Arkeologi Indonesia, saat ini semakin mengikuti trend dunia yang penuh dengan dunia digital, juga animasi. Baru-baru ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan beberapa Balai Arkeologi (Balar) di Indonesia meluncurkan film animasi arkeologi terbarunya.
Film Animasi itu menampilkan berbagai karakter tokoh animasi yang cerdas. Film animasi serial Archi, produksi Puslit Arkenas yang digambarkan sebagai sosok gadis belia arkeolog yang cerdas, serba ingin tahu dan lincah.Â
Di Indonesia, masih sangat jarang film animasi yang kontennya berisi informasi dan pengetahuan arkeologi. Untuk Film animasi arkeologi ada beberapa film animasi arkeologi buatan putra putri bangsa, generasi baru arkeologi Indonesia.Â
Rekomendasi terbaik untuk film animasi yang mendidik dan mencerdaskan sekaligus menghibur, berikut ini saya rekomendasikan beberapa film animasi arkeologi yang sudah dapat disaksikan melalui layar Youtube.Â
1. Serial Archi, Produksi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Film animasi ini baru diproduksi sebanyak 3 (tiga seri), yaitu seri pertama Archi, Menjadi Arkeolog. Dalam seri ini Archi, si tokoh animasi arkeologi menceritakan petualangannya menjadi arkeolog. Ia menceritakan serunya menjadi arkeolog, selain berpetualang ke seluruh pelosok negeri, juga sambil mengungkap kehidupan masa lampau.Â
Archi juga menjelaskan apa dan bagaimana arkeologi itu. Tentu, pengetahuan dasar yang penting diketahui oleh para siswa didik, terutama untuk adik-adik siswa Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).Â
Archi dalam film animasi itu juga menjelaskan mengapa kehidupan masa lampau itu penting diungkapkan. Menurut Archi, pentingnya mempelajari masa lalu, karena Nusantara ini memiliki peradaban yang sudah sangat tua. Bahkan Indonesia dikenal sebagai bagian dari sebagai Old World, Dunia Lama.Â
Indonesia, juga memiliki peradaban yang banyak sekali, yang belum terungkap. Dengan mengungkapkan masa lalu, kita akan paham jati diri bangsa yang diwariskan oleh leluhur pada masa lampau.
Indonesia mengalamai masa peradaban yang panjang, dari sejak zaman belum mengenal tulisan, atau masa prasejarah, hingga masa pengaruh Hindu Budha dan masa pengaruh Islam dan Kolonial.
Selain seri pertama, Archi Menjadi Arkeolog, Puslit Arkenas juga melaunching seri kedua Archi,Berpetualang Ke Jati Luwih. Dikisahkan Archi, berpetualang ke Pulau Bali, Pulau Dewata yang sangat indah.Â
Bali bukan hanya terkenal karena alamnya, namun juga tradisi, adat dan budayanya. Bahkan, ada satu adat budaya yang sudah diakui oleh Unesco, sebagai bagian dari warisan budaya dunia, yaitu tentang tradisi dan sistem irigasi di Jati Luwih.Â
Desa Jatiluwih, Tabanan, memiliki persawahan bertingkat-tingkat atau disebut terasiring yang menjadikannnya terkenal di seluruh dunia. Sistem pembagian air untuk persawahan yang dikenal dengan Subak.Â
Subak, sebuah sistem yang dikelola secara gotong royong, tradisional dan ramah lingkungan. Melalui Subak, sumber air yang terbatas dapat dibagi secara adil dan merata pada seluruh area sawah.Â
Subak sendiri berasal dari bahasa Bali, Uak yang berarti membagi, dan sudah ada sejak lebih dari seribu tahun tahun yang lalu. Subak tertulis dalam prasasti kuno Sukawana tahun 882, Prasasti Trunyan tahun 891, Prasasti Bebetin tahun 886, Prasasti Pandak Badung tahun 1071.  Â
Seri ketiga, Archi Berpetualang ke Danau Matano. Dari Archi, kita jadi tahu bahwa Danau Matano adalah danau terdalam di Indonesia, mencapai kedalaman 600 meter.Â
Danau Matano terletak di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Selain terdalam di Indonesia, juga terdalam se Asia Tenggara, dan urutan ke delapan terdalam di seluruh Dunia.Â
Danau Matano, juga mengungkap adanya kampung kuno yang pernah tenggelam, setidakny pada kedalaman 4-16 meter, yang disebut Situs Pulau Empat. Hasil penyelaman arkeologi bawah air, ditemukan jejak-jejak hunian kuno pada kedalaman tersebut, antara lain tembikar, peralatan rumah tangga dan peralatan pandai besi.Â
Daerah Matano, dikenal sebagai penghasil bijih besi, masyarakat disana pada masa lampau adalah masyarakat yang ahli mengolah besi. Pada zaman dulu, persenjataan logam di Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 13 M, mengimpor besi dari Luwu yang dihasilkan dari masyarakat Matano tersebut.
