Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peneliti, Bekerjalah dengan Hati

29 Juli 2020   10:36 Diperbarui: 30 Juli 2020   15:30 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs purbakala Liang Bua, di Dusun Rampassa, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, Minggu (3/6/2012). Di situs inilah arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerja sama dengan peneliti dari Australia menemukan kerangka manusia kerdil berjenis kelamin perempuan dengan ketinggian satu meter. Kerangka yang diberi nama Homo Floresiensis diperkirakan berusia 10.000 tahun.(KOMPAS.COM / RODERICK ADRIAN MOZES)

Beliau katakan waktu itu, bahwa tugas peneliti itu hanya ada 3 paket, yaitu, meneliti, membaca dan menulis. Menulis, membaca dan meneliti. Membaca, meneliti dan menulis. Dibolak-balik seperti apapun, tugas peneliti itu hanya ada tiga paket itu. Maka, seorang peneliti, yang hanya rajin meneliti, alias hanya mengumpulkan data dan menganalisis, tanpa membaca dan menulis, maka tugas itu belum tuntas.

Ilustrasi Penelitian Arkeologi (Sumber: hurahura.wordpress.com)
Ilustrasi Penelitian Arkeologi (Sumber: hurahura.wordpress.com)
Peneliti yang baik adalah pula penulis yang baik. Demikian menurut saya, wahai para peneliti dan saya juga. Mungkin saat ini, karena saya mengemban mandat dan tugas lain, maka saya tidak berkewajiban untuk menulis ilmiah. Tapi saya wajib mendorong terus para staf peneliti, sahabat-sahabat saya untuk tetap terus menerus menulis. 

Tanpa menulis, maka kita sebenarnya menjadi seorang peneliti yang rapuh, kering dan mudah patah. Maksudnya adalah, kita mungkin tidak akan bertahan menjaga karier kita sebagai peneliti. Lalu, apakah ini dosa? Iya, bagi saya kita sudah melakukan dosa, ketika sebagai peneliti kita tidak menulis atau mempublikasikan karya ilmiah kita.

Saya jadi ingat, ketika menjadi mahasiswa arkeologi di Universitas Hasanuddin, dua puluh tahun lalu, seorang dosen senior, arkeolog berpengalaman, Iwan Sumantri namanya. 

Beliau katakan begini, "Seorang peneliti, seorang dosen yang tidak menulis, tidak berkonstribusi tulisan untu buku, ataupun menulis buku, maka kalau dia mati nanti, dia mati kafir". Begitu analogi yang sangat tajam dari dosen saya itu. Artinya, betapa pentingnya kita yang bekerja sebagai peneliti itu menghasilkan karya. Karya tulis ilmiah itulah yang membuat kita, para peneliti dianggap ada.

Kita tidak lagi bisa berharap pada kebijakan pemerintah yang memudahkan kita selamanya. Kita tentu harus berpikir, untuk keluar dari zona nyaman. 

Di Indonesia, aturan pemerintah beberapa waktu lalu memang memberi kemudahan terhadap karir peneliti. Beberapa senior peneliti yang stagnan atau mandeg, dimudahkan dengan kebijakan pemerintah melalui aturan impassing, yakni penyetaraan jabatan. 

Jadi ketika ada sahabat-sahabat peneliti yang waktu itu terancam, dicopot dari jabatan peneliti, dengan kebijakan impassing, akhirnya masih bisa bertahan menjadi peneliti, karena program penyetaraan itu.

Tentu saja, kita tidak mungkin dalam zona nyaman terus. Tidak mungkin kebijakan pemerintah itu akan terus diberlakukan, jika kita tidak memenuhi syarat. Ketika kita sudah mengambil keuntungan dengan jalan impassing itu, maka kita wajib menunjukkan bahwa kita memang masih mampu bertahan menjadi seorang peneliti. 

Jadi ketika selama empat tahun, karya kita tidak memperoleh poin atau penilaian untu syarat kenaikkan pangkat, ya kita harus siap berhenti menjadi peneliti, tidak mungkin akan ada kebijakan impassing lagi. Kecuali Anda berubah haluan, menjadi fungsional di luar tugas peneliti. Namun ketika, kita tetap pada jalur peneliti, ya bersiaplah mengikuti segala ketentuan yang ada, jika kita ingin tetap bertahan berkarir sebagai peneliti.

Dunia arkeologi, salah satunya adalah dunia penelitian. Lembaga arkeologi sudah berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Lembaga arkeologi sudah berdiri sejak sekitar tahun 1930an, hingga saat ini kemudian semakin berkembang di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun