Bagaimana dengan obyek-obyek warisan budaya lainnya? Di Kawasan Megalitik Lore Lindu, yang jauh dari jangkauan dan akses publik pada umumnya.Â
Misalnya apakah setiap orang yang berkunjung, para wisatawan mancanegara yang kebetulan datang ke sana, ditarik karcis retribusi untuk membayar karena melihat obyek megalitik Lore Lindu? Tidak khan?
Lalu, berapa biaya pemerintah harus dianggarkan setiap tahunnya untuk pelestarian seluruh obyek-obyek megalitik di kawasan megalitik itu? Semua masih tergantung anggaran pemerintah.Â
Terbatas dan berdasarkan skala prioritas. Karena terbatasnya anggaran itulah justru pemerintah menetapkan skala prioritas. Alhasil, warisan budaya yang belum menjadi skala prioritas, lambat laun terancam rusak dan punah.Â
Lalu bagaimana solusi untuk itu? Mau tidak mau, memang harus dipikirkan bagaimana obyek-obyek warisan budaya yang tidak dalam skala prioritas pengelolaan oleh pemerintah, membiayai sendiri konservasinya untuk mempertahankan keberadaan dirinya sendiri, obyek warisan budaya itu.
Sejak tahun 2011 saya sendiri sudah mencoba mengangkat isu ini, dengan menulis artikel arkeologi berjudul 'Valuasi Ekonomi Sumber daya Arkeologi dan Penerapannya di Indonesia".Â
Artikel itu sedianya saya presentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) di Surabaya tahun 2011 yang digelar oleh Ikatan Ahli Arkeologi (IAAI). Namun saya berhalangan hadir, sehingga artikel tersebut tidak dipresentasikan. Setahun kemudian, yakni tahun 2012, baru diterbitkan di laman IAAI Pusat (cek disini).Â
Setelah itu, sepertinya tidak ada lagi pembahasan soal itu. Baru kemudian tahun 2017, R. Ahmad Ginanjar Purnawibawa dari Departemen Arkeologi Universitas Indonesia (UI) menulis artikel dengan topik yang sama berjudul "Valuasi Cagar Budaya, Perspektif Manajemen Sumber Daya Budaya" yang terbit dalam Proseding Seminar Heritage IPLBI 2017.Â
Pada prinsipnya perhitungan ekonomi warisan budaya atau cagar budaya, karena kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya, di tengah terbatasnya anggaran pemerintah, sehingga perlu dipikirkan solusi untuk biaya konservasi warisan budaya yang dihasilkan perhitungan ekonomi obyek warisan budaya itu sendiri.Â
Mengutip Purnawibawa (2017) Di Indonesia, valuasi terhadap cagar budaya masih sangat jarang dilakukan. Pemerintah pusat dalam mengelola cagar budaya masih belum banyak melakukan valuasi cagar budaya.Â
Tidak adanya panduan berupa peraturan perundangan merupakan salah satu penyebab belum bisa dilakukannya valuasi. Padahal sebagai aset negara, sudah sewajarnya cagar budaya dinilai secara ekonomi, agar dapat dimanfaatkan secara optimal demi kesejahteraan masyarakat.