Kalkulasi pembangunan, harus menempatkan manajemen resiko dan mitigasi bencana sebagai landasan ataupun prinsip pembangunan. Banyak contoh sederhana bisa dikemukakan.Â
Pengembangan dan pembangunan kota misalnya, di daerah-daerah rawan bencana. Pemerintah tidak melalukan pengembangan wilayah kota ke bagian-bagian tepi pantai.
Selain sangat rawan dampak akibat gempa dan tsunami, juga dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Beberapa dekade ke depan, harus dihindari kegiatan reklamasi untuk pengembangan kota. Hal ini berdampak pada beberapa kejadian banjir rob, atau luapan air laut saat pasang, hingga ke daratan di tepi pantai.Â
Di kota Manado baru-baru ini, banjir rob, akibat luapan air laut saat air pasang dan ombak menerjang pusat perbelanjaan kawasan Mega Mas dan Manado Town Square (Tribunnews).Â
Kawasan itu adalah pengembangan Kota Manado, yang dihasilkan dari proses pengeringan atau reklamasi pantai yang dilakukan beberapa tahun lalu.Â
![Ilustrasi Ombak setinggi tiga meter yang melanda Kota Manado, sudah merusak banyak perahu yang parkir di pantai Megamas. Sumber: Tribunnews](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/01/19/ombak-tinggi-hantam-manado-6006816c8ede4877c801eac2.jpg?t=o&v=555)
Di Kalimantan Selatan khususnya, dan di Pulau Kalimantan umumnya, kalkulasi pembangunan dalam mitigasi bencana, misalnya mempertimbangkan untuk tidak lagi mengalihkan fungsi lahan, tidak membabat hutan untuk perkebunan sawit, dan sebagainya.Â
Pada intinya kualitas lingkungan hidup ditentukan pula oleh kebijakan pembangunan. Mari kembali kepada kearifan lingkungan dan kearifan lokal.Â
Menjaga alam dan melestarikan lingkungan adalah menghidupkan peradaban. (Wuri Handoko)
Demikian. Salam Pembangunan...Salam Budaya...Salam Lestari
Salam Hormat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI