Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teror Hantu Suanggi di Malam Pengorbanan (Bagian 1)

4 Oktober 2020   10:46 Diperbarui: 20 Oktober 2021   12:32 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penampakan Hantu Suanggi. Sumber gambar: adhytcadelic via mollucastimes.com/

Orang-orang berkerumun di tengah malam buta. Membangunkan seluruh isi kampung. Bukan hanya orang yang terbangun, bahkan hewan ternak juga semuanya terbangun. Tetangga sebelah, berteriak ternak sapi sebelah rumah milik tetangga sebelahnya lagi mati. 

Katanya suara sapi melenguh kesakitan membangunkannya. Sapi milik Tete Aji, tetangganya mati mengenaskan. Semua isi perutnya kosong. Darah sapi berceceran, ususnya terburai, hanya menyisakan, jejak usus seperti direnggut paksa. Jantung, limfa, hati dan semua isi perut sapi itu kosong. Leher sapi itu juga nyaris putus.  

"Suanggi, pasti suanggi makan itu" seorang lelaki paruh baya tiba-tiba teriak dari kerumunan, dari arah belakang kampung. 

"iyo lae, suanggi kapa tuh e, astagaaa, beta memang su curiga deng dong ( Betul juga, mungkin suanggi itu, astaga, saya memang curiga dengan dia)" seorang ibu-ibu setengah tua, ikutan berteriak di tengah kerumunan. 

"sambarang sa ale e, dong suanggi sapa, ale jang bicara sambarang (Sembarangan kamu, dia siapa yang kamu maksud sebagai suanggi, kamu jangan bicara sembarangan)" seorang anak muda menimpali, seakan tak mau menerima gosip soal ada tetangga kampung yang menganut ilmu hitam, sehingga berubah jadi hantu suanggi. 

"iyo lawang, jang sambarang, ini bukan bulan terang (bulan purnama), dong seng mungkin kaluar,  dong itu biasa keluar kalau bulan terang  (Iya betul, jangan sembarangan, ini bukan bulam purnama, tidak mungkin dia (suanggi) keluar. Suanggi khan keluar biasanya kalau bulan purnama)" '' seorang lelaki lainnya ikut menimpali. 

Masno yang baru tinggal disitu, terbengong-bengong. Tidak mengerti percakapan orang-orang di tengah malam buta itu. Mau bertanyapun rasanya kaku setengah mati. Takut salah. 

Tapi tidak bertanya, bisa mati penasaran. Juga rasa takut seketika menerjang jantung. Membayangkan bagaimana, kalau nasib naas sapi itu menyasarnya. Bergidik. Merinding hebat. Tiba-tiba gigil kedinginan hinggap. 

Iya, Masno adalah orang Jawa yang baru tinggal di Kota Ambon. Dia merintis usaha membuat warung makan kecil-kecilan. Warung makan prasmanan, makanan rumahan di pinggir pelabuhan. Baru sebulan, dia tinggal di sebuah permukiman di pinggiran kota Ambon. 

" Masno, kenapa bengong ale (kenapa bengong kamu)" tanya seorang lelaki paruh baya, seorang pemilik rumah kontrakannya, yang tinggal tak jauh dari rumahnya. 

" Ohiya pak, saya kaget, kuatir, takut juga, campur aduk, seumur-umur baru melihat kejadian seperti ini" jawab Masno gugup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun