Sebagaimana yang beliau jadwalkan bahwa TPA (taman pendidikan Al-Qur'an) Â masuknya selama satu minggu dua kali, kecuali TPA (taman pendidikan Al-Qur'an) yang ada dirumah beliau itu masuk setiap hari setiap ba'da maghrib. Dan malam harinya adalah saat dimana waktu beliau bisa berkumpul dengan keluarga tercinta, beliau selalu menghabiskan waktu bersama keluarga setelah mengajar mengaji di rumah beliau.Â
Beliau berkata bahwa; "Kalau memang ada kesempatan pada siang harinya dan saya tidak ada kegiatan atau aktivitas lainnya maka saya bisa memfokuskan kepada keluarga saya."
Pada saat melakukan observasi dengan Bu Uswatun, saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau yang berkaitan dengan proses belajar mengajar baik di TPA (taman pendidikan Al-Qur'an) maupun di madin (madrasah diniyah).Â
Pertanyaan yang saya ajukan seperti halnya, cara belajar yang efektif, pencapaian hasil yang maksimal dalam belajar, upaya dalam memotivasi para muridnya, upaya yang berhasil diterapkan, dan juga perubahan serta kemajuan salama mengajar. Dan jawaban beliau atas pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan tersebut, saya simpulkan dan saya tulis dibawah.
Bu Uswatun mempunyai pendapat bahwasanya untuk melaksanakan belajar atau pembelajaran secara efektif itu sangat sulit sekali, menurut beliau kesulitan tersebut bukan dari murid-muridnya, melainkan dari beliau sendiri yang banyak sekali aktivitas jadi tidak bisa untuk fokus ke satu tempat saja.Â
Tetapi menurut beliau, untuk murid-muridnya sendiri Alhamdulillah mempunyai semangat dan keinginan belajar mengaji yang tinggi. Dan kalaupun semangat atau keinginan belajar murid-muridnya mulai surut, Bu Uswatun mempunyai cara yang efektif agar murid-muridnya bisa tertarik kembali untuk mengaji.Â
Cara yang beliau gunakan seperti halnya, diajak bermain misalnya bermain kelereng, diajak lomba misalnya lomba hafalan juz amma, atau lomba adzan, atau lomba keagamaan lainnya yang kemudian diberi hadiah, atau diberikan makanan ringan (jajanan), alat tulis seperti bolpoint, pensil, penghapus, buku, dan sebagainya, sebagai bentuk tali asih agar murid-muridnya menjadi senang dan bisa tertarik untuk belajar mengaji.Â
Beliau berpendapat bahwasanya ketika seorang anak diajari dengan cara yang kasar maka anak atau muridnya tersebut tidak akan paham terhadap pelajaran maupun materi yang ada.Â
Tetapi dengan beliau mengajar sambil tertawa, tersenyum, maupun bermain maka hal tersebut menjadikan seorang anak atau murid bisa tenang dan ada kemauan untuk belajar.
Bu Uswatun mempunyai pendapat tentang banyaknya perkembangan atas pencapaian murid-muridnya dalam mengaji maupun mempelajari ilmu-ilmu agama, hal tersebut dibuktikan dengan keadaan yang dulunya saat dirumah seorang anak itu sangat bandel atau disuruh mengaji tidak mau, tetapi dengan adanya lantaran dimasukkan di TPA (taman pendidikan Al-Qur'an) mereka atau para muridnya bacaan mengajinya sudah bisa didengarkan, bahkan yang baru masuk sekitar 2 tahun sudah khatam dari iqro' 1 sampai dengan iqro' 6.Â
Beliau berpendapat bahwa pencapaian belajar dari para muridnya yang membuat para orang tua bangga karena anaknya bisa mengaji adalah sebab lantaran dukungan yang maksismal dari orang tuanya dan semangat dari pribadi para muridnya.