Lagi, Indonesia berduka. Belum surut duka Indonesia atas tragedi kecelakaan Sriwijaya di perairan Kepulauan Seribu, yang hingga kini masih dalam pencarian korban. Kembali, di tengah malam gulita, masyarakat di Majene dan Mamuju, dikejutkan gempa dasyat.Â
Sebelum bencana Sulbar, bencana banjir Kalimantan Selatan juga menghadang. Bantaran sungai yang melalui pemukiman-pemukiman warga di pedesaan hingga kota, meluap mengakibatkan terendamnya daerah-daerah pemukiman warga.Â
Demikian juga bencana banjir di wilayah Jawa Barat, yang seakan menjadi bencana langganan setiap tahuannya. Belum lagi terhitung bencana letusan gunung-gunung aktif di berbagai daerah. Gunung Merapi di Yogyakarta dan Gunung Semeru di Jawa Timur, juga dikabarkan tengah mengamuk.Â
Yang paling masif adalag bencana banjir Kalimantan Selatan dan Gempa di Sulawesi Barat. Gempa yang melanda Provinsi Sulbar dengan kekuatan 6.2 SR, dengan kedalaman 10 km dan terletak 6 km timur laut Kota Majene, tentu saja dirasakan sangat dahsyat.Â
Informasi itu diperoleh dari foto dan video yang beredar di Whattsapp Grup (WAG), juga yang sudah di rilis di media-media online. Informasi itu valid adanya.Â
Di grup WA yang saya peroleh, foto dan video dari tempat kejadian, yang diunggah oleh beberapa sahabat saya sesama alumni arkeologi Universitas Hasanuddin, yang kebetulan bermukim dan bekerja di Mamuju dan Majene, Provinsi Sulbar.Â
Berbagai tanggapan dan ucapan doa dan turut prihatin, memenuhi ruang chat WAG Arkeologi Unhas, dimana saya banyak melihat kiriman foto dan video dari lokasi kejadian. Dikirim oleh beberapa sahabat saya di sana.Â
Kondisinya memang memperihatinkan. Kota lumpuh, beberapa gedung perkantoran, hotel dan pertokoan hancur. Selain kiriman foto dan video, juga informasi dari sahabat yang mengalami langsung kejadian, yang diceritakan melalui chat WAG.
Hitung-hitungan risiko bencana dalam setiap kebijakan pembangunan, sudah mendesak. Mitigasi bencana sebagai manajemen risiko pembangunan, tampaknya harus menjadi bagian dari proses pembangunan itu sendiri.Â
Di Kalimantan Selatan, hujan lebat yang mengguyur wilayah itu, yang konon tidak pernah terjadi sebelumnya, menuding kerusakan hutan dan alih fungsi lahan menjadi biang keroknya.Â