Bahkan pada masa pembuatan Candi Borobudur dan Candi Pramabanan, diduga peralatannya menggunakan pula peralatan dari logam, yang dihasilkan dari Desa Matano.Â
2. Film Animasi Arcil, Produksi Balai Arkeologi Yogyakarta
Balai Arkeologi Yogyakarta menampilkan seri pertamanya Petualangan Arcil di Bumiayu Purba. Dalam Film itu, tokoh Arcil, pertama kali diceritakan berkunjung ke Museum Manusia Purba Bumiayu.Â
Selanjutnya tiba-tiba Arcil, kembali ke masa lampau, kira-kira ke 1. 8jt tahun lalu. Masa dimana Jawa Tengah dan Jawa Timur masih terendam lautan. Dalam petualangan itu Arcil melihat bagaimana peradaban Bumiayu purba.Â
Ia melihat flora dan fauna tua pada zaman itu, 1,8 juta tahun lalu. Ada gajar purba, sejenis rusa purba dan sebagainya. Arcil juga melihat kuda air purba, dan juga kura-kura raksasa purba yang hidup di sekitar pantai. Arcil juga melihat manusia tertua di Nusantara, yaitu homo erectus arkaik. Manusia purba tertua, yang berburu hewan darat, makan kerang-kerangan, dan biji-bijian serta dedaunan.Â
Mereka membuat perkakas dari batu sungai untuk keperluan sehari-hari, antara lain kapak penetak. yang dibuat pertama kalinya pada 1.8 juta tahun yang lalu. Sejak 1,7 juta tahun yang lalu, harimau purba juga sudah ada.Â
Film animasi petualangan Arcil, adalah film animasi arkeologi pertama, diproduksi oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Film animasi ini justru menjadi film animasi arkeologi pertama yang pernah diproduksi oleh instansi pemerintah dalam bidang riset arkeologi. Balai Arkeologi Yogyakarta yang pertama menayangkan film animasi arkeologinya.
Film ini, juga film dengan alur cerita yang sangat baik, juga resolusi yang tinggi untuk sebuah film animasi arkeologi yang pertama kali dibuat oleh lembaga riset dibawah perlindungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Hanya saja, film petualangan Arcil ini belum dibuat berseri sebagaimana Film Archi, buatan Puslit Arkeologi Nasional.Â
3. Film Animasi Arkeologi Nilai Gotong Royong dalam Peradaban Sangihe Kuno, Produksi Balai Arkeologi Sulawesi Utara
Tak mau kalah dengan Puslit Arkenas dan Balar DI Yogyakarta, Balai Arkeologi Sulawesi Utara, juga memproduksi film animasi arkeologi, meskipun masih dalam tahap uji coba.
 Film animasi arkeologi produksi Balar Sulut ini juga belum menampilkan tokoh karakter dalam filmnya. Jadi, film itu praktis seperti film dokumenter yang dibuat dalam bentuk animasi.Â
Sama halnya film animasi arkeologi produksi Puslit Arkenas dan Balar Yogya, film animasi profuksi Balar Sulut, juga dihasilkan dari hasil rekonstruksi arkeologi berdasarkan hasil riset lapangan yang dilakukan oleh para peneliti di Balai Arkeologi Sulut.
Film animasi Balar Sulut diinisiasi oleh Sriwigati, salah satu peneliti arkeologi yang cukup intens melakukan riset arkeologi di Pulau Sangihe, salah satu pulau terluar di wilayah Provinsi Sulawesi Utara.Â
Film ini menceritakan, bagaimana masyarakat Sangihe dulu bergotong royong membuat meja batu berukuran besar, juga tentang fungsi dan makna meja batu itu dalam budaya dan tradisi masyarakat Pulau Sangihe.Â
Melalui film animasi arkeologi itu, kita menjadi paham bagaimana masyarakat Sahinge dulu dalam nelakukan musyawarah dan gotong royong dalam proses pembuatan kubur batu berukuran besar, yang bahan bakunya, antara lain diambil dari tempat yang jauh dari lingkungan pemukimannya.Â
Nilai gotong royong dan kerjasama masyarakat masa lampau Sangihe itulah, yang ditonjolkan dalam film animasi produksi Balai Arkeologi Sulawesi Utara itu.Â
4. Film Animasi Arkeologi Peradaban Danau Tempe Produksi Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Film ini seperti halnya produksi Balai Arkeologi Sulawesi Utara, merupakan film dokumenter arkeologi yang dibuat oleh Balar Sulsel dalam bentuk animasi. Film ini menjelaskan tentang peradaban Danau Tempe, di Sulawesi Selatan yang terbentuk sekitar 10 ribu tahun yang lalu.Â
Peradaban di sekitar Danau Tempe, merupakan peradaban kuno yang bercorak akuatik yang berdampingan dengan peradaban bercorak agraris. Naskah lontarak Bugis menggambarkan bahwa lingkungan Danau Tempo purba merupakan bentang lahan dataran rendah terdiri hutan, perbukitan, sungai-sungai dan padang yang luas.Â
Dalam kajian Lontarak Wajo maupun dari hasil riset arkeologi, ada hubungan yang saling menjelaskan fakta bahwa lingkungan masa lampau dengan hasil temuan arkeologi sangat sesuai.Â
Masyarakat yang bermukim di Danau Tempe, datang dari berbagai tempat dari pegunungan-pegunungan baik dari bagian utara maupun bagian selatan. Migrasi ini karena bentang lahan di sekitar Danau Tempe merupakan wilayah yang subur untuk mengembangkan kehidupan pertanian.Â
***
Upaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional dan seluruh Balai Arkeologi se- Indonesia, merupakan geliat pemerintah dalam memahami betapa pentingnya sumberdaya arkeologi sebagai warisan leluhur untuk dicintai dan dilestarikan oleh generasi, terutama kalangan siswa.Â
Melalui film animasi arkeologi, diharapkan produk informasi dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh kalangan arkeolog di lembaga riset pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini dapat semakin memperkenalkan kepada khususnya para siswa mengenal budaya dan jati dirinya.Â
Film animasi arkeologi ini diproduksi juga dalam rangka mendukung gerakan literasi nasional, merdeka belajar yang dikembangkan oleh Kemendikbud, sebagai upaya penguatan pendidikan, penguatan karakter dan pemajuan kebudayaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H