Mohon tunggu...
DW.
DW. Mohon Tunggu... Lainnya - sedang sekolah (gizi)

menulis untuk #mengenal-Nya, menulis untuk #belajar, menulis untuk #bahagia, menulis untuk #menemukan diri.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Backpacker Ilmiah di Kota Jogja

12 Januari 2023   16:56 Diperbarui: 12 Januari 2023   17:16 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi bungkus gratis yang dibagikan saat berbuka menjadi salah satu penolong Kami dalam menghemat pengeluaran saat itu, ditambah suasana Masjid Kampus UGM yang romantis (karena makannya di dekat danau) menjadikan malam itu malam yang sempurna. 

Sebuah hal yang luar biasa ketika mengetahui bahwa yang akan khutbah pada sholat tarawih hari itu adalah Prof. Amin Rais. Beliau mengingatkan untuk tetap menjaga kesatuan umat Islam meskipun belum ada kesatuan dalam menetapkan 1 Ramadhan.

Esok pagi, Kami kembali menyusun rencana mendatangi perpustakaan Ignatius. Sebelum berangkat ke perpustakaan Ignatius, Kami menyempatkan berkunjung ke Pusat Kebudayaan Jerman dan Pusat Kebudayaan Jepang. Meskipun, Jerman adalah negara sekular-liberal, impian saya untuk belajar kesana agaknya tidak pernah padam.

Setelah mengunjungi kedua tempat itu, Kami kemudian langsung menuju Perpustakaan Ignatius. Disana, saya cukup terkesima dengan sistem pengorganisasian, administrasi, dan kelengkapan disana. Bahkan Kami tidak boleh memfotokopi satu buku utuh. Sepertinya itu merupakan salah satu upaya untuk menjaga koleksi perpustakaan agar tidak hilang perlahan-lahan.

Kami berada di perpustakaan tersebut hingga perpustakaan tutup yaitu jam 13.00, tujuan Kami selanjutnya adalah menuju masjid Syuhada, yang terletak tidak begitu jauh dari sana. Teman saya mengatakan di masjid tersebut lah tempat pembantaian 6000 ulama oleh Amangkurat I. Akan tetapi berita ini ternyata perlu dikoreksi karena masjid tersebut bukan saksi bisu pembantaian tersebut. Masjid ini dinamakan syuhada karena sebelumnya di tempat masjid ini berdiri adalah makam para syuhada yang kemudian dipindahkan ke Taman Makan Pahlawan. Masjid ini didirikan pada tahun 1949 dengan biaya sebesar 1 juta rupiah. Woow, besar sekali ya nominal 1 juta rupiah pada saat itu.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi

Entah mengapa, saya sekarang jatuh cinta dengan Jogjakarta, bahkan Prof. Wan Mohd Wan Nur Daud (cendekiawan asal Malaysia) mengenang kota ini sebagai kota yang indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun