Namanya Don Givap. Dan baru saja naik kelas XII SMA. Kalo dituliskan dalam bahasa inggris "Don't Give up". Artinya jangan menyerah. Sedangkan jika dilihat dalam estetika italy, sebutan Don selalu disematkan oleh orang-orang italy yang sukses, tampan dan selalu dikelilingi perempuan. Sebenarnya sang ayah terinspirasi oleh dokter kandungannya yang selalu bilang "Don't Give up! Don't Give up! Come on! Push! Pusssshhhhh!!!!" Jadilah Don Givap Puspus lahir, yang akhirnya direvisi menjadi hanya Don Givap oleh istrinya. Kaya namain kucing aja! Komentarnya waktu itu. Nah karena nama inilah si anak menjadi Pede setengah mati. Apalagi untuk urusan perempuan. Walau tampang rata-rata, Tapi gayanya nggak ada ngalahin, '200' kata orang. Gaya masa kini, muka masa gitu, kata yang lainnya.
Tapi itu tidak membuat Don menyerah. Tampang bukan hambatan (atau jangan-jangan dia nggak sadar?). Justru dia melihat sebuah tantangan. Semakin rendah kamu dipandang, semakin manis kemenangan yang akan kamu peroleh. Engkongnya yang dulu finalis abang none jaman kompeni, dan sekarang mendekam dipenjara, selalu menyemangatinya. Dari dialah sebenarnya Don belajar. Ilmu Beladiri dan Perempuanisme. Maklum si Engkong udah 8 kali nikah. Dan dari situ juga Don mewariskan jurus-jurus ampuh menaklukkan wanita. Termasuk Buku Panduan Para Buaya yang diwariskan turun temurun.
Beda lagi dengan enyak nya. Dia paling geli bercampur jijik kalo Don petentang-petenteng menantang cermin. Niat si Enyak sebenarnya baik, agar Don tidak terlalu overestimate terhadap dirinya. Biar nggak sombong, riya atau takabur. "Elu tuh kalo dipikir-pikir sebenernya ganteng, Don." Kata Enyak waktu itu menyemangati. "Cuma sayangnya, kaga ada yang mikirin elu!" Sambungnya enteng.
Tapi Don nggak pernah sakit hati. Bahkan ketika namanya di cela seluruh penjuru negeri, dia tetap cuek bebek. Apalagi masalah perempuan. Dengan ajian pede tingkat tinggi dan Buku Panduan Para Buaya di tangan, dia menatap masa depan dengan semangat baja. Don membayangkan dirinya sedang dikelilingi para perempuan di masa yang akan datang. Apalagi kita semua tahu, Don juga tahu, Jodoh udah ada yang ngatur, sekarang tinggal bagaimana usahanya aja.
Sepak terjang Don memang nggak bisa dibilang main-main. Don nggak pernah sungkan apalagi ragu mendekati incerannya. Semuanya yang cantik-cantik disabet, kambing yang bedaknya udah mulai luntur kadang juga dideketin. Akhirnya dari 15 kali ngincer cewek, lima kali 'hanya di anggap kakak', lima kali ngakunya udah punya pacar, Dan empat kali di tolak mentah-mentah. Yang satu lagi? 5+5+4=14, kurang satu.. Yang satu lagi meninggal keserempet busway sehari sesudah Don nembak.. Jadi tidak bisa dikatagorikan diterima atau ditolak karena belum memberikan jawaban. Ooooo...
Kali ini ada satu cewek yang benar-benar membuatnya kepincut. Gladys. Adek kelasnya yang baru. Rambutnya, matanya, dagunya, semuanya membuat Don tersepona. Senyumnya, gaya geraknya, caranya dia menyibakkan rambut, caranya dia mengunyah permen karet, caranya ia berganti baju olah raga. Ups! Kali ini Don bertekat untuk mengerahkan segala daya dan upaya segenap jiwa dan raga.
Coba saja perhatikan sewaktu perkenalan mereka berdua :
"Hai, saya Givap." Don memperkenalkan diri dengan gayanya yang paling maut : jambul yang agak dilambai-lambai.
Gladys diam saja. Selain gayanya yang nyentrik, Gladys tidak begitu faham karena orang aneh di depannya belum di apa-apain, sudah menyerah. "Maksudnya?"
Don juga ikutan bingung dengan respon Gladys. Kok malah maksudnya?? Maksud dia apa ya? "Saya Givap." Don mengulangi lagi. "Don Givap."
Dia gila atau apa? Pikir Gladys. Baru saja Dia menyerah, Tapi sekarang Dia bilang jangan menyerah.
"Kamu Pasti Gladys." Don tidak memperdulikan raut Gladys yang bingung. "Kelas kita bersebelahan. Kamu IX-2, saya XII-7. Sangat dekat."
"Bukannya jauh?"
"Yahhh, kalo di lihat dengan cara yang biasa memang seperti itu. Tapi kelas kamu tepat di atas kelas saya. Jadi kalo dilihat secara vertikal.." Don memiringkan tubuhnya mirip senam pemanasan, "...Kelas kita bersebelahan.." Sekejap dia kembali tegak dengan ringai senyumnya makin lebar. Teori yang menarik bukan?
Setelah berkenalan dengan mahluk halus itu hidup Don 200% berubah. Don selalu dihantui bayang-bayangnya. Tidur tak nyenyak, makan tak nikmat dan bisul sering kumat. Guling dengan pasrah habis di cium-ciumin tanpa perlawanan. Don semakin banyak melamun. Dan karena itu mandinya juga menjadi lebih lama.
Yang ini memang beda. Don jatuh cinta pada kali pertama Dia melihat mahluk halus itu. Paras dan kulitnya halus, tutur katanya halus. Don menjadi bertingkah macam-macam, over acting.
Don juga memaksakan untuk ikut ekskul sepakbola sekarang. Maklum dia ingin sekali dilihat oleh Gladys yang ngefans berat sama Christiano Ronaldo. Dilapangan Don memang terlihat dominan. Lari kesana-kemari selama 90 menit full tanpa henti kecuali kencing, Itu juga cuma sekali. Don selalu mengisi celah-celah kosong, membahayakan posisi gawang lawan dengan pergerakan tanpa bola. Nggak pernah di oper maksudnya.
Don bukan tanpa saingan. Jeffry juga suka sama Gladys. Dan jeffry itu musuh bebuyutannya sejak SD kelas 1. Berbeda dengan Don, Jeffry selalu gonta-ganti pacar. 15 kali nembak, 17 kali diterima. Dan sialnya, semua pacar Jeffry adalah inceran Don. Tapi Bukan Don Givap namanya kalo menyerah begitu saja tanpa perlawanan. Don punya prinsip "Kesuksesan adalah kegagalan yang tertunda." Don yakin bisa mengunggulinya suatu saat. Dan ini adalah saat yang tepat.
"Elu tuh selalu bikin gara-gara ya?" Tanya Don pada Jeffry suatu hari.
"Kenapa?"
"Kenapa-Kenapa! Elu khan tau gue suka sama Gladys, kenapa elu ngedeketin juga? Itu namanya cari gara-gara!"
"Eh denger ya. Gue bisa ngedeketin siapapun yang gue mau. Nggak ada yang bisa ngelarang-ngelarang gue. Bahkan jika gue berniat ngedeketin Bu Mona sekalipun!" Jelas Jeffry tegas. Bu Mona, Guru Matematikanya, memang sudah setahun menjanda. "Kalo dia belum punya pacar, maka setiap orang berhak ngedeketin dia!" Tambahnya lagi.
Don merasa tertantang. Egonya mencuat kepermukaan. "Oke, kita lihat, siapa mister flamboyan sebenarnya." Tantang Don.
"Oke." Jeffry mengiyakan. "Camkan ini baik-baik : Makan ketupat ditambah manggis.. Kalau gue yang dapat, elu jangan nangis!"
"Empat kali empat enam belas, sempat nggak sempat.. elu gue gibas!" Don nggak mau kalah.
Akhirnya mereka berdua taruhan. Waktunya hanya 2 minggu. Barangsiapa yang bisa memenangkan hati Gladys, maka dia yang berhak menjadi pacar Gladys.... Capek nggak sih?
Setelah genderang peperangan di tabuhkan, Don lebih meningkatkan ritme serangannya. Don menempel Gladys lebih ketat. Apalagi setelah perdebatan waktu itu. Saat Jeffry menghadiahi boneka panda untuk Gladys, Don memberikan boneka buaya. Jeffry memberikan bunga, Don Bonsai. Jeffry ngajak makan, Don ngajak nonton, Jeffry memberikan lagu, Don memberikan puisi. Semuanya bersaing. Persaingan ini mulai ke arah yang tidak sehat. Karena Don semakin pucat dan lesu. Dia nggak pernah lagi makan siang sebab uang jajannya dihabiskan untuk mentraktir Gladys.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba juga. Siapakah yang akan menangkap cinta Gladys, sang bidadari pujaan. Dan yang lebih penting lagi, Pembuktian siapakah yang akan mendapatkan gelar Mister Flamboyan sebenarnya. Rencananya saat Don mengantarkan pulang siang ini, Don akan mengutarakan cintanya. Sebelum berangkat perang, Don berdoa komat-kamit dengan hikmat.
