Sebaliknya kita sebagai orang tua, saat pertama kali mengantar anak kita untuk pertama kalinya masuk sekolah. Pertama kalinya memasuki lingkungan baru. Rasanya kita tidak nyaman untuk meninggalkannya. Paling tidak di hari pertama masuk sekolah, kita akan menungguinya.Â
Gambaran itu sebenarnya adalah bentuk interaksi simbolik antara kita dengan anak kita. Komunikasi non verbal yang positif. Hal ini karena kita dan anak kita membangun konsep diri yang sama sebenarnya. Tanpa disadari, karena masing-masing membutuhkan keakraban dan kehangatan itu.Â
Jadi kesimpulannya, membangun konsep diri yang positif, lalu menciptakan bentuk interaksi simbolik melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Sebagaimana contoh misalnya bermain bersama, saling meberikan pelukan antara kita dengan anak.Â
Hal itu bentuk interaksi simbolik juga membangun perilaku budaya yang positif dalam keseharian. Demikian yang dimaksudkan oleh Clifford Geertz dalam teori tingkah laku dalam konteks kebudayaan.Â
Bentuk interaksi simbolik yang positif, yang terbangun oleh konsep diri yang positif pula, akan menciptakan perilaku budaya yang positif dalam keseharian kehidupan kita dengan anak. Kondisi budaya positif ini, secara langsung maupun tidak langsung, juga menciptakan mentalitas atau jiwa yang sehat.Â
Jadi, merawat kesehatan jiwa melalui konsep diri yang positif antara kita dengan anak. Lalu akan menciptakan perilaku atau tingkah laku keseharian yang positif antara kita dan anak. Kondisi ini akan menjamin kesehatan mentalitas atau kejiwaan kita.
Bacaan Penunjang
Stuart, Gail dan Sundeen, Sandra, 2005 Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H