun film animasi belum merambah ke dunia bisnis industri kreatif.Â
Baca juga : Archi dan Archil, Film Animasi Arkeologi Yang Mencerdaskan
Meski demikian, dari 10 Balai Arkeologi se- Indonesia dan juga Puslit Arkenas, hanya ada 3 lembaga itu, jadi secara kuantitas masih minim, belum lagi jika menghitung banyaknya situs unggulan arkeologi yang bisa diangkat. Tentu situs virtual yang sudah digarap masih terbilang minim.Â
Belum selesai pembahasan soal situs virtual arkeologi dan film animasi arkeologi, dunia arkeologi Indonesia dihadapkan pada tantangan baru, yakni game online arkeologi, yang hingga saat ini belum banyak diperbincangkan.Â
Entah sudah dipikirkan atau belum oleh para arkeolog maupun lembaga riset arkeologi. Tapi saya sendiri memang sudah memikirkan soal itu. Walaupun belum tahu bagaimana konsep game online itu nantinya.Â
Tentu yang paling awal saya pikirkan adalah mengadaptasi dari Age of Empire versi peradaban Nusantara dengan setting lokus di salah satu wilayah di Indonesia. Dengan setting sejarah lokal nusantara dan juga kelokalan budayanya.Â
Namun, bukan semata-mata game yang menghibur saja, namun pesan edukasinya harus juga menonjol. Sama halnya empire of earth yang mengambil setting dari masa peradaban purba hingga masa peradaban robot.
Game online versi Indonesia, setidaknya juga bisa mengambil setting waktu dari zaman paleolithik hingga zaman digital sekarang ini. Meskipun tidak harus sedetail empire of earth.Â
Para kreator, desain grafis, animator dan programer Indonesia, putra putri bangsa yang canggih-canggih bisa dioptimalkan dan diberdayakan. Dengan perkembangan sumberdaya manusia yang dimiliki Indonesia, saya pikir game online arkeologi bisa dikembangkan.Â
Hal ini tentu bisa memacu perkembangan ekonomi kreatif yang bisa dioptimalkan oleh bidang arkeologi. Kalaupun game online arkeologi tidak sedetail dan sekompleks seperti game empire of earth, setidaknya mengambil setting lokus situs-situs arkeologi sudah bisa dilakukan.Â
Syukur-syukur kalau game online itu memang kontennya permainan yang juga mengisahkan perkembangan peradaban nusantara. Saya kira munculnya game online sejenis empire of earth versi Indonesia, bukanlah hal yang utopis, namun bisa direalisasikan.Â
Saya pikir, melihat perkembangan dunia digitalisasi di Indonesia yang sudah menjadi bagian dari perkembangan ekonomi dan industri kreatif, game online arkeologi bisa dikembangkan.Â
Tentu saja, hal ini butuh support dan fasilitasi dari pemerintah ataupun dunia usaha, terutama yang bergerak di industri kreatif untuk mendorong perkembangan digitalisasi arkeologi ini.Â
Demikian. Semoga bermanfaat.
Salam hormat.Â
Mas Han. Manado, 13 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H