"Udeh, jangan kebanyakan hocus pocus mambo jambo gitu, itu gladys keburu naik bis!" Potong teman setia Don.
Don terkesiap lalu membasuh mukanya dengan telapak tangan. "Do'ain gue ya?"
"Iya, udah sana!" Jawab teman setia Don. Don lalu meluncur.
Tapi langkah Don tertahan. "Engkong?!"
"Don!" Manusia berkeriput itu menghampiri Don.
"Kok, Engkong di sini? Engkong udah bebas?"
     Â
"Iye, Engkong bebas bersyarat." Jawab Engkong terengah-engah mengatur nafasnya yang senin-kamis. "Syaratnya dikejar-kejar Polisi." Katanya lagi. Don hanya bengong mendengarnya. "Gue lupa bilang sama elu, minyak yang gue kasih, bukan buat cari pacar, itu obat kutil."
"Yah, engkong! Pantesan bulu ketek aye rontok semua!" Don misuh-misuh.
"Ya udah, selamat berjuang! Semoga elu bisa ngalahin Jepri. Engkongnya Jepri dulu ngalahin gue waktu kite ngincer noni Belande, seandainya dulu gue yang dapet, tampang lu nggak buteg kaya ampas kopi begini. Jadi sekarang ini elu harus menang!" Engkong langsung cabut setelah itu. "Lu balesin sakit ati gue.!" Kata Engkong lagi sebelum benar-benar menjauh.
"Engkong, mau kemane?"
"Balik lagi ke penjara lah!"
Don geleng-geleng kepala. Lalu tersadar dengan misi akhirnya siang itu. Don kembali meluncur mengejar Gladys. Tapi Don nggak mau berlari agak kencang, Dia takut tatanan rambutnya berantakan tertiup angin.
+++
"Kakak mencintai kamu. Kakak ingin menjadi pacarmu." Kata Don tiba-tiba setelah meneguk minum yang di sediakan Gladys.
"Tapi kak, Gladys pengen konsentrasi sama pelajaran dulu..." Tolak Gladys pelan.
"Ya udah, kita pacarannya sabtu minggu aja..." Usul Don.
"Tapi, Kak Givap.. Kakak udah Gladys anggap kakak sendiri..." Jawab Gladys lagi.
"Ahh udah deh, nggak pake kakak-kakak'an. Adek gue udah banyak, Rini, Sinta, Mardiah, Tuti semuanya udah ngganggep gue kakak. Gue nggak mau jadi kakak lagi." Emangnya gue panti asuhan! "Aku menyukaimu Gladys.." Saatnya mengeluarkan jurus Penembakan Chapter 8 Pasal 7c : Gunakan Puisi!. "Matahari selalu bersinar tiap hari, bulan selalu menemaniku di malam hari, tapi sehari saja tanpa kamu.. hidupku tak punya arti.."
Gladys terdiam. Beberapa minggu ini pikiran Gladys memang tersita oleh dua orang. Don dan Jeffry. Mau tidak mau Gladys membandingkan keduanya. Keduanya sama-sama baik, sama-sama perhatian. Yang membedakan, Jeffry ganteng, Don Biar agak norak, Don terbukti sangat baik terhadapnya. "Kak givap, aku...."
+++
"Gimana Don kemarin? Diterima sama Gladys?" Tanya teman setia Don.
"Di terima." Jawab Don singkat. Tapi wajahnya tidak sumringah.
"Serius luh!?"
"Serius."
"Sumpah?"
"Sumpah mati kesamber gledek."
"Gile lu, akhirnya, setelah sekian lama...Jadian dong sekarang?" Teman setia Don ikut gembira mendengarnya.
"Kagak."
"Kok kagak?"
"Baru aja gue putusin!"
"Kok lu putusin? Belum juga sehari??"
"Gue curiga, biasanya gue ditolak, kok ini malah diterima. Jangan-jangan gue sengaja di empanin Jeffry ke Gladys, supaya dia bisa ngedeketi Bu Mona."
Ah elu bedua memang gila!
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H