" Jangan buang-buang nasi kalau makan, nanti nasinya menangis".Â
Ungkapan tersebut sesungguhnya narasi kebudayaan yang besar, dari percakapan sehari-hari yang mungkin kita anggap hal yang remeh temeh. Berikut ulasannya.Â
Kerupuk Legendar, Cemilan Sejuta Umat
Sejak masa kecil hingga sekarang, ada cemilan yang paling favorit di kampung saya, di Jawa Tengah, yaitu kerupuk legendar. Bagi orang Jawa kebanyakan, terutama di Jawa Tengah, cemilan jenis ini, sangat populer. Selain murah, meriah, juga lezat dan akrab di lidah.Â
Saya kira hampir semua orang yang tinggal di Jawa, bahkan di luar Jawa sekalipun mengenal jenis cemilan ini. Hampir di tiap warung, dijual jenis kerupuk ini. Ya, kerupuk legendar yang legend dan popular. Â Kerupuk legendar, sepertinya bukan lagi cemilan khas Orang Jawa, tapi sudah menjadi cemilan Nusantara.Â
Membuat kerupuk legendar itu mudah, tidak membutuhkan modal banyak, yang dibutuhkan hanya ketelatenan dan kesabaran. Bahannya juga mudah didapat, karena kerupuk legendar itu terbuat dari sisa nasi yang sudah tidak layak dimakan.Â
Diolah kembali lalu dijemur. Dulu, waktu saya kecil, saya sering sekali melihat Ibu saya membuat kerupuk legendar. Nasi yang sudah basi, diolah kembali menjadi kerupuk legendar.Â
Saya uraikan kembali sekilas contoh membuat kerupuk legendar. Ini bukan tip atau resep ya. Soal ini ada orang lain ahlinya, para sahabat juga dapat mencari informasi soal cara membuat kerupuk legendar di berbagai media online yang tersaji tanpa batas. Saya uraikan singkat saja, sebagai pengantar untuk mengulas kerupuk legendar dari sisi yang lain.Â
Saya ulangi, bahan baku utama kerupuk legendar adalah nasi bekas atau nasi yang sudah tidak dimakan lagi, entah karena basi, basah, kering atau bahkan berjamur. Saya sambil mengingat-mengingat kembali, bagaimana ibu saya dulu membuat kerupuk legendar.Â
Nasi sisa, pertama-tama diulek sampai lembut, lalu diberi bahan tertentu untuk memberi rasa asin dan mungkin menawarkan racun dalam nasi bekas itu. Namanya bleng, warnanya kuning dan rasanya asin. Bleng, sepertinya digunakan pula sebagai pengganti garam. Sepertinya begitu, saya kurang tahu.Â
Tapi saya kutipkan pengertian bleng, berikut ini, bersumber dari Food Detik, sebagai berikut: Â
Bleng (natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat) adalah campuran garam mineral konsentrasi tinggi. Bentuknya panjang dan berwarna agak kuning.Â
Zat ini adalah bentuk tidak murni dari asam borat, sementara bentuk murninya banyak dikenal dengan nama boraks. Di Indonesia, bleng sudah diproduksi sejak tahun 1700 dalam bentuk air bleng. Cairan ini biasanya dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur.Â
Silakan, pembaca membaca lebih jauh soal bleng, sebagai bahan adonan membuat kerupuk legendar atau kerupuk gendar itu. Intinya bleng, membuat adonan kenyal dan mengembang. Bleng juga membuat adonan menjadi mengembang dan renyah saat digoreng.Â
Nah, sisa nasi setelah halus itu kemudian diuleni atau dibuat adonan bercampur dengan bleng dan bumbu-bumbu dapur yang sudah familiar. Utamanya bawang putih dan kemiri, lalu diberi pula penyedap rasa atau bumbu bubuk kaldu.Â
Setelah adonan bercampur dan kenyal, dalam bentuk bulatan memanjang, lalu diiris tipis-tipis. Selanjutnya digiling dengan bambu atau botol kaca, agar mendapatkan lembaran adonan bahan kerupuk yang lebih tipis dan melebar.Â
Setelah itu adonan yang sudah digiling menjadi lembaran tipis itu, dijemur, setelah kering digoreng. Jadilah krupul legendar yang legend dan popular itu. Demikian, sekilas cara membuat kerupuk legendar.Â
Setelah digoreng, rasanya yang lezat dan renyah, disukai oleh banyak orang dari berbagai kalangan, tanpa mengenal sekat sosial, ekonomi, suku dan agama.Â
Semua orang di seluruh nusantara ini mengenal dan meyukai cemilan sederhana, murah dan meriah ini. Kerupuk legendar, adalah legenda cemilan sejuta umat. Seperti itu ibaratnya, cemilan kerupuk legendar yang hampir selalu ditemui di berbagai toko atau warung sembako di seluruh Indonesia. Â
Kerupuk Legendar dalam Narasi Kebudayaan
Namun saya ingin mengulas soal kerupuk legendar dalam pandangan yang lain. Kerupuk legendar bukan hanya soal sampah sisa makanan yang diolah kembali menjadi makanan atau cemilan yang lezat.Â
Kerupuk legendar sesungguhnya adalah budaya atau juga identitas bagi sebagian besar masyarakat di Nusantara, terutama masyarakat Jawa, yang dikenal sebagai penghasil kerupuk legendar.Â
Kerupuk legendar, sesungguhnya menampilkan identitas atau karakter masyarakat Nusantara, bagaimana cara mereka hidup dan survival terhadap kondisi lingkungannya.Â
Kerupuk legendar juga menunjukkan adanya kearifan lokal masyarakat, tentang menghormati sumber produksi pangan, yang ditempatkan dalam ruang terhormat dalam kehidupan manusia beradaptasi dengan alam dan lingkungannya.Â
Budaya dan kearifan lokal, tentang dialog batin antara manusia dengan alam, bahwa alam harus diposisikan sedemikian rupa agar terus bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan.Â
Kerupuk legendar, berasal dari sisa nasi yang diolah kembali, bukan hanya soal survival dan soal cara hidup yang efisien, namun juga bentuk penghormatan manusia terhadap alam sebagai sumber pangan, sumber kehidupan.Â
Maka, seringkali dalam percakapan sehari-hari, waktu kita kecil dulu, hingga sekarang dan menurun ke anak kita, selalu ada kalimat begini " jangan buang-buang nasi kalau makan, nanti nasinya menangis".Â
Percakapan itu, bukan hanya sekedar soal ungkapan yang berhubungan dengan tabu dan famali, namun hal itu adalah dialog kebudayaan. Ada narasi besar dari soal-soal yang dianggap selama ini soal kecil dan remeh temeh, soal anak kecil yang membuang nasi yang tidak habis dimakannya.
 Ada pesan moral, ada percakapan batiniah antara manusia dan kebudayaannya. Juga manusia dengan lingkungannya, untuk saling menjaga dan saling melestarikan, jika tidak terjadi dialog demikian, maka antara manusia dan lingkungannya, bisa saling meniadakan.Â
Kembali ke soal kerupuk legendar. Kerupuk legendar adalah identitas kebudayaan. Karena didalamnya, membincangkan perilaku manusia dan perlakuannya terhadap sumber pangan dari lingkungan alam sekitar.Â
Kerupuk legendar, yang berasal dari nasi sisa, adalah perilaku kebudayaan, menghormati pangan sebagai sumber kehidupan. Juga berhubungan dengan perilaku kebudayaan, dialog batin dan perilaku manusia menjaga dan melestarikan lingkungan.Â
Kerupuk legendar, adalah upaya melestarikan dan juga penghormatan terhadap bumi. Nasi, dihasilkan dari beras dan beras dihasilkan dari padi. Padi hanya tumbuh di bumi, yang disimbolkan sebagai ibu.Â
Sementara padi, dianggap sebagai simbol atau perlambang Dewi Sri, Dewinya para ibu. Jadi, tidak membuang nasi sisa, dan membuatnya menjadi sumber makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan, adalah simbol kebudayaan menghormati alam dan lingkungan, sekaligus penghormatan terhadap ibu dan bumi. Juga kearifan lokal tentang mempertahankan siklus kehidupan.Â
Inilah siklus kehidupan dalam narasi kebudayaan tentang kerupuk legendar, sebagai bahan makanan, yang bagi sebagian orang mungkin hal yang remeh. Namun, dalam narasi kebudayaan, kerupuk legendar adalah sebuah simbol identitas budaya, kearifan lokal masyarakat dalam hubungannya menjaga lingkungan dan siklus kehidupan.Â
"Nasi sisa, jangan dibuang, nanti menangis" ungkapan itu ada narasi kebudayaan, kearifan lokal dalam konsep melestarikan lingkungan, juga bentuk penghormatan terhadap alam dan leluhur.Â
Jadi, mengolah nasi sisa menjadi kerupuk legendar, adalah narasi sekaligus proses pemuliaan terhadap alam dan lingkungan. Juga tentang pemuliaan terhadap siklus kehidupan.
Demikian.
Salam Budaya... Salam Lestari
Salam Hormat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI