Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kementerian Baru, Lembaga Riset Arkeologi Lebih Lincah di Bawah BRIN

8 Mei 2021   17:29 Diperbarui: 13 Juli 2021   10:02 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya bagi para arkeolog di BPCB, kerjaan peneliti tidak pernah tuntas, melakukan penelitian setelah itu banyak kasus ditinggalkan begitu saja, tanpa ada rekomendasi yang jelas. 

Menyikapi persoalan itu, kebijakan penelitian arkeologi dibawah arahan Puslit Arkenas melakukan terobosan baru setidaknya dalam 5 tahun terakhir ini, yakni adanya blue print, yakni rekomendasi kebijakan yang jelas dari hasil penelitian untuk diserahkan ke Direktorat Kebudayaan. Dari hasil rekomendasi kebijakan itulah, maka kebijakan pelestarian sumberdaya arkeologi lebih terarah.

 Demikian pula, juga puslit arkenas dan balar sebagai pengampu program hulu, juga lebih diterima dan dapat dirasakan manfaatnya oleh para pengguna atau user atau stakeholder baik pusat maupun daerah melalui pengembangan program Rumah Peradaban, untuk memasyarakatkan hasil-hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat. 

Meski demikian, di level bawah, program-program BPCB sendiri belum berubah, mereka dalam pelaksanaan tusinya masih melakukan kegiatan eksplorasi arkeologi, pencarian situs dan sebagainya, yang semestinya itu menjadi ranah Puslit Arkenas dan Balar. 

Bagi kalangan peneliti, semestinya arkeolog di BPCB program-programnya lebih menekankan menindaklanjuti rekomendasi hasil penelitian yang dikerjakan oleh Puslit Arkenas dan Balar. 

Fenomena demikian, debat klasik antara para arkeolog yang bekerja di lembaga penelitian maupun arkeolog yang bekerja di lembaga pelestarian masih saja terjadi. 

Namun, sesungguhnya titik awal perdebatan klasik itu, ketika lembaga yang sudah berdiri sejak 1903, itu dipisahkan antara tugas penelitian dan tugas pelestarian. 

Meski demikian, hal itu bukan karena sebab. Adalah R.P Soejono, tokoh yang paling berjasa dalam dunia riset arkeologi di Indonesia. Melalui tangan beliaulah, kemudian lahir Puslit Arkenas dan Balai Arkeologi di Indonesia. 

Inisiatif almarhum R.P Soejono, karena besarnya potensi sumberdaya arkeologi di seluruh Indonesia, namun saat itu belum ada lembaga yang secara khusus bekerja untuk melakukan penelitian arkeologi, dari mulai pencairan situs arkeologi yang baru, penemuan, identifikasi, analisis hingga sebuah situs itu bisa diajukan untuk penetapan sebagai cagar budaya dan dimanfaatkan. 

Inisiatif R.P Soejono saat itu sangat direspon oleh pemerintah pusat, maka sejak saat itu kemudian berdiri lembaga riset arkeologi. Oleh karena itu kemudian menyusul berkembang pula lembaga-lembaga arkeologi yang berperan, khususnya dalam penetapan cagar budaya dan pemanfaatannya. 

Maka sejak saat itu, ada dua lembaga arkeologi yang berdiri terpisah, satu lembaga arkeologi untuk penelitian, yakni Puslit Arkenas dan Balar-balarnya, sedangkan lembaga arkeologi untuk pelestarian terdiri Direktorat Perlindungan Budaya (nomenklatur terbaru sekarang ini) dan BPCBnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun