Â
Bagi orang awam, banyaknya peninggalan masa lampau berupa lesung batu dan lumpung batu, tentu tidak menarik. Bahkan mungkin dianggap tidak punya arti dan manfaat.
Tapi berbeda jika berada di tangan para arkeolog. Kalau hanya satu buah, mungkin juga tidak penting, tapi bagaimana kalau jumlahnya banyak dan tersebar pada hampir seluruh Semenanjung Minahasa atau Provinsi Sulawesi Utara saat ini.
Temuan itu pada umumnya berada di wilayah-wilayah perbukitan dan sebagaian di sekitar rumah tinggal penduduk di wilayah Bumi Minahasa.
Tahukah anda, lesung batu dan lumpang batu adalah alat pertanian yang sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu.
Lumpang batu, kemungkinan dikenal pada masa transisi dari periode neolitik atau zaman batu muda ke zaman megalitik atau zaman batu besar, yaitu zaman ketika leluhur kita sudah mengenal pembuatan alat-alat dengan medium batu berukukuran besar.
Biasanya digunakan untuk media ritual keagaman. Lalu, dengan jumlah yang banyak dan tersebar merata di Bumi Minahsa, kita bisa membayangkan, masa itu kehidupan pertanian disana sudah sangat maju.
Kita juga akan membayangkan, pada masa itu, melihat setiap harinya warga melakukan aktivitas menumbuk biji-bijian atau padi-padian. Â Â
Temuan lumpang-lumpang batu yang banyak itu menandakan jejak peradaban olah pangan atau pertanian yang maju leluhur orang Minahasa pada masa lampau. Sebaran temuan lesung dan lumpang batu, dalam kacamata arkeolog menarik untuk dilacak lagi maknanya.
Jika kita tempatkan cara pandang kita saat ini, temuan arkeologis itu merupakan alat industri olah pangan. Tentu ada ketahanan pangan disitu yang bisa kita perbincangkan.
Bakan surplus pangan dalam kondisi masyarakatnya yang  adil dan makmur dalam konsep kebangsaan atau nation state kala itu.