Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laki-laki dan Perempuan, Langit Bumi dan Simbol Jagat Raya dalam Tradisi Budaya Nusantara

9 September 2020   17:18 Diperbarui: 9 September 2020   17:09 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Linggayoni di sebuah candi, Sumber: https://id.pinterest.com/

Dalam arkeologi klasik, kita mengenal simbol budaya dalam bentuk artefak Lingga Yoni, sebagai sarana ritual pemujaan masa Hindu-Budha. Lingga   merupakan simbol Dewa Siwa, sedangkan yoni melambangkan Dewi Parwati, istri atau shakti Siwa. Kedua lambang ini merupakan simbol kesatuan antara laki-laki dan perempuan yang sangat dipuja dan sangat dihormati oleh para penganut agama Hindu aliran Siwa, sebagai kesatuan yang maha tinggi atau totalitas daripada segala yang ada.  

Ilustrasi Linggayoni di sebuah candi, Sumber: https://id.pinterest.com/
Ilustrasi Linggayoni di sebuah candi, Sumber: https://id.pinterest.com/
Lingga-Yoni sebagai lambang Dewa Siwa tertinggi biasanya diletakkan di bilik bangunan candi sebagai obyek pemujaan. Lingga yang berbentuk silinder (seperti phallus, kelamin laki-laki) tertanam ditengah yoni. Jadi dalam pemaknaan yang lebih luas, artefak Lingga Yoni, bukan hanya simbol laki-laki dan perempuan, namun simbol penciptaan dan keseimbangan pula, dimana meletakkan makna sakral penciptaan, sebagai proses menyatunya laki-laki dan perempuan dalam makna batiniah yang suci dalam proses penciptaan dan keseimbangan jagat (kosmos). 

Berarti, posisi perempuan atau wanita sangat menentukan dalam proses penciptaan jagat raya (kosmos). Keseimbangan kosmos itu suatu yang biner, tapi tidak dikotomi (mendua), tetapi dua yang saling melengkapi. Demikian proses penciptaan terjadi dan saling melengkapi. Dalam berbagai tradisi budaya nusatara, simbol kosmos lekat sekali dengan serba dua (biner). 

Dalam keseimbangan jagat (kosmos), laki-laki dianggap sebagai simbol langit, dan perempuan dianggap simbol bumi. Keduanya menceiptakan keseimbangan kosmos, sehingga teratur, saling menghidupkan dan tidak  saling membinasakan. 

Di wilayah Nusantara, termasuk di Indonesia bagian timur,  sebagai contoh wilayah Kepulauan Maluku dan Sulawesi,  terutama yang saya pahami, ada simbol-simbol kebudayaan yang menempatkan kaum wanita dan ibu dalam posisi yang sangat penting dan terhormat. 

Demikian pula di Sulawesi Utara, yang sedang dan akan saya pelajari, meski dari fenomena kecil yang sempat saya jumpai. Sementara banyak hal tabir kebudayaan lainnya, belum sempat saya liat dan saya pelajari. Mungkin nanti suatu saat saya bisa mempelajari soal itu lebih intens. 

Di Ternate, Gunung Gamalama dianggap sebagai simbol ibu, yang melindungi kota dari ancaman kerusakan dan kebinasaan. Oleh karena itu untuk memposisikan gunung seperti halnya menghormati seorang Ibu. Setiap tahunnya dilakukan tradisi mengelilingi Gunung Gamalama dalam ritual Kaloli Kie. 

Gunung Gamalama. Sumber: Antara News
Gunung Gamalama. Sumber: Antara News
Gunung semakin menguatkan faktor keseimbangan kosmos dalam kepercayaan lokal, bahwa meskipun Gunung Gamalama seringkali meletus, namun sebagai simbol Ibu, gunung Gamalama juga melindungi pusat kota. Gunung sebagai simbol ibu semakin menguatkan posisi sakralnya, karena dalam kepercayaan setempat, gunung tempat bersemayam roh-roh gaib, para leluhur. 

Simbol ibu, tidak hanya terwujud dalam rupa alam, berupa gunung, sebagai fakta alam yang mewakili kepercayaan lokal terhadap nilai-nilai budaya yang sakral. Namun juga dalam wujud berbagai ritual dan artefak atau budaya benda yang diproduksi oleh leluhur sebagai simbol-simbol budaya yang terus hidup dan dilestarikan. 

Di Maluku, ada semacam kepercayaan, bahwa wujud arsitektur masjid kuno, juga sebagai simbol keseimbangan langit dan bumi, laki-laki dan perempuan dalam proses penciptaan jagat (kosmos) dan keseimbangannya. Puncak atap masjid kuo, yang disebut 'Tiang Alif', berbentuk seperti phalus, dalam tradisi megalitik nusantara adalah sebagai simbol laki-laki  dan sekaligus simbol langit. Selain itu juga sebagai simbol tauhid (Keesaan Tuhan),  dan ma'rifat, sekaligus dalam kepercayaan lokal

Tiang Alif masjid kuno di Maluku, berbentuk phalus ataupun lingga yoni. Sumber: dokpri
Tiang Alif masjid kuno di Maluku, berbentuk phalus ataupun lingga yoni. Sumber: dokpri
Sementara itu itu bagian bada masjid itu sendiri sebagai simbol bumi, sekaligus simbol bumi. Pembaca silakan buktikan sendiri, jika sewaktu waktu ke Maluku, masjid-masjid kuno disana, hanya memiliki satu pintu. Simbol satu pintu, adalah simbol suci kodrati seorang perempuan, dimana simbol suci melahirkan generasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun