Mohon tunggu...
Wulan Ayu
Wulan Ayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Master Student of Forestry in Lampung University

Menulis itu manis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"TORA: Solusi atau Masalah?"

12 September 2022   12:10 Diperbarui: 12 September 2022   12:37 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah TORA merupakan Kebijakan Pro Rakyat?

Selain laju degradasi hutan yang semakin meningkat, kehutanan Indonesia juga memiliki beberapa permasalahan seperti kurang berkembangnya investasi di bidang kehutanan, rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal logging dan illegal trade, merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, serta meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik sehingga perlu dilakukan usaha yang bersifat strategis baik dalam bentuk deregulasi maupun debirokratisasi (Ruhimat, 2010). 

Selain permasalahan tersebut, permasalahan lain yang ada dalam kawasan hutan di Provinsi Lampung yaitu adanya desa definitif dalam kawasan hutan yang terindikasi sejumlah 221 memiliki sertifikat tanah dalam kawasan hutan serta konflik tenurial lainnya dalam kawasan hutan. Pelaksanaan pengalokasian, pendistribusian dan pemberian hak atas tanah dimaksudkan kepada masyarakat, badan hukum dan instansi pemerintah, yang selama ini telah memanfaatkan dan menguasai secara fisik tanah tersebut, yang mana diatur dan ditetapkan pedoman dan pelaksanaannya melalui Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2001 tanggal 22 Oktober 2001 tentang Alih Fungsi Lahan dari Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) seluas 145.125 Ha menjadi kawasan bukan HPK dalam rangka pemberian Hak Atas Tanah.

Pada tahun 2022, Presiden RI, Joko Widodo memberikan Surat Keputusan (SK) Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) sebanyak 58 SK di Provinsi Lampung.  TORA merupakan program pemerintah yang memberikan kepastian kepada masyarakat untuk memiliki legalitas hak atas tanah di dalam kawasan hutan.  Dalam prakteknya, TORA tidak diberikan kepada semua masyarakat, tetapi diperuntukan hanya bagi masyarakat yang sudah terlanjur menggunakan kawasan hutan baik untuk pemukiman, fasilitas sosial, dan fasilitas umum lainnya. Adanya pengecualian ini mengakibatkan banyaknya free rider yang berharap akan memiliki lahan kelola yang lokasinya di hutan.

Apakah TORA menjadi Solusi atau Justru Menimbulkan Masalah Baru?

Saat ini TORA bagaikan sebuah regulasi yang diibaratkan dua sisi mata uang. Pada satu sisi, TORA ada dengan maksud sebagai solusi bagi permasalahan kawasan hutan yang sudah banyak beralih fungsi sebagai akibat dari penggunaan kawasan hutan oleh masyarakat.  Disisi lain, adanya TORA dapat menjadi peluang semakin berkurangnya luasan kawasan hutan, karena pada umumnya masyarakat akan berbondong-bondong dan juga banyak free rider  yang akan memanipulasi kondisi di lapang agar mememnuhi syarat untuk mengajukan lahan garapan mereka di dalam kawasan hutan sebagai objek TORA.  

Dengan demikian, tentu masalah baru akan muncul yaitu berkurangnya luasan hutan di suatu lokasi karena bukti-bukti yang dimiliki masyarakat seperti yang dipersyaratkan program TORA. Berdasarkan kondisi ini maka perlu segera adanya peninjauan ulang regulasi mengenai program TORA, kemudian di sisi yang lain untuk mengatasi keterlanjuran yang sudah terjadi di lapang perlu lebih dikuatkan program-program pemberdayaan masyarakat dalam mendukung kelestarian fungsi kawasan hutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun