Anda pernah mengunjungi Desa Rohomoni, di Pulau Haruku, Provinsi Maluku? Desa yang sederhana, dengan kehidupan masyarakatnya nan bersahaja.Â
Desa Rohomoni, adalah salah satu desa, yang pada masa abad 16 merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Hatuhaha, di Pulau Haruku. Di Desa itu, hingga kini masih berdiri, masjid kuno, yang disebut Masjid Kuno Hatuhahamarima, saksi peradaban peninggalan sejarah masa Islam, yang hingga kini masih bisa disaksikan. Masjid Kuno Hatuhahamarima, simbol Islam, sekaligus simbol budaya dan adat masyarakat Desa Rohomoni.
Sejarah Pendirian Masjid Kuno
Masjid yang dibangun pada tahun 1659 itu, hingga kini masih terpelihara. Kesadaran masyarakat yang kuat, membuat masjid kuno itu tetap terjaga. Menjaga ruh Islam, sekaligus juga jiwa tradisi dan adat setempat.Â
Sejarah berdirinya masjid kuno ini, tak bisa dilepaskan dari sejarah sosial budaya masyarakatnya. Orang Rohomoni, dan pada umumnya masyarakat adat di Maluku, sangat memehgang teguh tradisi budaya dan adat. Hal itu karena warisan leluhur yang sangat mereka hormati.Â
Masuknya agama modern, pengaruh Islam, tidak menyebabkan masyarakat melepaskan diri dari budaya lokalnya. Justru sebaliknya diantara keduanya saling melengkapi. Ada proses rekonsiliasi atau akomodasi antara agama dan budaya lokal.
Masjid Kuno Hatuhahamarima, di Pulau Haruku adalah bukti akomodasi agama dan budaya lokal itu. Sama halnya Masjid Kuno Kudus atau Masjid Demak di Jawa Tengah.Â
Di Maluku, ada beberapa masjid kuno yang menjadi simbol pengaruh Islam yang merawat tradisi budaya lokalnya. Selain masjid kuno Rohomoni, ada masjid Kuno Wapauwe, yang sangat populer di kalangan masyarakat Maluku. Untuk masjid Kuno Wapauwe, saya akan menuliskan di tulisan berbeda nanti.
Pada abad 16-17 M, Desa Rohomoni, adalah salah satu dari wilayah persekutuan lima negeri, terdiri dari Pelauw, Kabauw, Rohomoni, Kailolo dan Hulaliu. Persekutuan lima negeri itu merupakan wilayah Kerajaan Hatuhaha. Pada masa itu Kerajaan Hatuhaham merupakan wilayah pusat pengaruh Islam di Pulau Haruku.
Simbol Toleransi
Pada masa pendirian masjid kuno itu, sebenarnya masyarakar Pulau Haruku, juga sedang menghadapi persaingan dengan pengaruh kolonial Portugis. Oleh karena itu, pada waktu yang hampir bersamaan, berkembang dan meluas pula pengaruh kolonialisasi Portugis di wilayah itu.
Pada suatu ketika, penduduk Hulaliu, beralih menjadi penganut Kristen Katolik, namun persaudaraan dengan keempat negeri saudaranya itu tetap bertahan. Oleh karena itu didirikanlah Masjid Kuno, sebagai simbol Islam, sekaligus simbol persaudaraan kelima negeri. Simbol ikatan adat dan tradisi Kerajaan Hatuhaha, meskipun Hulaliu sudah beralih menjadi penganut agama Kristen.
Dalam edisi Kompasiana sebelumnya, saya pernah menyebut, ada sebuah masjid kuno di Pulau Haruku, menjadi simbol persaudaraan Islam dan Kristen atau Salam dan Sarani di Maluku. Masjid inilah yang saya maksud. Masjid yang sangat populer di kalangan masyarakat Maluku. Tapi tampaknya, belum cukup dikenal di Indonesia.
Rancang Bangun Masjid Kuno
Masjid Kuno di Desa Rohomoni, Pulau Haruku, bagian dinding maupun atap masih dinding kayu dan atap rumbia. Keseluruhan bangunan tanpa menggunakan paku melainkan pasak, dan ikatan tali ijuk atau dalam istilah lokal disebut gamuttu.Â
Bangunan terdiri dari tiga bagian yakni ruang utama, ruang tambahan, dan serambi masjid. Ruang utama atau badan masjid merupakan simbol persekutuan empat negeri Islam, yakni Pelauw, Kabauw, Kailolo, dan Rohomoni sendiri. Sementara itu bangunan tambahan atau masyarakat sebut bangunan masjid yang lebih kecil sebagai simbol dari masyarakat Negeri Hulaliu yang sejak masa Portugis telah menganut agama Kristen.
Antara bangunan yang lebih besar dengan bangunan yang lebih kecil dihubungkan dengan ruangan semacam koridor, yang tampak sebagai sambungan antar bangunan masjid. Di bagian depan bangunan yang lebih kecil, disambungkan lagi dengan serambi atau beranda masjid.
Bangunan masjid yang lebih besar memiliki atap bersusun tiga, sedangkan bangunan yang lebih kecil, memiliki atap bersusun dua. Pada atap yang paling tinggi terdapat tiang alif, yang merupakan tiang Alif baru sebagai pengganti tiang alif lama yang sudah rusak.
Di serambi terdapat tempayan air yang terletak di bagian kanan dan kiri pintu serambi. Pada bangunan masjid terdapat berbagai macam ornamen, terutama motif flora yang menghiasi sebagian besar badan masjid, ventilasi diantara setiap susun atap dan panil-panil pintu masjid dan tiang masjid bagian luar.
Selain motif hias flora, juga tampak motif hias fauna yakni di panil pintu masjid dan tiang serambi masjid yang yang punya makna tertentu. Bangunan masjid, yakni ruang utama masjid yang besar berbentuk bujur sangkar berukuran 20 M2, Â sedangkang ruang masjid yang lebih kecil dan bersambung dengan beranda seluruhnya berukuran 11 M x 5 M.
Bangunan masjid, dikelilingi oleh tembok keliling, terutama yang maih tersisa yakni di bagian depan mihrab masjid atau bagian sebelah barat masjid, dengan pintu gerbangnya di sebelah kanan arah masuk pintu gerbang. Dalam ruangan masjid, bangunan ditopang oleh empat tiang utama (soko guru) dan lantai bangunan masih berupa lantai tanah.
Simbol Islam Merawat Budaya
Masjid kuno di Desa Rohomoni, Pulau Haruku, menunjukkan rancang bangun simbol agama dan budaya sekaligus. Bentup atap tumpeng misalnya, bersusun tiga dan ciri khas di puncaknya yang disebut 'tiang alif' kekhasan Maluku. Tiang alif, punya makna ganda, Makna Islam, juga makna budaya sekaligus.
Dalam Islam, simbol 'tiang alif' adalah simbol tauhid. Namun dalam budaya lokal masyarakat Rohomoni, masyarakat setempat adalah simbol laki-laki atau simbol langit. Masjid itu sendiri sebagai simbol ibu, perempauan atau simbol bumi.
Jadi, bagi masyarakat Desa Rohomoni, Pulau Haruku, simbol tiang alif, adalah simbol Islam, simbol keesaan Tuhan, sekaligus simbol laki-laki, simbol pelindung umat.Â
Bukti masjid kuno ini, menunjukkan pemahaman masyakat lokal, bahwa berkembangnya pengaruh Islam, namun tradisi, adat dan budaya tetap bertahan.Â
Atap tumpang masjid, bersusun tiga, dalam pandangan masyarakat setempat, ditafsirkan dari atap paling bawah sampai yang paling atas sebagai simbol syariat, tarekat, hakekat dan makrifat
Masjid kuno di Maluku, juga hanya memiliki satu pintu. Masjid kuno dengan satu pintu melambangkan kesucian seorang wanita atau seorang ibu. Dalam konsepsi simbolis dan filosofis, bagi masyarakat Rohomoni, punya makna kesucian seorang ibu. Semua kehidudan manusia, lahir dari seorang ibu yang suci. Demikian pemahamam makna  dari budaya lokal masyarakat setempat.
Di beranda masjid kuno itu, juga diletakkan tempayan tanah liat. Tempayan yang terdapat di bagian depan masjid, itu untuk ritual penyucian diri sebelum memasuki masjid.
Di wilayah Rohomoni, juga ada simbol ruang yang menunjukkan akomodasi konsep agama dan adat. Dalam pandangan arkeologi, Â dapat ditunjukkan adanya rumah adat (baeleo), yang berada persis berhadapan dengan masjid. Dalam keterangan tokoh masyarakat setempat, hal ini sebagai lambang atau simbolisasi bahwa agama tidak bisa dipisahkan dengan adat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H