Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Manusia Merusak Alam, Bencana Pasti Datang

31 Januari 2021   21:27 Diperbarui: 1 Februari 2021   10:50 2706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelestarian Lingkungan Hidup dan Gerakan Penghijauan. | Sumber: Dok. Djarum Foundation via Kompas

Sepekan lalu banjir melanda beberapa wilayah. Selain Kalimantan Selatan, Jawa Barat. Baru-baru ini Manado, Sulawesi Utara juga diberondong banjir hampir sepekan kemarin. 

Jika kita cermat melihat fenomena bencana banjir, sebenarnya bencana itu terjadi karena adanya ketidakseimbangan alam. Ada ruang-ruang alam yang direkayasa tanpa melihat hak-hak atas ruang dari alam itu sendiri.

Reklamasi contohnya, adalah rekayasa ruang darat yang merebut hak atas ruang laut. Maka, laut pun berusaha merebutnya kembali. Dampaknya, kita lihat, terjadinya banjir rob, luapan air laut saat pasang menerjang daratan di pinggir pantai, yang dulu sebelum reklamasi adalah masih hak atas ruang dari laut itu sendiri. 

Kejadian banjir rob, meluapnya air laut saat gelombang pasang setinggi tiga meter, sepekan lalu terjadi di kawasan pertokoan Megamas di Kota Manado. Sepuluh tahun lalu, kawasan Megamas adalah pantai yang ditimbun tanah (reklamasi).

Reklamasi pantai merebut hak ruang atas laut untuk pelebaran kota. Hak atas ruang dari laut direnggut paksa oleh daratan, melalui campur tangan manusia. Rekayasa ruang oleh tangan-tangan manusia, yang tidak mempertimbangkan keseimbangan ruang dari alam. 

Banjir di Kalimantan Selatan, juga baru-baru ini banjir bandang di Bogor, adalah perebutan hak atas ruang oleh alam. Sempadan sungai yang menyempit karena pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman, perkebunan dan sebagainya, adalah juga merebut hak atas ruang dari sungai. 

Oleh karenanya sungai berusaha merebutnya kembali dari daratan. Luapan air sungai, karena sempadan sungai tak mampu lagi menampung debit air yang meluap, akibat di hulu, hutan juga kehilangan haknya atas ruang. 

Hutan dibabat, hutan kehilangan haknya atas ruang, karena ruangnya direnggut, dengan pembabatan hutan yang tak terkendali, untuk peruntukan yang bukan lagi haknya. 

Pengalihan fungsi lahan hutan, menjadi perkebunan sawit atau bahkan pemukiman, konon menjadi dalih bagi hutan mengirimkan air hujan yang deras ke pemukiman. 

Hal ini karena ekosistem hutan terganggu, debit air hujan tak lagi punya resapan yang sebelumnya menjadi bagian dari fungsi akar-akar pohon besar di dalam hutan untuk mengikat air, meresap ke dalam tanah dan diikat oleh akar-akar pohon besar.

Ketika hutan diambil haknya atas ruang, pohon-pohon ditebangi, maka tak lagi ada resapan air. Selanjutnya air hujan meluncur dengan deras ke daerah-daerah yang lebih rendah tanpa terkendali. 

Hujan ingin merebut kembali haknya untuk terserap akar kayu, ia mencarinya dan tak juga menemukan, akhirnya menerjang sungai dan menghantam ke segala arah.

Banjir bandanglah jadinya. Hujan ingin mencari ruangnya yaitu hutan agar ada ruang bagi airnya yang mengucur deras dari langit untuk diserap akaar-akar kayu. Pembabatan hutan yang tak terkendali, adalah rekayasa ruang yang merenggut hak atas ruang dari hutan. 

Ditambah, sempadan sungai yang menyempit karena rekayasa ruang mengambil ruang dari lebar sungai untuk peruntukan lain, semakin merenggut hak ruang dari sungai. Ketidakseimbangan hak atas ruang itu, selalu saja karena ulah manusia. Pada akhirnya manusialah yang harus menanggung akibatnya. 

Ketidakseimbangan alam, adalah perebutan hak atas ruang dari alam, yang disebabkan oleh rekayasa ruang akibat ulah manusia yang tidak pernah mempertimbangkan konsep keseimbangan alam, keseimbangan kosmos. 

Hal yang sebenarnya seringkali dibahas oleh para pemerhati dan penggiat lingkungan. Namun, tetap saja, laju perusakan lingkungan menjadi hal biasa yang seringkali terjadi akibat konsep pembangunanisme yang tak memperhatikan hak-hak ruang dari alam sekitar. 

Sebuah kondisi yang sebenarnya juga mengganggu hak ruang bagi manusia yang menghuni alam itu sendiri. Kondisi ini sepertinya karena manusia lupa fungsi dan perannya sebagai bagian dari ekosistem lingkungan hidup. 

Sebenarnya, terganggunya sistem lingkungan hidup juga akan mengancam keberadaan manusia. Alih-alih mempertahankan keseimbangan alam, manusia justru merusak keseimbangan itu. 

Padahal jika bicara lingkungan dalam sistem ekologi, sudah ada amanat Undang-undang tentang pentingnya studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). 

Batasan-batasannya jelas, bahwa manusia sangat tergantung pada lingkungannya, sehingga manusia semestinya mengatur perilakunya sendiri dalam memperlakukan alam. 

Dalam Undang- Undang RI No. 23 Tahun 2007, telah diatur bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Selain itu dalam UU tersebut juga dijelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. 

Sementara itu pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya (Kompas).

Jadi ketika keseimbangan alam terganggu, terjadinya perebutan hak atas ruang dari lingkungan alam, maka tudingan pertama mengarah ke manusia sebagai bagian dari ekosistem, dan pada akhirnya manusia jugalah yang merasakan dampak dari ketidakseimbangan alam itu sendiri.

Hal ini karena dalam ekosistem terdapat hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dan lingkungannya yang membentuk suatu kesatuan yang teratur. Demikian kata Eugene Odum (1963), yang juga menjelaskan bahwa ekologi sebagai hubungan struktur dan fungsi alam.

Bicara struktur di sini adalah soal fungsi manusia dalam strukturnya sebagai pemimpin di dunia. Hajat hidup dan kesejahteraan manusia ditentukan oleh alam dan lingkungannya. 

Dalam konsep keseimbangan kosmos atau keseimbangan alam, manusia menentukan masa depan alamnya. 

Oleh karena itu rekayasa ruang yang dilakukan manusia dengan mencerabut hak-hak ruang atas alam itu sendiri, akan mengganggu keseimbangan alam, yang pada akhirnya akan memusnahkan alam, juga sekaligus manusia di dalamnya. 

Oleh karenanya bijaksanalah wahai manusia dalam memanfaatkan alam dan lingkungan di sekitar kita. Keseimbangan alam, salah satunya ada di tangan kita. 

Harmoni antara lingkungan alam dan manusia, adalah inti keberlangsungan kehidupan manusia. 

Demikian. Salam Lingkungan...Salam Lestari

Salam Hormat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun