Banyak sekali informasi berharga dari masa lalu yang bisa menjadi pelajaran sangat berharga untuk pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Dalam soal kedaulatan pangan, berbagai riset arkeologi menjelaskan, bahwa wilayah-wilayah Nusantara, sejah masa lampau merupakan penghasil pangan yang maju. Ciri budaya khas Indonesia, adalah negara agraris dan sekaligus negara maritim, karena dua kondisi geografis dan kondisi alam wilayah Indonesia sebagai wilayah atau bangsa kepulauan.
Dalam berbagai riset arkeologi, wilayah kerajaan di Nusantara, dikenal sebagai pengekspor teripang ke wilayah daratan Benua Australia, setidaknya sejak abad-abad 16/17 tahun. Itu hanya salah satu contoh saja, bagaimana wilayah Nusantara sejak dulu pengekspor bahan pangan baik komoditi pangan yang dihasilkan dari wilayah laut ataupun sumberdaya pertanian dari wilayah daratan.
Maluku, sejak dulu juga dikenal sebagai penghasil sagu, yang menjadi komoditi yang dipertukarkan antar wilayah kepulauan, antar wilayah kerajaan di kawasan kepulauan Maluku, bahkan dengan wilayah luar nusantara lainnya, bahkan dengan bangsa-bangsa luar di wilayah luar nusantara. Jadi selain sebagai penghasil rempah, sumber bahan pangan juga dihasilkan dari kekayaan tanah Maluku. Sumber-sumber pangan ini, saling dipertukarkan demngan komoditi lainnya yang dibawa oleh para pedagang luar.Â
Artinya relasi antara wilayah di dalam kawasan nusantara, maupun dengan wilayah luar, selain dalam kerangka kedaulatan secara politik dan ekonomi, juga menjaga eksistensinya sebagai bangsa yang merdeka yang diakui kedaulatan politik dan kekuasaannya. Tentu saja, hal ini menjadi pelajaran penting, bahwa secara internal, antar wilayah nusantara, saling berelasi secara ekonomi dan budaya, untuk saling menguatkan eksistensinya sebagai bangsa yang kuat di wilayah nusantara, sekaligus menjaga eksistensinya bagi bangsa-bangsa luar yang datang ke wilayah tanah air, nusantara.Â
Oleh karena itu, catatan penting yang ingin penulis sampaikan bahwa, dalam kerangka memperingati HUT 75 RI , kita dapat memetik pelajaran dan pengalaman yang berharga di masa lalu, bahwa kemerdekaan dan kedaulatan pangan adalah nilai budaya penting yang dihasilkan dari perjalanan sejarah bangsa yang panjang. Sejarah mengajarkan, bahwa kedaulatan pangan merupakan entitas penting dalam menjaga keutuhan sebuah bangsa. Lalu yang penting bisa kita lakukan adalah, bahwa sebagaimana hasil penelitian arkeologi menjelaskan, bahwa leluhur bangsa kita ini, mengajarkan cara bercocok tanam, mengolah lahan dan sebagainya. Di saat ini, lahan-lahan tidur perlu digerakkan, didayagunakan untuk menjadi lahan-lahan produktif di masyarakat. Momentum peringatan HUT 75 RI, tampaknya menjadi titik pijakan dan lompatan untuk membangun kedaulatan pangan secara meluas, sebagai program nasional yang harus digalakkan.Â
Penulis dalam edisi sebelumnya, memberikan contoh seperti yang dilakukan oleh masyarakat Talaud, memberdayakan lahan-lahan tidur menjadi lahan-lahan perkebunan yang produktif. Penulis juga pernah menulis di Kompasiana ini, soal ketahanan dan surplus pangan, masyarakat Minahasa pada masa lampau, dengan bukti-bukti arkeologi, sebaran lumpang dan lesung batu, sebagai bukti peralatan olah pangan yang masif pada masa dulu, hingga hadirnya bangsa kolonial.Â
Bahkan wilayah Minahasa, pasa lampau menjadi pengekspor bahan pangan ke wilayah kerjaan lainnya, Ternate hingga Kerajaan Banggai. Sebagai penutup, penulis berharap, program-program nyata di seluruh wilayah di Indonesia, untuk mengolah lahan tidur menjadi perkebunan rakyat, harus diwujudkan. Pembukaan lahan-lahan persawahan baru juga kiranya diwujudkan, memanfatkan luasnya area-area subur di wilayah-wilayah Indonesia yang belum tergarap. Petani menjadi pihak terdepan yang harus diberdayakan. Dukungan sepenuhnya pemerintah harus diwujudkan. Demikian, Terima Kasih....Merdeka!!!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H