Sebutan swapraja tidak dikenal di dalam Undang-undang Dasar 1945. Dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 dapat dijumpai kata zelfbesturende landscha (peraturan pemerintahan).Â
Namun kemudian dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1950 dan Undang-undang Sementara Tahun 1950 dijumpai sebutan swapraja, masing-masing dalam Bab II dan Bab IV.Â
Di dalam Bab II bagian III Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang berjudul daerah swapraja Pasal 64 dan 65 menyatakan bahwa; Daerah-daerah swapraja yang sudah ada diakui.Â
Pengaturan kedudukan daerah swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian yang bersangkutan, dengan pengertian bahwa pengaturan daerah itu dilakukan dengan kontrak yang diadakan antara daerah-daerah bagian dengan daerah-daerah swapraja yang bersangkutan.Â
Dalam Bab IV UUDS 1950 yang berjudul Pemerintah Daerah dan Pemerintah Swapraja, dinyatakan dalam Pasal 32 bahwa kedudukan daerah-daerah swapraja diatur oleh undang-undang.
Swapraja pada dasarnya tidak bisa lepas dari pemerintahan Hindia Belanda. Sumber hukum yang digunakan oleh pemerintah swapraja adalah apa yang diperjanjikan atau tersurat dalam perjanjian antara pemerintah swapraja dan pemerintah Hindia Belanda.Â
Hukum adat dari swapraja setempat yang tidak bertentangan dengan pemerintahan penjajah, serta ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam hukum antar negara (volkenrecht) seperti pembajakan laut bebas dan lainnya.Â
Dalam riset deskt study itu, Asmunandar dan kawan-kawan (2020) memfokuskan di wilayah Bolaang Mongondow, untuk melihat perkembangan permukiman pada masa kerajaan.
Data hasil desk studi dalam penelitian ini adalah sumber informasi berupa resume hasil studi terhadap referensi dan kajian sumber pustaka baik yang dilakukan secara daring maupun luring.
Asal usul penduduk Bolaang Mongondow menurut legenda rakyat, nenek moyang mereka pada mulanya tinggal di sekitar muara Sungai Sangkub Bintauna.Â