Mohon tunggu...
Shri Werdhaning Ayu
Shri Werdhaning Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Brang Wetan

Anak Lumajang yang lahir di Bumi Lumajang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kondisi Tanah dan Kebiasaan di Jawa Berdasarkan Catatan Perjalanan Ong Tae Hae

6 Maret 2022   19:22 Diperbarui: 6 Maret 2022   19:27 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.jurnalponsel.com

Tulisan ini berdasarkan dari buku terjemahan catatan perjalanan Ong Tae Hae yang berjudul Melayap Nusantara. Karya anak bangsa loh. Masih belum banyak memang, buku terjemahan catatan perjalanan asing yang ditulis oleh anak bangsa sendiri. 

Ong Tae Hae adalah seorang pengelanan daari Tiongkok dari abad 18 dan seperti biasa, rutin nan rajin menuliskan apa yang ia temui, lihat, amati, dan rasakan.

Kondisi Tanah dan Kebiasaan di Jawa 

1. Negerinya bernama Batavia

Ong Tae Hae menuliskan bahwa negerinya orang Jawa bernama Batavia. Negeri ini memiliki pesisir yang di dalamnya tinggal orang - orang Belanda dengan jumlah populasi tidak lebih dari total sepersepuluh keseluruhan populasi.   Jumlah orang Jawa adalah ratusan kali dari orang Belanda.

Penduduk lokal digambarkan sebagai masyarakat yang sederhana dan sopan, tetapi bodoh dan membosankan. (Deskripsi ini berbeda kalau teman  - teman  melihat catatan Tome Pires,  Suma Oriental tentang penggambaran orang Jawa yang pemarah dan angkuh). 

Berikutnya adalah orang Jawa ini bersikap lembek, lemah dan secara alamiah penakut terutama kepada orang - orang Eropa. Mereka akan mengucapkan salam setiap kali nama mereka disebut dan menunjukkan sikap yang jelas antara hamba - tuan. 

Kapanpun orang yang status sosialnya lebih rendah bertemu  dengan orang yang  status sosialnya lebih tinggi, maka mereka akan  melakukan gerakan menyembah/sujud yakni gerakan menekuk lutut seraya menakup kedua telapak tangan.

Saya rasa pengaruh kolonialisme pada abad  ke-18 sudah sangat masuk ke segala sendi masyarakat sehingga jelas menghasilkan deskripsi yang berbeda dengan yang dijabarkan oleh Tome Pires yang berasal dari sekitar abad-14 atau 15 (koreksi di komentar jika teman-teman mengerti abadnya). 

Pada abad - abad sebelumnya, pada masa kesultanan, disebutkan bahwa meskipun bangssa-bangsa Barat sudah memasuki wilayah  Nusantara, seperti Banten atau Aceh, tetapi posisi mereka masih sebagai kongsi dagang yang menawarkan kesepakatan kerja sama  dengan penguasa lokal. 

Jika teman-teman ingin tau, bisa cek  pada tulisan saya yang mengulas perdagangan lada antara Kesultanan Banten dan VOC. 

Perubahan drastis, dapat dilihat, terjadi utamanya  pasca Batavia dikuasai oleh VOC, yang kemudian merambat ke segala arah di Pulau Jawa.

Bangsa Barat tidak lagi  menjadi sekedar tamu asing yang harus tinggal di pesisir,  di luar bentengg  kota, tetapi telah menjadi golongan dengan status sosial tinggi bagi masyarakat Jawa. 

2. Menanam Padi

Orang  Jawa tinggal di bukit-bukit dan lembah. Mereka hidup dengan mengolah ladang yang dipanen  setahun  sekali. Pada musim semi, ketika tanah penuh dengan air sesudah hujan,mereka menebar benih padi. (Perlu diingat bahwwa Ong Tae Hae berasal dari Tiongkok yang memiliki 4 musim. 

Sepertinya Ia menyebut kondisi saat benih tersemai pasca hujan turun sebagai musim semi). Benih - benih itu serta merta tumbuh sendiri tanpa bantuan cangkul dan bajak. 

Rumput - rumput liar tidak tumbuh dan tanaman  padi dapat menghasilkan dengan sendirinya. Setiap  tangkai berisi ratusan butir beras yang menyebabkan harga beras murah di wilayah ini. 

Masyarakat Jawa juga  menanam padi di perbukitan dengan melubangi tanah menggunakan kayu dan memasukkan bibit ke dalamnya. Jika musimnya tepat, panen  yang didapatkan cukup melimpah. (Apa kabar kita dari jaman modern?). 

Padi tidakdigiling melainkan dimasukkan ke dalam bak kayu.  Orang Jawa akan menggunakan alu untuk menumbuk butir -butir padi  tersebut hingga terpisah dari kulitnya. 

Untuk memisahkan beras dan kulit sekamnya, orang Jawa akan menampinya hingga bersih. Beras Jawa berbeda dengan beras Tiongkok. Beras Jawa lebih panjang dan  lunak. 

3. Rumah Orang Jawa

Rumah orang Jawa seperti paviliun yang terbuka di segala sisi. Tempat duduk berupa tikar yang digelar di tanah. Seluruhh lantai ditutupi oleh tikar dan dilapisi oleh permadani. 

Ranjangnya  tidak tinggi,  kasurnya empuk, dann bantal-bantalnya ditumpukhingga menyerupai menara sebanyak enam hingga tujuh susun. Orang Jawa pada umumnya akan berjongkok atau bersila untuk menemui tamu, lalu saling bersalaman sesuai dengan kebiasaan. 

Orang Jawa akan menghidangkan sirih kepada tamu sebagai wujud penghormatan. Wadah sirih milik orang kaya terbuat dari emas, sedangkan wadah sirih milik orang biasa terbuat dari kuningan. Tempat untuk menampung ludah berbentuk pot yang juga  terbuat dari kuningan. 

4.  Laki - Laki dan Perempuan

Laki  - laki dan perempuan dapat duduk bersebelahan tanpa dicurigai. Pada saat makan tidak menggunakan sumpit, tetapi menggunakan tangan. Orang Jawa mengkonsumsi daging sapi, tetapi menghindari daging anjing  dan babi.

Telapak kaki perempuan Jawa tidak diikat seperti perempuan Tionghoa. Wajah mereka tidak dipoles pewarna ataupun riasa. Tidak ada kuntum bunga yang disematkan di atas kepala juga. Gaun mereka tidak berkerah dan hanya menggenakan bawahan kain, bukan celana panjang. 

Laki-laki mengenakan mantel berkerah dan menyematkan kuntum bunga di kedua sisi kepala. Laki - laki menggunakan celana panjang, bukan rok.   

5. Alam di Jawa

Segala jenis bunga dapat ditemukan sepanjang musim. Bunga dan buah bergantian muncul sepanjang tahun. Orang Jawa menggunakan nanas sebagai penurun panas.

Buah - buahhan di sini terasa lebih lezat dibandingkan dengan yang ada di Kanton dan Hokkian, tentu saja karena tanahnya berbeda.  Sayuran mentah lebih disukai dibandingkan dengan daging ungggas dan itik. Biji-bijian tumbuh dengan mudah sehingga tidak ada yang membudidayakannya. 

Orang Jawa  di Batavia menganggap angin sebagai penyakit dan air sebagai obat. Semua yang terkena angin akan mengalami demam, dan untuk menyembuhkannya cukup mandi di sungai saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun