Kerupuk legendar, sesungguhnya menampilkan identitas atau karakter masyarakat Nusantara, bagaimana cara mereka hidup dan survival terhadap kondisi lingkungannya.Â
Kerupuk legendar juga menunjukkan adanya kearifan lokal masyarakat, tentang menghormati sumber produksi pangan, yang ditempatkan dalam ruang terhormat dalam kehidupan manusia beradaptasi dengan alam dan lingkungannya.Â
Budaya dan kearifan lokal, tentang dialog batin antara manusia dengan alam, bahwa alam harus diposisikan sedemikian rupa agar terus bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan.Â
Kerupuk legendar, berasal dari sisa nasi yang diolah kembali, bukan hanya soal survival dan soal cara hidup yang efisien, namun juga bentuk penghormatan manusia terhadap alam sebagai sumber pangan, sumber kehidupan.Â
Maka, seringkali dalam percakapan sehari-hari, waktu kita kecil dulu, hingga sekarang dan menurun ke anak kita, selalu ada kalimat begini " jangan buang-buang nasi kalau makan, nanti nasinya menangis".Â
Percakapan itu, bukan hanya sekedar soal ungkapan yang berhubungan dengan tabu dan famali, namun hal itu adalah dialog kebudayaan. Ada narasi besar dari soal-soal yang dianggap selama ini soal kecil dan remeh temeh, soal anak kecil yang membuang nasi yang tidak habis dimakannya.
 Ada pesan moral, ada percakapan batiniah antara manusia dan kebudayaannya. Juga manusia dengan lingkungannya, untuk saling menjaga dan saling melestarikan, jika tidak terjadi dialog demikian, maka antara manusia dan lingkungannya, bisa saling meniadakan.Â
Kembali ke soal kerupuk legendar. Kerupuk legendar adalah identitas kebudayaan. Karena didalamnya, membincangkan perilaku manusia dan perlakuannya terhadap sumber pangan dari lingkungan alam sekitar.Â
Kerupuk legendar, yang berasal dari nasi sisa, adalah perilaku kebudayaan, menghormati pangan sebagai sumber kehidupan. Juga berhubungan dengan perilaku kebudayaan, dialog batin dan perilaku manusia menjaga dan melestarikan lingkungan.Â
Kerupuk legendar, adalah upaya melestarikan dan juga penghormatan terhadap bumi. Nasi, dihasilkan dari beras dan beras dihasilkan dari padi. Padi hanya tumbuh di bumi, yang disimbolkan sebagai ibu.Â
Sementara padi, dianggap sebagai simbol atau perlambang Dewi Sri, Dewinya para ibu. Jadi, tidak membuang nasi sisa, dan membuatnya menjadi sumber makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan, adalah simbol kebudayaan menghormati alam dan lingkungan, sekaligus penghormatan terhadap ibu dan bumi. Juga kearifan lokal tentang mempertahankan siklus kehidupan.Â