Sejak wafatnya Rasulullah SAW., kepemimpinan umat Islam sudah banyak sekali mengalami peralihan. Hal tersebut dimulai dari Khulafaur Rasyiddin, hingga berbagai daulah Islam yang muncul setelahnya. Daulah Islam sendiri berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa Khulafaur Rasyiddin, mereka yang menggantikan Rasulullah dalam hal kepemimpinan Umat Islam dipilih melalui baiat umat. Namun di masa daulah, kepemimpinan ditentukan berdasarkan keturunan. Salah satu daulah Islam yang berhasil membawa Islam pada masa kejayaannya adalah daulah Abbasiyah.
Berdirinya daulah Abbasiyah sendiri sebagai daulah pengganti Umayyah yang mulai melemah dimulai dengan berbagai upaya propaganda yang dilakukan karena adanya ketidaksenangan terhadap pemerintahan daulah Umayah. Penyebab utama terjadinya upaya propaganda terhadap daulah Umayyah ini adalah meningkatnya kesenjangan diantara masyarakat karena para gubernur yang ditunjuk oleh kekhalifahan Umayah melakukan praktik korupsi. Selain itu, banyak juga yang menganggap bahwa kekuasaan daulah Umayyah tidak sah karena mereka bukanlah keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Propaganda tersebut dilakukan oleh Muhammad ibn Ali yang kemudian diteruskan oleh Ibrahim ibn Muhammad, hingga Abu Al-Abbas as-Saffah. Kemudian pada Oktober 749 M, Abu as-Saffah dinyatakan sebagai khalifah dan tentaranya telah memasuki Kufah yang merupakan sebuah pusat Muslim di Irak Selatan. Abu as-Saffah segera bertolak untuk menggempur kekuatan daulah Umayyah yang dipimpin oleh Marwan II sebagai khalifahnya.
Meskipun Marwan II sebenarnya memiliki kekuatan yang jauh lebih besar, pada kenyataannya dalam pertempuran tersebut banyak dari pasukan Umayyah yang merasa goyah dan kelelahan akibat kekalahan serangkaian perang sebelumnya. Disisi lain, pasukan Abbasiyah justru menggunakan taktik perang yang digunakan daulah Umayyah pada pertempuran sebelumnya, yakni dengan membentuk dinding dari tombak. Taktik ini membuahkan hasil, sehingga pihak Umayyah tidak mampu menembus pertahanan mereka.
Kekalahan Umayyah secara otomatis menjadi awal pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, dengan Abu Abbas As-Saffah sebagai khalifah pertamanya. Pada puncak kejayaannya, Umat Islam dibawah pemerintahan daulah Abbasiyah banyak mencapai kemajuan dalam berbagai aspek, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, banyak dilakukan berbagai kegiatan menerjemahkan naskah-naskah asing, terutama penerjemahan dari naskah yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab. Selain itu juga, pada masa ini didirikan Perpustakaan Baitul Hikmah sebagai pusat pengembangan ilmu, serta terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan.
Dalam bidang sastra, dikenal sebuah karya yang mendunia yaitu Kisah 1001 Malam. Â Banyak sekali para ilmuwan Islam terkenal dunia yang muncul pada masa Abbasiyah, seperti seperti Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi (filsuf Arab pertama), dan al-Razi (filsuf, ahli fisika, dan kedokteran).
Berbagai kemajuan tersebut tidak terlepas dari peran para khalifah yang menetapakan sebuah kebijakan agar peradaban umat Islam semakin maju. Contohnya adalah pada masa Harun al-Rasyid yaitu sekitar tahun 786-809 M, sang khalifah mendirikan berbagai bangunan yang dapat digunakan untuk keperluan sosial, seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, dan farmasi.
Dalam sejarahnya, umat Islam pernah mengalami masa keemasan yang bahkan melebihi wilayah barat. Para pakar sejarah menunjukkan pada masa kekuasaan daulah Abbasiyah yang berada di Baghdad, Islam telah mencapai puncak kejayaannya dalam rentang waktu yang cukup panjang, hal inilah yang menyebabkan dinasti ini menempati kedudukan yang penting dalam sejarah Islam.
Namun, berbagai kegemilangan yang diraih ini pada akhirnya membuat para khalifah penerus di kemudian hari menjadi lupa diri, sehingga membuat mereka lebih mencintai dunia. Para khalifah hidup dalam kondisi yang sangat mewah dan hedon. Hal itu tentu saja berdampak pada kemunduran kekuasaannya, terutama dalam bidang ekonomi. Belum lagi terjadinya peristiwa perang salib mau tidak mau merugikan daulah Abbasiyah baik dalam kerugian nyawa maupun materi.
Kemudian, kemunduran ini pada akhirnya mengarah pada kehancuran daulah Abbasiyah setelah diserang oleh pasukan Mongol yang berhasil menghancurkan kota Baghdad pada masa itu. Khalifah Al-Musta'shim Billah pada akhirnya tidak mampu membendung serangan dari bangsa nomaden ini.Â
Peristiwa ini menjadi salah satu kenyataan pahit dalam sejarah umat Islam. Saat itu ratusan ribu mayat berserakan dengan tubuh tanpa kepala. Para tentara mongol memenggal kepala mereka untuk memastikan semuanya benar-benar tewas dalam peristiwa tersebut. Kemudian kota Baghdad yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam tersebut harus menjadi puing-puing dan meninggalkan keindahannya.
Selain itu, hal lain yang juga disesali oleh umat Islam dalam peristiwa ini adalah berbagai Khazanah Islam yang sudah dikumpulkan selama beberapa abad tersebut harus musnah menyisakan tinta hitam di Sungai Tigris akibat ribuan manuskrip yang dilemparkan kedalamnya. Hal tersebut merupakan bencana besar dalam sejarah peradaban dan literatur umat Islam.
Kemudian, pasukan Mongol mengeksekusi khalifah Al-Musta'shim Billah  1258 M. Terbunuhnya Khalifah Al-Musta'shim Billah ini menjadi penanda bahwa kekuasaan daulah Abbasiyah yang telah berlangsung sekian abad harus berakhir dengan tragis.
Sebagaimana alur sebuah kehidupan, suatu peradaban akan mengalami berbagai fase dalam kehadirannya. Daulah Abbasiyah yang pada masa kejayaannya meraih banyak kegemilangan, dikemudian hari harus mengalami kemunduran bahkan kehancuran hingga akhirnya akan digantikan dengan kemunculan Dinasti berikutnya. Hal ini sesuai dengan suatu teori yang telah dijelaskan oleh seorang tokoh Muslim yaitu Ibnu Khaldun dalam pemikirannya teori Siklus.
Dalam teori siklus, dijelaskan bahwa suatu peristiwa sejarah itu berputar sehingga peristiwa sejarah dapat terulang. Dalam kekuasaan tersendiri, teori siklus ini didasarkan pada pemahaman mendalam tentang dinamika sosial dan politiknya. Ibnu Khaldun dalam hal ini memandang bahwa setiap dinasti atau kekuasaan politik akan mengalami sebuah proses perubahan yang berulang-ulang, dimana proses tersebut dimulai dari fase: 1) awal kekuasaan; 2) Puncak kekuasaan; 3) Penurunan; 4) Kehancuran; 5) Siklus baru, yang ditandai dengan munculnya dinasti baru.
Dalam teori siklus kekuasaan sendiri, setelah daulah Abbasiyah melalui berbagai fase dalam keberadaannya, dimulai dari awal keberadaannya dengan berbagai upaya propaganda yang mereka lakukan, sehingga pada akhirnya berhasil menumbangkan kekuasaan daulah Umayyah, daulah Abbasiyah pada akhirnya mampu menggantikan kepemimpinan umat Islam, hingga pada akhirnya mencapai puncak kejayaannya, dengan munculnya berbagai prestasi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. Yang kemudian berbagai kegemilangan yang didapat itu pada akhirnya membuat mereka lalai dalam menjalankan kekuasaan hingga tanpa mereka sadari daulah Abbasiyah sudah berada pada fase kemundurannya. Â Hingga selanjutnya pada kemunduran itu harus disusul dengan peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh Bangsa Mongol yang berhasil mengakhiri kekuasaan daulah Abbasiyah setelah sekian abad lamanya. Namun, runtuhnya daulah Abbasiyah ini bukan berarti bahwa kepemimpinan umat Islam berakhir begitu saja. Karena setelah daulah Abbasiyah berakhir, banyak bermunculan daulah setelahnya, seperti Bani Buwaihi, Bani Seljuk atau bahkan Bani Umayyah yang berpusat di Spanyol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H