" Ya sudah pulang saja Mas, nanti di rumah saya cerita, tanggung sudah malam begini, mending sekalian jaga-jaga sampai pagi, siapa tahu hantu suanggi masih berkeliaran di kampung" kata Bapak kos itu menjelaskan dengan dingin. Masno mengekor saja apa yang dimaui oleh bapak kosnya itu. Dia bergegas jalan, mengikuti bapak kos menuju rumah kos-kosannya itu.
 Orang-orang masih ramai bergunjing di tengah kampung. Pemilik sapi yang mati dibunuh suanggi itu, mulai membereskan sapinya. Tengah malam itu juga, dia menggali kubur buat sapinya. Pantang sapi yang mati dibunuh suanggi untuk dimakan. Makanya, malam itu juga digalinya tanah di dalam kandang itu untuk menguburkan sapinya.Â
Bapak kos itu rupanya malah singgah di rumah kos Masno, bukan ke rumahnya. Padahal Masno berharap cerita tentang Suanggi itu diteruskan di rumah bapak kos, bukan di rumah kos-kosannya. Berharap minum kopi gratis. Sebaliknya, dia harus membuatkan kopi bapak kosnya itu.Â
Orang kampung sepertinya masih berjaga malam itu. Tidak ada tanda-tanda orang-orang masuk rumah untuk melanjutkan tidur. Yang ada justru semakin banyak orang yang bangun dan keluar ke jalanan di kampung itu. Tengah malam buta. Kampung jadi ramai, seakan mereka percaya, hantu suanggi itu masih berkeliaran di kampung.Â
"Orang kampung disini, curiga ada salah satu warga disini jadi Suanggi. Makanya mereka berjaga-jaga. Lihat saja tadi waktu kita pulang, ada saja orang-orang yang berjalan ke gang-gang rumah, siapa tahu melihat Suanggi yang sembunyi di gang rumah, atau di got-got" kata Bapak kos begitu duduk di teras rumah kos yang disewakan ke para pedagang pendatang, termasuk Masno.Â
"Suanggi itu apa sih pak, hantu bukan? kok orang-orang curiga ada orang kampung yang jadi suanggi? Suanggi itu siluman? siang manusia biasa, kalau malam jadi hantu suanggi, atau bagaimana? tanya Masno beruntun kepada bapak kosnya saking penasarannya.Â
Bapak kos membakar rokok dan menyeruput kopinya, sebelum bercerita soal suanggi. Raut wajahnya sangat tenang, walaupun masih terselip rasa kekhawatiran.Â
Bapak kos mulai menceritakan tentang apa sesungguhnya suanggi itu. Konon kabarnya di masa Zaman Belanda, ada seorang wanita cantik jelita, hidup bersama anak gadisnya yang masih kecil.Â
Hidup sebatang kara di sebuah kampung yang terbelakang. Rumahnya gubuk derita. Makan seadanya, kadang dari pemberian orang, kadang hanya menjual kayu bakar, yang dikumpulkannya dari hutan.Â
Suaminya, sudah meninggal dibunuh Belanda. Waktu itu anak gadisnya masih kecil. Controler Belanda yang masih muda waktu itu, melihat kecantikan wanita itu. Hasrat untuk mengawini wanita itu tak terbendung, tetapi terhalang oleh suami, yang sekaligus musuh Belanda. Singkat cerita dibunuhnya suaminya itu dengan tebasan pedang dan tembakan beruntun.Â
Lalu, dengan paksa, di depan mayat suaminya,wanita itu melayani nafsu controler Belanda itu. Juga di depan anak gadisnya yang masih kecil itu. Sejak itu, hampir tiap hari controler Belanda itu selalu datang ke gubuk wanita cantik jelita dan anak gadisnya itu. Semanta -mata hanya melampiaskan nafsu setannya. Tanpa bertanggungjawab menikahi dan menafkahi. Wanita itu tetaplah miskin.Â