Perempuan dan Simbol Bumi
Nusantara memang kaya budaya, juga kaya akan simbol-simbol budayanya. Hidup dalam aura budaya lokal yang kaya makna, juga keagungan, sebagai bagian dari tradisi budaya lokal. Penuh makna dan ungkapan-ungkapan yang tergambar sebagai kecerdasan lokal (local genius), terus hidup dan bersifat turun temurun.Â
Banyak kepercayaan lokal yang hidup di Nusantara ini menggambarkan karakter dan jatidiri bangsa Indonesia yang kaya budaya dan beragam tradisi yang lekat dalam ingatan, meskipun dalam wujud budaya yang semakin memudar. Namun ingatan kolektif sebagian masih tertanam dalam memori dan kognisi. Alam berpikir masyarakat lokal, banyak kali masih menunjukkan betapa kehidupan dan kearifan lokal masa lalu, masih terus berkembang.Â
Saya ingin mengulas soal posisi kaum wanita, kaum ibu dalam panggung budaya di Nusantara, setidaknya apa yang saya ketahui dari berbagai fenomena budaya masa lampau yang hari ini masih diwariskan. Beberapa lalu saya mengulas Perempuan dalam Peradaban di edisi Kompasiana sebelumnya.
Bukti-bukti arkeologi memperlihatkan eksistensi perempuan sejak masa prasejarah. Adanya pembagian tugas berdasarkan gender menunjukkan kemampuan perempuan mengemban tugas tertentu. Seiring perjalanan waktu, perempuan semakin memperlihatkan eksistensinya di tengah masyarakat.Â
Artinya, perempuan atau kaum wanita sejak masa lalu menjadi subyek peradaban yang sangat penting dan terus memainkan perannya dalam kancah perjalanan budaya, lalu lahirnya peradaban-peradaban yang lebih maju hingga ke zaman modern ini. Peran perempuan selalu mendapat tempat, meskipun fenomena peminggiran hak dan posisi perempuan seringkali juga terjadi.Â
Namun perkembangan modern saat ini, posisi perempuan semakin mendapat tempat terhormat. Terutama dalam proses politik dan pengambilan keputusan, kaum perempuan memiliki ruang dan bahkan menguasai ruangnya sendiri.Â
Jika menyelami dengan benar hakekat wanita atau perempuan dalam prosesnya menjadi kaum ibu, kearifan lokal mengajarkan bahwa simbolisasi kaum perempuan itu menempati posisinya yang sakral. Ini sangat jelas, dalam makna yang terkandung pada kata per-empu-an saja, dapat diartikan sebagai yang di-empu-kan, yakni makhluk yang dihormati dan dimuliakan.Â
Dalam konsep tradisi dan budaya leluhur, budaya lokal yang lahir dan tumbuh sejak masa lalu, kaum perempuan lahir dan tumbuh dalam kerangka proses penciptaan, kelahiran dan keseimbangan, sama halnya kaum lelaki atau kaum pria. Kaum perempuan memiliki peran yang sama dalam proses budaya itu.Â
Laki-laki dan Perempuan, Langit dan Bumi dalam Keseimbangan Kosmos
Konsep keseimbangan, antara lelaki dan perempuan dalam proses penciptaan dan kelahiran, Yin dan Yang misalnya. 'Yang' sebagai simbol energi maskulinitas kaum pria, mendapatkan titik keseimbangannya ketika bertemu dan menyatu dengan energi feminitas 'Yin' sebagai simbol perempuan. Menyatunya Yin dan Yang adalah energi keseimbangan dalam proses penciptaan dan kelahiran. Tanpa penyatuan keduanya, tidak akan pernah ada proses penciptaan.Â