Profesi peneliti bagi saya adalah profesi yang sangat bergengsi. Meski begitu kami punya tanggung jawab yang sangat tinggi kepada pemerintah dan terutama masyarakat. Karena dari merekalah sehingga kami bergaji dan mendapat fasilitas yang cukup memadai. Oleh karena itu, prinsip mengabdi dan melayani semestinya menjadi tuntutan hati dan nurani.Â
Maaf, saya tidak bermaksud menggurui, apalah artinya saya yang masih jauh dari suci dan berbudi, namun niat harus tulus dari dalam diri, agar menjadi insan pengabdi yang mumpuni. Itulah prinsip saya, agar bisa tetap bereksistensi. Berpikir dan bekerja, disitulah kita menunjukkan jati diri.
Peneliti, memang bekerja dalam sunyi, lalu menuliskan karya tulis ilmiah, sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Peneliti itu insan-insan yang dituntut untuk berkreasi dan berinovasi, mengingat pekerjaannya sehari hari melakukan penelitian untuk mengungkap sebuah misteri. Baiklah saya tidak akan lama-lama berbasa basi. Begini....
Saya menulis ini, mungkin lebih besar maksudnya sebagai catatan untuk saya pribadi. Bagaimanapun tugas saya melekat dengan dunia peneliti. Suatu waktu, kita dihadapkan pada tugas negara yang melekat dengan tugas kita sehari-hari.Â
Dalam keseharian sebagai seorang ASN yang berpredikat sebagai peneliti, tanggung jawab kita bukan hanya ke LIPI yang memberi kita penilaian, ataupun kepada lembaga kementerian yang memberi tugas kita. Tapi lebih penting dari itu semua adalah tugas negara yang wajib dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Setiap hari kita bekerja, ke lapangan untuk meneliti, mengumpulkan data melakukan analisis dan sebagainya. Satu paket dengan itu adalah melakukan publikasi ilmiah.Â
Introspeksi diri saya yang pertama kali adalah, bahwa tuntutan tugas dan tanggung jawab kita satu paket dari mulai mengumpulkan data hingga mempublikasinya.Â
Namun, harus saya akui, kadangkala kita terlalu asyik mengumpulkan data lapangan, tapi lupa tugas sepaket lainnya, yaitu menuliskan karya ilmiah. Tidak ada alasan, kita bingung atau tidak punya ketrampilan menulis.Â
Alasan yang tidak bisa diterima. Ketika kita mengusulkan diri kita untuk menjadi peneliti, maka konsekwensi kita untuk menulis ilmiah, itu sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Menulis itu mudah, asal ada kemauan. Menulis ilmiah itu gampang, asal ada niat untuk belajar. Saya tiba-tiba ingat guru, senior dan sekaligus pimpinan saya dulu, Bambang Sulistyanto, di mana beliau pernah menjadi Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.Â
Saat ini beliau menjadi salah satu guru besarnya peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, seorang professor riset yang saat ini masih aktif dan sangat berdedikasi dengan tugasnya.Â