Sebagai orang tua, kita juga bisa memilihkan satu demi satu kata-kata dalam bait puisi, yang dapat memperkenalkan tentang apa yang ingin kita latihkan atau kita ajarkan untuk mengasah perkembangan mental anak, perkembangan kecerdasan anak. Contoh ketika kita mau mengajari anak  hal ihwal tentang hujan misalnya. Mulai dari terjadinya proses hujan, karena faktor alam, lalu makna lain yang terserap dalam hujan, misalnya soal hujan, itu ciptaan siapa dan bagaimana manusia hubungannya dengan hujan. Kata hujan, yang kita cukil dari Puisi SDD, satu kata itu saja, akan dapat memberi banyak makna yang bisa kita ajarkan kepada anak. Semakin berkembangkan tingkat perkembangan otak dan psikologi anak, maka semakin beragam pula frase-frase dalam bait-bait puisi yang bisa kita perkenalkan.Â
Pikiran anak-anak, ibaratnya seperti kertas kosong bukan. Jika kita tuliskan lembar demi lembar dalam pikiran anak, tentang kata-kata keindahan, maka dalam pikiran anak kita, seperti juga menuliskan bait-bait puisi yang indah. Puisi-puisi yang indah, adalah rangakain kata demi kata yang indah yang penuh arti, makna dan pesan mendalam. Puisi lahir dari pikiran yang jernih dan kepekaan hati yang dalam. Saya yakin, tidak ada satupun puisi yang lahir dari pikiran penuh ketiadaan. Semarah apapun kita, ketika kita menuliskannya, atau mengungkapkannya dalam bait-bait puisi, sesungguhnya, sejatinya kita sedang berbisik lirih, tentang isi hati kita yang paling dalam. Kita ingin tentram, kita ingin damai. Oleh karena itu, memilih jalan puisi, adalah memilih jalan kehidupan yang tentram dan damai. Maka, ketika hal ini diajarkan, diperkenalkan kepada anak-anak kita, maka sesungguhnya kita sedang menciptakan generasi bangsa yang penuh ketentraman dan kedamain. Generasi bangsa yang cerdas dengan pikiran, dan peka dengan hatinya. Generasi yang cerdas secara intelektual, secara mental dan cerdas secara sipiritual.Â
Selamat Jalan Supardi.... Engkau telah menorehkan berlembar-lembar bait-bait puisi yang mencerdaskan dan mencerahkan generasi bangsa. Engkau bekerja dalam sunyi, namun menghasilkan buah karya yang abadi...yang mampu menjadi bahan pencerdasan, perenungan dan kepekaan yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi sampai akhir nanti...
WH, Bumi Minahasa, Â 25 Juli 2020, 23: 43 wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H