Menariknya, dalam sudut pandang budaya material, data arkeologi di Pulau Haruku menunjukkan, corak arsitektur masjid kuno Hatuhahamarima, di Pulau Haruku, menggambarkan pula, apa yang dinyanyikan melalui sastra lisan Kapata tersebut. Tentang masjid kuno Pulau Haruku, sudah saya tulis sebelumnya di edisi Kompasiana sebelumnya.Â
Jadi contoh tradisi tutur itu mengandung pesan moral yang sangat dalam, juga tafsir kebudayaan yang sangat tinggi, bahwa masyarakat Maluku sejak dulu kala, hidup dalam persaudaraan karena disatukan oleh adat. Meskipun saat ini memeluk agama yang berbeda-beda, namun secara geneologis, mereka tetap bersaudara. Hal ini karena awalnya sebelum mengenal agama modern seperti saat ini, mereka hidup bersama, dalam persekutuan adat yang sama.Â
Itu hanyalah satu contoh saja dari sekian banyaknya tradisi tutur yang hidup di Maluku. Sayangnya, para penutur sekarang semakin berkurang. Tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh tua, sudah banyak yang tidak ada dan tidak adanya regenerasi yang bisa menggantikannya untuk tetap menjaga tradisi tutur itu tetap hidup. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Maluku, mungkin seluruh nusantara, mengalami kondisi yang sama.Â
Beberapa pendongeng yang masih ada, seyogyanya mendapat perhatian yang terbaik dari pemerintah, juga perlunya upaya-upaya regenerasi, menuturkan suatu peristiwa, menuturkan sastra lokal dari generasi ke generasi. Indonesia sesungguhnya kaya sekali akan sastra, seni dan budaya, sehingga ini akan menjadi kebanggaan nasional, menjadikan identitas dan jati diri bangsa terus hidup dan berkembang.
Oleh karena itu, momentum Indonesia Bertutur: Merawat Kearifan Lokal dari Tradisi Tutur Nusantara, semestinya dipahami sebagai upaya menghidupkan panggung-panggung sastra daerah, sastra lokal. Menghidupkan tradisi tutur, tradisi lisan. Merawatnya dengan menyediakan ruang yang layak, menyediakan tempat terbaik bagi tumbuh dan hidupnya sastra lisan, tradisi tutur sebagai kekayaan sastra dan budaya di seluruh Nusantara, seraya memperbanyak penulisan-penulisan cerita rakyat yang bersumber dari tradisi tutur yang masih hidup di berbagai wilayah di Nusantara.
Salam Literasi...salam budaya...salam sastra lisan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H