Mohon tunggu...
Shri Werdhaning Ayu
Shri Werdhaning Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Brang Wetan

Anak Lumajang yang lahir di Bumi Lumajang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kuliah? Tak Harus Sampai Jual Sawah (Karena Memang Tak Punya Sawah)

4 April 2022   11:04 Diperbarui: 4 April 2022   11:08 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memberi tahu seluruh keluarga kalau saya akan dapat beasiswa. Waktu penyerahan beasiswa dilaksanakan di pendopo kabupaten. Saya berangkat bersama ibu. Ditatap oleh tetangga yang mengatakan bahwa saya buat bayar sekolah akan jual rumah. Uang beasiswa sebesar 5juta rupiah, menjamin kehidupan SMA saya hingga di tahun terakhir.

Kelas 3 SMA, saya sampaikan keinginan saya kepada keluarga kalau saya ingin kuliah. Saya ingin sekolah tinggi.   Responnya jelas, ditolak mentah-mentah. Tapi saya kekeuh, saya akan kuliah. Saya harus sekolah tinggi. Melalui sekolah, saya mendaftar Bidikmisi. Tidak diterima melalui jalur SNMPTN, saya kembali mencoba melalui jalur SBMPTN. 

Dengan segala dramanya, saya dinyatakan diterima. Dari Lumajang, saya berangkat ke Surabaya, dengan uang 400rb yang diberikan oleh mbah. Malam sebelum berangkat, berkali-kali mbah menanyakan, apakah uang 400rb itu akan mencukupi hidup saya di kota orang.

Yah, saya berhasil bertahan hidup. Bidikmisi memberikan tunjangan hidup 600rb (yang kemudian naik jadi 650rb) perbulan. Cukup untuk bertahan hidup dengan segala kemepetannya. Selain kuliah, kerja, jualan, dilakukan demi bisa bertahan.

Saya lulus 4,5 tahun. Terlambat 1 semester. Pada pertengahan 2019 saya menikah, dan Maret 2020 saya lulus.

Menjalani kehidupan sebagai perempuan karir + ibu rumah tangga, tidak pernah menyurutkan keinginan saya untuk sekolah lagi. Bahkan ketika saya baru selesai melahirkan, berkali-kali saya mencari informasi beasiswa S2. 

Ketika anak saya berusia 10 bulan, saya mendapatkan informasi Beasiswa Pendidikan Indonesia. Saya langsung minta ijin suami untuk mendaftar, dan diijinkan. Saya urus semua persyaratan, dan pada akhir Agustus 2021, saya resmi menjadi mahasiswa Pascasarjana, jalur beban negara (lagi).

Keberuntungan saya adalah saya bekerja di tempat yang sangat mendukung karyawannya untuk menempuh pendidikan, lagi dan lagi. Saya mengajar sebagai guru di sekolah swasta, yang kemudian memberikan saya cuti belajar, sehingga saya bisa fokus untuk kuliah terlebih dahulu.

Intinya adalah semua orang bisa belajar, bisa sekolah tinggi. Sekolah tinggi memang tidak akan menjamin kamu menjadi orang kaya ataupun orang sukses. Tetapi sekolah tinggi akan memberikan kamu lebih banyak pilihan untuk bertahan hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun