Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Minahasa Tenggara, Tanah Surga dari Bumi Nyiur Melambai

23 Juli 2020   17:57 Diperbarui: 7 Februari 2021   10:13 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kubur Keramat Belang, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)

Dua hari lalu, saya diundang oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Minahasa Tenggara untuk mengisi materi Pelatihan Pemandu Wisata

Pucuk dicinta ulampun tiba. Undangan ini tentu saja saya sambut dengan suka cita. Kesempatan emas, untuk saya berkunjung kedua kalinya di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra).

Sengaja saya membuat rencana, datang dua hari sebelum kegiatan mengisi materi dimulai. Artinya ada waktu dua hari penuh saya mengunjungi tempat-tempat wisata budaya dan kekayaan panorama alam sekaligus di Kabupaten Mitra. 

Itu akan memperkaya wawasan saya tentang materi pemandu wisata untuk disampaikan esok harinya di depan puluhan para calon pramu wisata Kabupaten Mitra. Karena saya arkeolog, maka materi yang saya bawakan khusus tentang materi pelatihan untuk topik pemandu wisata warisan budaya. 

Jadi, kedatangan dua hari sebelum acara dimulai, menjadi kesempatan untuk saya melihat-lihat potensi wisata budaya di Mitra dan tentu saja, sekaligus melihat view alam nan mempesona di Mitra.

Hari masih sangat pagi, tepatnya masih subuh. Udara masih dingin, dan suasana pagi itu masih sedikit gelap. Saya dan dua orang teman, sudah meluncur menuju Mitra. 

Perjalanan darat hanya sekitar satu setengah jam dari Manado. Saat memasuki Kabupaten Mitra, semburat mentari pagi mulai menampakkan cahayanya yang kekuning-kuningan. Karena wilayah Mitra, yang banyak pegunungannya, rencana kami untuk memotret semburat cahaya mentari pagi, dari cakrawala garis langit dan laut, terhalang pegunungan. Alhasil, kami memotret kota Mitra, yang mengkilat kekuning-kuningan dari atas jalan di pegunungan.

Pintu gerbang Kantor Bupati Minahasa Tenggara dari kejauhan, sekitar jam 05.30 (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Pintu gerbang Kantor Bupati Minahasa Tenggara dari kejauhan, sekitar jam 05.30 (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Hari masih pagi, kami berkeliling sebentar melihat kota Mitra di pagi hari yang sejuk hampir dingin itu. Selanjutnya kami menuju penginapan untuk mempersiapkan diri, sebelum menjumpai Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Parwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mitra, Bapak Jan Manoppo.

Jam tujuh pagi, kami sudah bersama Pak Jan Manopo dan seorang staf lengkap dengan kamera DSLR dan Drone-nya. Mereka akan mendampingi kami memotret potensi wisata budaya Kabupate Mitra lebih dekat. 

Tanpa berlama-lama, setelah sarapan pagi yang lebih cepat dari biasanya, kami langsung bergerak menuju lokasi-lokasi sasaran. 

Ah.. sangat menguntungkan dengan dilengkapi kamera drone dari kantor dinas, saya sudah bisa membayangkan, bagaimana hasil jepretan fotonya nanti untuk menangkap obyek lukisan alam di Mitra.

Areal Persawahan di Desa Bentenan, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Areal Persawahan di Desa Bentenan, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Gunung Soputan, Ikon Utama Minahasa Tenggara
Kabupaten Minasaha Tenggara (Mitra), memang luar biasa. Saya bisa sebut Mitra, adalah salah satu tanah surga di bumi Minahasa, Nyiur Melambai. Terdiri dari 12 kecamatan, 135 desa dan 9 kelurahan. 

Bentang wajah Mitra, yang terdiri hutan, bukit, gunung dan laut, dan juga hamparan ladang pertanian juga sawah. Hal itu semua merupakan perpaduan yang kaya bak lukisan panorama dengan tinta warna yang aduhai menawan dan memanjakan mata.

Gunung Soputan, adalah salah satu ikon yang paling lekat di masyarakat Mitra. Sajian panorama yang lengkap. Saya sambil berkeliling, sambil pula mencatat-catat untuk materi esok harinya di depan para pramuwisata Kabupaten Mitra.

Sambil berkeliling, Pak Jan Manopo, dengan sangat antusias bercerita soal potensi wisata Mitra dengan sangat antusias, seperti seorang tour guide memberikan penjelasan kepada wisatawan. 

Kabupaten Mitra, memiliki potensi sumber daya budaya yang unik dan lengkap. Tiga suku sub etnis di Mitra, Posan, Tonawang dan Ponosakan, adalah kekhasan etnis dengan ciri budaya masing-masing yang lekat dengan kesahajaan orang Minahasa.

“Kalau Anda datang ke Sulawesi Utara, tidak lengkap kalau tidak datang ke Minahasa Tenggara”, kata Pak Jan Manopo menirukan ucapan Bupati Minahasa Tenggara, James Sumendap. 

Mitra memang tanah yang menjanjikan, kekayaan keunikan budaya dan panorama alamnya, menyatu, berpadu dalam figura yang penuh keindahan buah cipta Sang Maha Penguasa Jagat Raya.

Gunung Soputan, dilihat dari Puncak Anugrah, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Gunung Soputan, dilihat dari Puncak Anugrah, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Kesegaran Tanah Ratahan dan Sejarah yang Masih Tanda Tanya
Pertama-tama, kami mulai berkeliling di daerah yang dinamakan Kecamatan Ratahan. Di wilayah Ratahan, kita disuguhi kejernihan Danau Lumpias yang menyegarkan mata, sekaligus menyegarkan jiwa. 

Datanglah pada pagi hari, sensasi rasa mentol akan terasa di sekujur badan, saking segarnya, hingga merasuk dalam tulang menembus ke sumsun tulang belakang kita, sejuk dan menyegarkan.

Danau Lumpias, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Danau Lumpias, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Di Ratahan, juga ada sebuah sumber mata air, yang dikenal dengan Dodoku Aer Ratahan. Mendengar namanya, saya teringat sebuah tempat di Ternate, yaitu Dodoku Ali, yang terkenal sebagai bandar tradisional di daerah Ternate. 

Nama Dodoku Ali, adalah nama seorang panglima atau Kapitan Luat. Kalau sekarang mungkin bisa disebut sebagai Kepala Staf Angkatan Laut, ataupun sekelas Lantamal di wilayah Provinsi. 

Oleh karenanya, sebagai seorang arkeolog, yang mempelajari tentang sejarah, saya langsung berpikir, bahwa ada hubungan sejarah antara Ternate dengan Minahasa Tenggara.

Sayangnya, saya tidak cukup waktu untuk mengorek informasi soal ini. Hanya ada informasi sepotong-sepotong bahwa pada dulu, wilayah Minahasa, termasuk dalam pengaruh kekuasaan Sultan Ternate pada masa lampau, di masa jaya Kesultanan Ternate di abad 17M. Tentu informasi ini masih membutuhkan riset yang lebih mendalam. Lain kali mungkin, data sejarah ini perlu diulik lebih lanjut.

Mata Air Dodoku Aer Ratahan (Sumber: Disparbud Mitra)
Mata Air Dodoku Aer Ratahan (Sumber: Disparbud Mitra)
Warisan Budaya Benda: Dari Batu Beranak Hingga Lesung 
Menyangkut data arkeologi sejarah, sebelumnya saya sempat membaca laporan penelitian arkeologi di Balai Arkeologi Sulawesi Utara, soal temuan-temuan tinggalan budaya di sini. 

Di wilayah kecamatan Ratahan ini, terdapat batu menhir yang disebut oleh penduduk setempat dengan sebutan Batu beranak atau batu pasak wanua. 

Dari namanya, mungkin batu Pasak Wanua, adalah semacam tugu tapal batas kampung, dalam pengertian sekarang. Wanua, sama artinya desa atau kampung.

Menurut informasi tutur dari Orang Mitra, Batu Pasak Wanua, merupakan batu penanda berdirinya sebuah desa. Namun menurut laporan Balai Arkeologi Sulawesi Utara, batu itu digunakan untuk ritual pemujaan di masa lalu.

Hmm.. lagi-lagi informasi ini belum bisa saya konfirmasi, mengingat waktu yang tak memungkinkan. Pikiran saya sementara ini, mengejar panorama dan potensi warisan budaya, yang dapat dikombinasikan diantara keduanya.

Jadi otak saya mulai berpikir, esok hari saat saya berhadapan dengan para calon pramuwisata di Mitra, saya ingin mengatakan, untuk mengembangkan obyek warisan budaya, agar menarik dan bisa dikembangkan sebagai obyek wisata budaya, harus diintegrasikan, Bahasa sederhanakan dikombinasikan dengan wajah alam di sekitarnya.

Sayangnya, kesempatan ini saya lebih banyak mengejar view alam, sementara waktu, obyek arkeologi atau warisan budaya, saya sekedar mengumpulkan informasi dari laporan penelitian.

Selain menhir, di Ratahan menurut laporan yang saya terima, juga terdapat lesung batu. Zaman dulu, lesung batu bagi orang Minahasa, digunakan sebagai alat untuk menumbuk padi, sekaligus, juga untuk sarana pemujaan. 

Sejak ribuan tahun lalu sepertinya, hingga masa kemudian, saat memasuki sejarah pengaruh kolonial. Lesung batu dan Menhir, setidaknya ada di Liwutung, Poniki, Wawali, Lowu. Tosoraya dan Desa Pongu.

Dari Puncak Ke Puncak Melukis Alam
Setelah kecamatan Ratahan, tempat kedua yang kami kelilingi adalah Kecamatan Tombatu. Tempat yang kami datangi yang didatangi adalah Puncak Anugrah, sebuah tempat yang dapat melihat tubuh Gunung Soputan lebih utuh meski dari kejauhan. Karena tidak mungkin dengan waktu yang singkat, kami bisa menjangkau Gunung Soputan.

Gunung Soputan, adalah ikon wisata alam di Minahasa Utara yang tiada bandingnya. Disandingkan dengan puncak anugerah, memperlihatkan keindahan gunung Soputan yang indahnya saling berdampingan. 

Memotret Gunung Soputan dari Puncak Anugrah di Tombatu, laksana melukis gunung dan langit dalam kanvas yang sama, sekaligus melukis kita sendiri, betapa kecilnya kita di hadapan alam, megakarya Sang Maha Pencipta.

Bagi yang suka berkemah, di kaki gunung Soputan adalah pilihan yang tepat. Udara yang segar, sejuk dan panoramanya yang mencerahkan mata, sekaligus menentrankam batin, merupakan terapi bagi kita yang ingin lari sejenak dari kepenatan dan keringnya keseharian yang melelahkan.

Selain itu, bagi yang suka berpetualang, boleh juga sesekali melakukan tour petualangan dengan menggunakan motor gede beroda tiga ataupun motor trill, dengan ban motor yang bergerigi. Sebuah petualangan penuh sensasi. 

Untuk soal itu, kata Jan Manoppo, Mitra pernah membuat event  bertajuk Soputan Fun Adventurer, yang diikuti oleh ratusan biker se Sulut. Event dalam rangka memperingati satu tahun kepemimpinan Bupati James Sumendap, sekaligus pencanangan slogan Mitra Hebat.

Puncak Keletambal, Minahasa Tenggara. Sumber: Disparbud Mitra
Puncak Keletambal, Minahasa Tenggara. Sumber: Disparbud Mitra
Selain Soputan, di Tombatu juga ada Puncak Keletambal, Seperti halnya di Puncak Anugrah, di Puncak Keletambal, juga tak kalah sejuk dan segarnya udara yang kita hirup di setiap paginya, Juga pemandangan alamnya yang sama-sama menyegarkan mata dan menentramkan batin.

Selain Puncak Keletambal, ada ikon lain yang tak kalah menarik di Tombatu, yakni Air Panas Kelewaha. Air panas, yang berbeda dari tempat air panas lainnya, karena Air panas kelewaha, muncul dari dasar kolam, tepatnya dari bawah batu. Sayangnya kami tidak sempat nyemplung, hanya melihat-lihat sebentar. Tunggu, suatu saat saya akan mandi atau nyiblon disitu.

Setelah cukup puas, walaupun sebenarnya belum puas sih, kami lalu ke Danau Builin. Satu diantara tempat lain andalan Kecamatan Tombatu. Yang agak unik, dari Danau Tombatu, katanya jika dilihat dari atas, tampak sempadan danau itu seperti membentuk tangan terbuka. 

Tidak membuang waktu lama, untuk mengobati penasaran, saya meminta staf fotografi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Mitra, menaikkan Drone-nya. Tidak begitu tinggi, yang penting tangan terbuka itu bisa tertangkap kamera drone. Hasilnya, memang tampak cabangcabang danau seperti jari-jari pada posisi tangan yang terbuka.

Danau Builin, dilihat dari ketinggian (Sumber: Disparbud Mitra)
Danau Builin, dilihat dari ketinggian (Sumber: Disparbud Mitra)
Tak terasa, waktu sehari ini sudah mendekati petang, kami cukupkan untuk hari ini, masih ada waktu sehari lagi memburu view keindahan alam dan informasi obyek wisata warisan budaya, sebelum saya tampilkan di layar presentasi saya, keesokan harinya.

Hari kedua, kami sudah dijadwalkan untuk melihat Pulau Baling-baling, lebih dekat, Lesung batu Desa Oki, yang dijadikan sebagai Monumen Ratu Oki di Desa Kali Oki. Hal yang membuat kami penasaran juga adalah Kubur Keramat di Desa Belang.

Kubur Keramat Belang, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Kubur Keramat Belang, Minahasa Tenggara (Sumber: Disparbud Mitra)
Pulau Baling-baling di Desa Tumbak sungguh menakjubkan. Deretan pulau yang sebenarnya tidak terlalu banyak, tapi seperti disusun dalam komposisi yang sangat rapi seperti barisan pulau yang tertib dan  tenang. Berada di pantai diantara pulau-pulau itu, membuat kita akan terkagum-kagum dibuatnya. 

Hmm…saya mlongo dibuatnya, saking terpesonanya. Hmmm belum lagi surge bawah lautnya, kata Pak Jan Manopo, yang membuat saya penasaran tak berkesudahan.  Sayang berjuta sayang, saya tidak pandai menyelam, dan tak mungkin menyelam dalam waktu yang terjepit ini. 

Pulau Baling-Baling, Mianahsa Tenggara, Sumber: Disparbud Mitra
Pulau Baling-Baling, Mianahsa Tenggara, Sumber: Disparbud Mitra
Daripada terus penasaran, kami akhirnya mencari obat pengganti, yakni Pantai Lumintang, yak tak kalah menawannya. Waktu yang mepet, membuat kami harus merencananakan kunjungan yang estafet. Setelah tidak lama di pantai Lumintang, dengan beberapa jepret, akhirnya kami meneruskan ke Pantai Bentenan dan Pantai Lakban. 

Tidak banyak yang bisa saya ceritakan, tapi hamparan air yang tenang dan biru, dan pasir putihnya, membuat saya terdiam. Untuk apa saya ceritakan, karena bagi saya keindahan akan sangat memuaskan jika saya rasakan sendiri bukan? Selain kawasan pantai, drone yang kami persiapkan juga menangkap areal persawahan, masih di Desa Bentenan.

Pantai Lakban, Minahasa Tenggara. Sumber: Disparbud Mitra
Pantai Lakban, Minahasa Tenggara. Sumber: Disparbud Mitra
Salah satu yang mencengangkan dan sekaligus menenangkan adalah ketika kami sampai di Kubur keramat Desa Belang. Di atas perbukitan yang tidak begitu luas dan tidak tinggi. 

Sayang kami belum dapat informasi yang banyak tentang Kubur Keramat Belang, dari aspek sejarahnya. Namun lokasinya yang di tempat yang tepat, di atas hamparan pantai biru dengan jejeran kapal-kapal nelayan. Membuat keramat itu jujur menjadi cantik amat.

Hmm… hati belum puas, tapi waktu dua hari ini tidaklah cukup untuk menangkap semua keindahan ini. Yang pasti apa yang saya peroleh dua hari ini, memperkaya pengalaman saya untuk materi pelatihan pemandu wisata esok hari. 

Dan tentu saja, saya mungkin cukup menayangkan foto-foto dalam materi presentasi saya dan menutupnya dengan ajakan, kepada pramu wisata, untuk mengabarkan ke seluruh penjuru negeri Nusantara dan dunia, bahwa Minahasa Tenggara, adalah tanah surga. Itu saja…

Salam Hormat.... Wuri Handoko

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun