Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lingkungan Kerja Toksik: Mengubah Ancaman Menjadi Peluang

3 Juni 2021   14:17 Diperbarui: 3 Juni 2021   22:31 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lingkungan Kerja Toksik : Mengubah Ancaman Menjadi Peluang | Sumber: shutterstock via Kompas Lifestyle

Lebih celaka lagi, lingkungan kerja toksik yang awalnya tidak disadari, jika dibiarkan terus menjalar, dianggap hanya sebagai kondisi lumrah yang tak perlu dirisaukan, akhirnya terjadi pembiaran. 

Bahkan pimpinan dalam situasi lingkungan kerja seperti itu, juga tidak mengambil peran, atau bahkan memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadinya. Kondisi ini tentu menjadi pemicu budaya kerja yang negatif. 

Lingkungan kerja toksik bisa terjadi di mana saja, baik di lingkungan instansi pemerintah maupun di perusahaan-perusahaan swasta, BUMN, ataupun di lingkungan kerja lainnya. 

Seperti yang pernah saya bahas, sebenarnya hal itu terkait dengan mentalitas kita sebagai personal yang berada di lingkungan kerja seperti itu, dan setiap hari juga bersentuhan dengan lingngan tersebut. 

Baca juga : Mentalitas, Kunci Membangun Budaya Kerja Efektif di Instansi Pemerintah

Bagaimana pun lingkungan kerja toksik dapat mempengaruhi mentalitas para personal yang bekerja di lingkungan tersebut. 

Dalam artikel sebelumnya, saya katakan bahwa mentalitas adalah kunci membangun budaya kerja yang efektif. 

Bagaimana pun budaya kerja yang positif dan efektif terletak pada mentalitas para pelaku birokrasi itu sendiri. Aparat Sipil Negara atau ASN yang bekerja di dalamnya. Hal ini juga berlaku bagi organisasi di luar pemerintah, artinya lingkungan kerja manapun. 

Lingkungan kerja yang positif, tentu akan menciptakan budaya kerja yang positif pula atau sebaliknya, budaya kerja positif menciptakan lingkungan kerja yang positif pula. Namun, lingkungan kerja toksik akan menciptakan pula budaya kerja toksik, dan sebaliknya. 

Meski demikian, ada energi positif dari mentalitas kita sebagai personal dalam lingkungan kerja manapun. Melalui pengelolaan energi positif dari mentalitas kita, maka lingkungan kerja toksik pun dapat menjadi peluang untuk kita lebih maju, bahkan mengubah dari toksik menjadi lingkungan kerja yang kondusif atau positif. 

Saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya, dalam menghadapi situasi atau lingkungan kerja toksik. Dalam kategori ini pengalaman saya tentang lingkungan kerja toksik, menjumpai banyak hal situasi toksik, antara lain:

  • Lingkungan kerja, di mana rekan kerja lebih banyak menyampaikan keluhan daripada menunjukkan proses kerjanya yang positif
  • Lebih banyak mendengar berita negatif tentang kinerja pimpinan terdahulu, sehingga di matanya, pimpinan selalu negatif
  • Adanya keluhan soal kecemburuan-kecemburuan antar staf, yang diakibatkan oleh kebijakan pimpinan yang tidak bijaksana
  • Akibat adanya kecemburuan antar staf, mengakibatkan timbulnya gap atau kesenjangan sosial di lingkungan kerja
  • Prestasi kinerja staf yang jalan di tempat alias tidak ada kemajuan 
  • Komunikasi antar staf yang tidak optimal, dan sebagainya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun