Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tantangan Fresh Graduate: Yang Muda, Yang Bijaksana

18 April 2021   11:57 Diperbarui: 19 April 2021   08:49 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi baru pertama kali bekerja. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Dalam dunia kerja, selalu ada saja tantangannya. Senioritas, adalah salah satu tantangan itu. Meskipun ada ungkapan the right man in the right place, namun secara kultur, tetap saja belenggu senioritas menjadi warna dan memiliki dinamikanya tersendiri. 

Azas kepatuhan terhadap sistem, adalah dinamika organisasi yang acapkali diwarnai oleh etika dan nilai-nilai budaya yang melingkupinya. Kadangkala ini berpengaruh terhadap sistem yang berlaku di dunia kerja. Apalagi dalam dinamika organisasi pemerintah. 

Sulit rasanya, menghilangkan ciri budaya itu. Adab yang muda menghormati senior, sudah menjadi artikulasi yang kadangkala salah dipahami dalam praktik berorganisasi. 

Setiap kebijakan atau keputusan, selalu mempertimbangkan senioritas, padahal tidak ada aturan seperti itu. Namun seringkali pimpinan yang berusia lebih muda, ada ewuh pakewuh, misalnya jika harus menegur stafnya yang lebih senior. 

Baiklah, saya mengambil istilah fresh graduate dalam tulisan ini bukan dalam artian sebagai orang yang baru lulus atau baru bekerja, namun untuk menjadi label bagi orang yang baru saja promosi menjadi pimpinan sebuah instansi. Fresh graduate, baru lolos untuk memimpin, begitu saja ya...hehehe. 

Memang kita harus belajar, tanpa mengenal tempat dan waktu. Juga belajar mematangkan cara berpikir dan cara berperilaku, termasuk ucapan. Dunia kerja itu juga sebagai dunia belajar. 

Artinya, belajar tidak pernah kenal waktu dan tempat. Sepanjang hidup kita, itu adalah proses belajar, begitu saya mencoba memahami hidup.

Kembali soal fresh graduate dalam dunia kerja. Kawula muda yang baru saja lulus dan merambah dunia kerja. Menjadi bijaksana adalah cara adaptasi yang paling memungkinkan dalam menghadapi tantangan dan tekanan. Bijaksana, tentu saja tak mudah, bahkan sulit, namun intinya kata almarhum Ustdz Zainuddin, MZ adalah pengendalian diri. 

Mengendalikan diri untuk tidak berpikir salah, mengendalikan diri untuk tidak bertindak dan mengambil keputusan salah dan juga mengendalikan diri untuk tidak bertutur kata salah. Meskipun sekali lagi itu persoalan yang sulit. 

Tapi percakapan tentang dunia kerja, bukan melulu soal tindakan, ucapan dan keputusan antara pimpinan dan staf atau bawahan, tetapi juga soal tuntutan dan tanggungjawab. 

Tunggungjawab apa saja. Ya moral, sosial, hukum dan sebagainya. Semua itu hal-hal yang bertalian satu sama lain dan terus menerus kita hadapi dalam pergaulan sehari-hari, khususnya di dunia kerja. 

Kacamata orang luar, mungkin melihat pimpinan ya pimpinan saja, mau muda, tua dia tetaplah pimpinan yang harus dipatuhi sama anak buahnya.

Tapi apa yang orang liat dari luar, tidak semudah kelihatannya. Berbagai intrik dan dinamika di dalam, tidak terlihat orang luar dan itu sangat dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkut di dalamnya. 

Ini ada hubungannya dengan soal fresh graduate tadi, baik dalam perbincangan tentang karyawan baru, atau pimpinan baru dan masih muda serta baru saja promosi jabatan. 

Saya akan mengulas tentang pengalaman sahabat saya, yang di kantornya tergolong masih muda namun dia dipercaya memimpin disitu, di tengah banyaknya persoalan tempatnya bekerja setelah ditinggalkan pimpinan yang lama. 

Tentu saja, sebagai orang baru, meskipun dia sebagai pimpinan, tetap perlu adaptasi dan penyesuaian-penyesuaian dengan ritme kerja para stafnya. 

Katanya, setelah beberapa waktu lamanya, sahabat saya itu mengambil kesimpulan, bahwa tempatnya bekerja dulu, memang minim prestasi, para stafnya kebanyakan lebih tua atau lebih senior baik umur biologi maupun usia dinasnya. 

Selain itu, tampaknya tempat kerjanya itu, sudah terbiasa dengan tradisi dan budaya kerja yang santai dan selalu dalam zona nyaman, dan itu katanya berlangsung sudah puluhan tahun, sebelum pimpinan lama pensiun. Sesuatu yang sudah demikian melekat dan mengakar dalam tradisi dan budaya kerja kantor barunya itu. 

Tentu sahabat saya itu, yang tergolong muda diantara pimpinan lainnya di lingkup instansinya itu, harus tampil menjadi pimpinan yang lebih bijaksana, walaupun yang saya tahu selama ini, sahabat saya itu tergolong 'urakan' dan sekaligus tengil. 

Lalu, tiba-tiba harus menjadi pimpinan di sebuah lembaga pemerintah pusat di daerah, tentu harus pandai membawa diri dan juga menyesuaikan diri. 

Tantangan tanggungjawab lebih besar, mengelola organisasi dan juga termasuk orang-orang di dalamnya, yang rerata lebih senior darinya. 

Tapi tantangan sebagai pemimpin perubahan, tak bisa dihindari, dan justru harus dihadapi. Sukses organisasi, sukses setiap orang di dalamnya, adalah juga sukses pemimpinnya. 

Sebagaimana yang diungkapkan ke saya, pada awalnya sahabat saya itu serba garuh, kadang serba ragu, mau menerapkan aturan main seperti yang dia maui, sepertinya sulit dan bisa menimbulkan resistensi stafnya. 

Bagaimanapun aturan main itu mengikuti aturan berlaku. Ia hanya menyadari, butuh waktu dan ketelatenan untuk perubahan, tidak bisa sekonyong-konyong harus langsung berubah, namun juga harus ada  progres dan target. 

Meskipun lembaga yang dipimpinnya tergolong instansi kecil, namun ternyata banyak sekali kepentingan di dalamnya, kepentingan setiap orang berbeda-beda, dan semua itu harus diakomodasi, diatur pula ritmenya, sehingga organisasi berjalan lancar, ritmis dan dinamis. 

Dimulai dengan proses penyesuaian diri, adaptasi lalu membangun ritme, agar perubahan dapat berjalan dengan terbiasa, waktu perlahan namun pasti, daripada cepat namun keseimbangan dan ritme berantakan. Demikian kata sahabat saya itu, dari awal menjadi pimpinan baru di tempatnya bekerja. 

Yang muda, yang bijaksana, begitu gambaran untuk mengungkapkannya. Ia belajar menjadi lebih bijaksana, menghadapi situasi yang serba baru, dengan kondisi gaya lama, kebiasaan lama dan ia ingin merubahnya dengan cara, kebiasaan, pola dan kondisi yang baru. Perubahan yang lebih baik. 

Menyadari posisinya yang masih baru, maka menyikapi promosi jabatan di lingkungan baru dengan orang-orang lama dan lebih senior di tempat kerjanya yang baru itu, ada beberapa tip yang diterapkan sahabat saya itu. 

Pertama; Tetap bersikap profesional dan menjunjung tinggi proporsionalitas.

Baginya dua hal penting dan utama bagi jalannya organisasi adalah sikap profesionalisme dan proporsionalitas. Profesionalisme dipahaminya sebagai sikap bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas sesuai keahlian dan kinerjanya. 

Ilustrasi tantangan pertama fresh graduate. Sumber: https://pintek.id/
Ilustrasi tantangan pertama fresh graduate. Sumber: https://pintek.id/
Mau tua, mau muda, kata dia ukurannya bukan umur, tapi tanggungjawab, peran dan keahlian atau ketrampilan. Justru itu menjadi tantangan, bahwa semua individu bisa lebih maju dan berkualitas jika bersikap profesional. 

Sementara itu sikap proporsionalitas, adalah berdasarkan ukuran pencapaian dan derajat atau tingkatan hasil kinerjanya. Kita harus bersikap proporsional dalam mengambil kebijakan. 

Orang yang berpeluh keringat membawa hasil tentu akan mendapat reward dan mendapat kesempatan dan keuntungan lebih baik daripada yang hanya berkeluh kesah. 

Meskipun dia itu muda dan fresh graduate. Sebaliknya, mau dia senior, mau tua dinas, tua umur, tapi kalau kerjanya lamban ya pasti tersisih. 

Kedua; Tampil menjadi role model

Praktik baik organisasi ditentukan oleh bagaimana seorang pimpinan mampu menjadi teladan, contoh dan panutan bagi stafnya untuk berbuat yang terbaik. 

Hal yang paling penting bagi seorang pimpinan, katanya adalah bahwa pimpinan harus mampu menjadi teladan, role model sesulit apapun pertentangan yang dihadapi. 

Kadang, kita dihadapkan pada persoalan diri sendiri yang belum tuntas, namun begitu menghadapi orang banyak, maka mau tidak mau, pimpinan harus menanggalkan semua ego pribadi, dab berusaha mengedepankan kepentingan orang banyak, se nyesek apapun rasanya. Itu resiko dan konsekwensi sebagai seorang pemimpin. 

Ketiga; Bersikap humble dan bersahabat

Menghadapi para senior dan para orang tua di kantor, meskipun senior dan orang tua itu staf bawahan kita, maka pimpinan yang fresh graduate itu harus bersikap humble dan bersahabat.

Sikap itu menghindari jarak yang terlalu jauh antara pimpinan dan bawahan. Sikap itu juga menghindari resistensi bawahan dan sikap sewot dan memusuhi para bawahan yang orang tua atau senior di kantor kita itu. 

Dengan bersahabat, suasana lebih akrab dan cair, sehingga komunikasi lebih lancar dan juga lebih terbuka untuk menerima berbagai saran, saling diskusi dan sharing pengalaman akan mencairkan suasana, dan justru dapat solusi yang lebih baik dan efektif, bilamana ada persoalan yang pelu dipecahkan. 

Keempat, Menumbuhkan sikap tenggang rasa dan saling peduli

Disamping mengikuti aturan secara konsisten dan konsekwen, perlu pula membangun keseimbangan dengan cara menumbuhkan sikap tenggang rasa dan saling peduli. 

Persoalan kerjaan, masalah kantor, tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakkan aturan semata. Lebih dari itu perlu adanya sikap tenggang rasa dan saling peduli. Justru dengan sikap tenggang rasa dan saling peduli itu, semua aturan bisa dijalankan secara konsisten namun tidak harus kaku. 

Melaksanakan aturan memang kaku, tapi proses untuk melaksanakannya harus selalu membangun kesepahaman melalui sikap tenggang rasa dan saling peduli. Dengan sikap itu, justru ada usaha untuk mencegah agar kita tidak melanggar aturan. 

Demikian sahabat saya itu memberikan pandangannya ketika saya ajak diskusi soal sepak terjang fresh graduate, juga soal fenomena pimpinan baru, di tempat baru, menghadapi lingkungan baru dan orang-orang baru dikenal pula. 

Namun juga soal fenomena pimpinan yang berusia lebih muda dari rerata stafnya yang senior dan sudah lama bekerja di tempat itu, namun dituntut melakukan perubahan. Ini mungkin sekeping pengalaman saja dari sahabat saya itu. Semoga bermanfaat

Demikian. Salam hormat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun