Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merindukan Panggung Srimulat, Indonesia Masih Butuh Srimulat untuk Ketawa

26 Desember 2020   22:09 Diperbarui: 26 Desember 2020   22:12 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia butuh ketawa. Kalimat satir buat kita semua yang sepanjang tahun 2020 ini selalu serius, mungkin bahkan kelewat serius. Saking seriusnya sampai lupa bercanda. 

Kalaupun ketawa, ketawa sendiri, bahkan tanpa sebab. Mungkin kita menertawai diri kita sendiri. Bukannya lucu, malah memprihatinkan. Kelucuan yang hanya dimengerti diri kita sendiri. 

Mungkin sepanjang tahun 2020 ini memang kita kelewat serius. Serius bekerja, serius belajar, serius membaca, serius menulis dan lain-lain. Nah, terutama soal menulis. 

Saya sendiri harus mengakui, menulis selalu serius. Selalu menulis serius, tema bacaan dan isi tulisan yang membuat kita mungkin harus mengernyitkan dahi untuk mengerti. Tulisan yang tidak bisa sekali kunyah untuk bisa langsung sekali telan. 

Kelewat serius bekerja, sampai-sampai waktu istirahatpun kita gunakan untuk bekerja, lupa makan, akhirnya maag kambuh. Katanya kejar tayang, padahal maksudnya kejar setoran. 

Serius membaca, sampai-sampai kita harus pakai kacamata baca lebih awal, sebelum waktunya. Padahal yang kita baca, mungkin tidak selalu bacaan yang berat. Tapi mungkin cara bernalar kita yang terlalu berat, sehingga bacaan ringanpun kita baca dengan mengernyitkan dahi. 

Atau bisa juga nalar kita yang terlalu berat kita bawa, melebihi kapasitas daya tampung tengkorak kepala, sehingga kita harus selalu serius untuk bisa mengerti dan paham semua hal yang kita baca. 

Semuanya serius. Kita jadi manusia-manusia serius yang kehilangan selera humor. Bahkan menonton komedi televisipun serasa semuanya garing. Tapi kadang kita lihat di televisi para komedian serius ngelawak, saking seriusnya jadi tidak lucu. Semua kalau melebihi takarannya, terlalu serius dengan keseriusannya, malah kehilangan nilai. 

Terlalu serius bekerja, jadi tidak menikmati hasil kerja. Terlalu serius belajar, jadi lupa. Terlalu serius membaca, jadi tidak mengerti. Terlalu serius menulis, jadi kehilangan substansi. 

Semua yang serba terlalu, memang membuat kita justru menjadi terasing. Kata orang istilahnya teralieniasi. Kita menjadi terasing dengan diri kita sendiri. Eh..ngomong-ngomong, saya ini nulis soal apa ini ya? Saya sendiri tidak paham, mungkin tulisan saya ini juga terlalu serius. 

Ya...maafkan, saya tidak bisa menulis dengan gaya yang tidak serius. Mungkin style saya memang serius. Kalau nulis. Tapi kalau ngomong sepertinya tidak pernah serius. Hehehe... Ah..garing juga nih. 

Tapi bener, sepanjang tahun 2020 ini saya memang terlalu serius, sampai-sampai tidak pernah menonton televisi, termasuk nonton acara hiburan dan komedi. Semuanya terasa garing. Mungkin di mata, hati dan otak saya, para komedian di televisi lama-lama kelihatan tidak lucu. 

Mau komedi situasi, seperti facebooker (masih ada gak ya? hehehe), atau Opera Van Java, Talkshow dan sebagainya, semakin lama terasa semakin membosankan. Bahkan setahun ini, sepanjang tahun 2020 ini praktis saya memang hampir tidak pernah nonton acara komedi di televisi. Semua terasa garing. 

Indonesia butuh ketawa. Ya, memang kita semua butuh ketawa. Ketawa yang mengalir alamiah, dengan hanya menonton gaya Tarzan, Kadir, Basuki, Doyok dan lain-lain, yang serasa begitu mengalir dan natural di panggung Srimulat. Gaya lawakan Srimulat, yang tampaknya lebih mewakili sense orang Indonesia pada umumnya. 

Gaya Srimulat yang masing-masing mewakili dirinya sendiri. Bercerita tentang keseharian yang natural. Peristiwa-peristiwa sederhana yang dialami sehari-hari. Srimulat mampu membawa kehidupan kesehariannya, ke atas panggung komedi, yang membuat setiap penonton terpingkal-pingkal. 

Gaya Srimulat yang mengalir, tidak perlu terlalu serius membaca script dan skenario. Semuanya lebih banyak bumbu improvisasi yang tidak dibuat-buat. Kalaupun dibuat-buat tetap terasa lucu dan segar karena memang identik dengan kesehariannya. 

Tapi, panggung Srimulat sekarang justru sudah tidak ada. Dan rupanya, gaya Srimulat ternyata juga tidak menggenerasi. Kenapa? Karena kita sekarang semuanya sudah terlalu serius. Srimulat tergerus zaman. 

Gaya Srimulat, seperti tidak bisa direplikasi atau diduplikasi. Tidak bisa ditiru oleh generasi pelawak zaman now. Sayangnya pula, ternyata para komedian Srimulat, tidak menurunkan bakat melawak kepada anak-anaknya. 

Mengapa tidak ada regenerasi pelawak Srimulat? Karena zaman now melahirkan generasi-generasi yang terlalu serius dengan gaya zamannya. Zaman sekarang. 

Pelawak atau komedian zaman now, kehilangan jati dirinya. Melawak di televisi, kehilangan substansi. Semakin lama semakin kehabisan materi. Kemudian mlipir, bicara politik, bicara hal-hal lain yang sebenarnya tidak lucu. Kalaupun dibuat lucu, sangat sementara, lalu garing kembali. 

Dibikin lucu, dipaksakan lucu, akhirnya penonton justru ngenes, yang dilihatnya lucu bukan lawakannya, tapi justru lucu melihat komedian tak mampu lagi melucu atau melawak. 

Belum lagi, komedian yang sibuk dengan kehidupannya sendiri di luar panggung. Disorot kamera, sampai seluk beluk kehidupan dapur dan kamar tidurnya. Sibuk melayani gosip atau melempar gosip. Lalu ide lawakannya jadi ambyar. 

Akhirnya panggung komedi justru diambil alih oleh bukan komedian. Semua aktor panggung di tanah air berlomba menjadi komedian. Bertingkah lucu, berbicara lucu, membuat narasi-narasi lucu tentang kondisi di luar panggung komedi. Asudahlah...

Eits..jangan terlalu serius. Semua masih bisa jadi lucu kok. Politisi yang melawak, kelihatan lucu. Birokrat yang melawak, juga lucu. Pelawak yang bicara politik di panggung dan di luar panggung komedi, juga lucu. Semua jadi lucu pada akhirnya. Hehehe...

Tapi saya pribadi masih merindukan kelucuan yang alami, yaitu kelucuan aksi komedi di panggung Srimulat. Aksi panggung yang tampak lucu natural. Indonesia masih butuh Srimulat untuk ketawa. 

Demikian...Salam Srimulat...Salam Ketawa

Salam Hormat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun