Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Sumpah Pemuda dalam Konteks Ruang dan Waktu Keindonesiaan

28 Oktober 2020   21:44 Diperbarui: 28 Oktober 2020   23:43 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: jogja.tribunnews.com

Tanggal 28 Oktober 1928, berlangsung Kongres Pemuda II yang menjadi pemicu lahirnya Sumpah Pemuda. Momentum ini berkelindan dengan hari Kebangkitan Nasional (Harkinas) yang diperingati setiap tahunnya pada 20 Mei memiliki makna penting bagi bangsa Indonesia. 

Hari kebangkitan Nasional ditandai oleh peristiwa penting bagai Indonesia. Di mana berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 dan Ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 (Kompas).

Lepas soal kebangkitan Indonesia untuk bersatu, kemajemukan adalah sebuah keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, adalah sebuah momentum pengakuan tentang Keindonesiaan yang majemuk. Sumpah Pemuda, adalah momentum tentang kebangkitan Identitas Keindonesiaan.

Indonesia sebagai sebuah negara, sebagaimana dikatakan Benedict Anderson (1999) komunitas imajiner (imagined community) yang mengkonsepkan rasa kebangsaan dibentuk dengan proses imajinasi. 

Proses imajinasi anggota-anggota masyarakat besar melalui simbol-simbol budaya, bahasa, informasi, pendidikan dan gaya hidup. 

Proses Keindonesiaan yang menyejarah, adalah ruang dan waktu yang terus dinamis, dan semakin kukuhnya jati diri Keindonesia yang terdiri dari kepelbagaian yang dinamis sekaligus menyatu. 

Jadi, kokoh tegak berdirinya Indonesia turut ditentukan dukungan kebudayaannya sebagai ikon yang berada dalam kisaran wilayah geopolitiknya sekarang. 

Disini tampak pentingnya kebudayaan, termasuk budaya masa lampau, dimaknai sebagai proses memahami identitas nasionalitas dan kebangsaan setiap komunitas masyarakat (etnis, grup etnis, suku bangsa, dan seterusnya) dalam ruang nation state bernama Republik Indonesia. Nation state, menjadi semacam kontainer semangat nasionalisme, semangat Keindonesiaan. 

Dengan demikian, pluralism dan multikulturalisme sebagai fakta yang tidak dapat dimanipulasi, ataupun sebagai sebuah keniscayaan, dalam proses keindonesiaan menjadi harus ditempatkan sebagai nasionalisme budaya yang menyatukan. Dinamis sekaligus terbuka ruang-ruang yang menyatukan dalam proses Keindonesiaan yang menyejarah. 

Edi Sedyawati (2008) arkeolog wanita Indonesia, seorang Guru Besar Arkeologi dan Seni Universitas Indonesia, mengatakan salah satu komponen jati diri bangsa adalah kesadaran sejarah yang di dalamnya bangsa itu dapat menghayati kebersamaan berkenaan dengan masa lalunya dan kesatuan mempersiapkan masa depan. 

Bahwa kebijakan politik Indonesia merupakan negara yang sekaligus diharuskan untuk memelihara hubungan sosial, antar  kelompok-kekompok  dalam  masyarakat, secara  horisontal. 

Oleh karenanya perbedaan sebaiknya dipandang sebagai kekayaan kultural yang senantiasa dipelihara, dengan sekaligus menjaga perlindungan atas identitas kultural dan membuka ruang yang lebih besar bagi kemajemukan atau multikulturalisme. 

Sumpah Pemuda tampaknya sangat memahami itu, dengan disuarakannya ikrar bersama, yang melihat bahwa perbedaan latar belakang pemuda baik secara etnis, genealogis maupun budaya, tidak membatasi ruang geraknya untuk mengaku satu Indonesia. 

Pertama:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. 

Kedua:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia 

Ketiga:
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar Sumpah Pemuda itu, sesungguhnya sebuah pengakuan, bahwa Putra Putri Indonesia, yang berasal dari berbagai latar elakang etnis dan budaya yang beragam, menyatukan diri menjadi Indonesia yang utuh. 

Kunci penting dari hubungan horisontal itu adalah, antara lain, penghormatan pada identitas, toleransi pada kelompok lain, dan kehendak untuk mencari kebersamaan,  bukan  dengan  menegaskan berbagai perbedaan. Bersatu untuk bangkit menjadi Indonesia yang seutuhnya. 

Ikrar Sumpah Pemuda bisa digelorakan secara bersama oleh para pemuda Indonesia, dari berbagai latar budaya yang berbeda, bukan hanya karena rasa yang sama dalam tekanan penjajahan kolonialisme. Namun proses panjang Keindonesiaan, telah memberikan pelajaran dan juga pengalaman bersama. 

Menurut arkeolog Simanjuntak (2006) kemejemukan atau keanekaragaman, sebagai wujud penerapan konsep pluralisme dalam kehidupan berbudaya. Semua budaya pada prinsipnya mempunyai derajat yang sama sehingga menerima keberagaman budaya. 

Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai kemestian hidup yang kodrati. Dalam kehidupan dirinya sendiri yang multidimensional maupun dalam kehidupan masyarakat yang lebih kompleks. 

Oleh karenanya muncul kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas dinamik kehidupan adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat ditolak, diingkari, apalagi dimusnahkan. 

Kepelbagaian atau kemajemukan memerlukan ruang dinamis dan membuka dialog dengan berbagai kalangan lintas agama, sosial, ekonomi, politik, budaya, sebagai manifestasi dari filosofi kemajemukan itu sendiri yang selalu berusaha mejauh dari jebakan penyempitan wawasan paradigmatiknya.

Dengan pemahaman ini, kemajemukan semestinya diformulasikan sebagai tatanan sosial yang mengakomodasi ruang-ruang keberagaman identitas yang sekaligus memungkinkan bagi terintegrasinya keberagaman itu sendiri.

Jika kemajemukan Indonesia,  dipahami pula sebagai diversitas kultural (keanekaragaman budaya), maka persentuhan dengan budaya luar, tentu menciptakan interaksi dan akluturasi. Dengan demikian kepelbagaian didalamnya juga bersangkut paut dengan masalah integrasi budaya. 

Dimana budaya yang berbeda-beda dan beragam, bertemu dalam wilayah yang sama, yang telah memiliki kebudayaan asli dan diantara kebudayaan-kebudayan itu saling berbaur dan saling mengisi.   Bahwa kedaulatan Indonesia, merupakan sebuah keniscayaan tumbuh dari dan tertanam dalam tubuh kemajemukan.

Pengalaman budaya (cultural experience) yang telah berlangsung sejak manusia pertama kali mengenal migrasi, ribuan tahun lalu hingga masa sejarah datangnya masyarakat dan pedagang-pedagang asing seperti China, Arab dan bangsa-bangsa Eropa. 

Proses peradaban yang menyejarah itu telah menjadikan Nusantara itu sangat majemuk, berasimilasi dengan penduduk Nusantara, seperti Bugis, Makassar, Minahasa, Buton, Jawa, Bali, Sumatra dan sebagainya. 

Jika kita menyelami dengan sungguh-sungguh ruh kebudayaan, sejatinya ditengah keberagaman tak ada harmonisasi sosial yang semu, semua nyata terangkai sebagai hasil sebuah pengalaman budaya. 

Negara bangsa ini lahir melalui berbagai pengalaman sejarah dan budaya yang teramat panjang, dengan berbagai dinamika budaya yang amat kaya. Pengamalan dan kearifan masa lalu teramat berharga untuk dipetik pelajarannya.

Ikrar Sumpah Pemuda menjadi semacam reminder, pengingat bahwa proses Keindonesiaan, lahir dari berbagai bentuk perbedaan. Justru karena perbedaan itu, lalu melalui pengalaman bersama dalam proses Keindonesiaan yang menyejarah, menjadikan kesepakatan secara politis maupun kultural itu hidup dalam ruang bersama bernama Indonesia. 

Dibangunnya ruang atau Rumah Keindonesiaan, adalah semacam tempat teduh untuk menyatukan berbagai bentuk perbedaan. Kepelbagaian atau kemajemukan dengan demikian, menjadi filosofi hidup untuk berdampingan dan membangun komitmen bersama membangun Indonesia. 

Para pemuda, baik di masa lalu hingga kapanpun adalah tonggak kokoh untuk mempertahankan Indonesia. Generasi muda yang hidup di jaman sekarang, diharapkan menengok kembali kembara pemuda Indonesia dalam mendirikan nation state, Republik Indonesia ini. 

Masa depan Indonesia, ada di tangan para pemuda, generasi bangsa dalam membangun komitmen bersama, memastikan rumah teduh Keindonesiaan, terus dapat menjadi rumah bagi kepelbagaian yang dinamis, sekaligus integratif, bagi cita-cita Indonesia yang berdaulat, bersatu, adil dan makmur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun