Tradisi lisan setempat, menyebutkan bahwa masyarakat Minahasa pada episode pemerintahan kerajaan, merupakan daerah surplus pangan, konon sampai mengekspor atau mendistribusikan ke wilayah Kesultanan Ternate dan Kerajaan Banggai di Sulawesi Tengah.
Lumpang batu, yang mungkin dianggap sepele bagi orang awam, merupakan pelajaran berharga. Menjadi bukti tentang kekayaan masa lampau yang kini dapat dihidupkan kembali menjadi potensi sumberdaya pertanian.
Sekali lagi, dari data sebaran lumpang batu di Bumi Minahasa, memberikan knowledge, bahwa budaya pertanian masa lampau, masyarakat Minahasa sangat maju.
Data arkeologi lumpang batu serta tradisi padi ladang orang Minahasa, membuktikan bahwa pada masa lampau, daerah itu surplus pangan. Tradisi padi lading dikenal sejak masa awal masyarakat mengenal bercocok tanam. Pendek kata, Bumi Minahasa, Sulawesi Utara itu sejak dulu penghasil bahan pangan.
Lalu, mengapa terjadi degradasi pertanian?
Zaman dulu sebagai daerah penyuplai bahan makanan ke daerah lain, namun kini pertanian tampaknya bukan lagi menjadi andalan utama perekonomian masyarakat?
Nah…kalau dibandingkan zaman saat ini, lokasi-lokasi tempat ditemukan lesung batu, pada umumnya adalah lahan-lahan tidur tidak tergarap. Padahal dalam kacamata arkeologi, lokasi ditemukannya sebaran lumpang-lumpang batu dapat diartikan sebagai daerah-daerah pusat pertanian.
Kenapa tidak, belajar dari masa lalu, lahan-lahan tidur itu diolah kembali sebagai lahan pertanian yang produktif. Potensi lahan memungkinkan, jika diliat dalam kacamata budaya masa lampau. Belajarlah dari masa lalu, untuk masa depan gemilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H