[caption caption="Pengemudi motor sangkut dokumen pribadi"][/caption]
 Sungguh besar karunia Tuhan
bahkan laut pun memberikan rezeki tidak hanya kepada nelayan.
Â
Menjadi pengemudi motor sangkut
tak perlu kalut, cemberut, sedih dan kecut.
Musim angin seperti ini sabar dan berserah diri kepada Tuhan pencipta laut.
Rejeki tidak akan tertukar telah ditentukan kapan pasang dan surut.
Â
Menjadi pengemudi motor sangkut adalah ibadah,
tak perlu gelisah
walau terkena ombak hingga basah.
Â
Bambang sudah 20 tahun melakoninya.
Kata orang inilah nasib Bambang.
Dulu putih kulitnya.
Sekarang hitam legam seperti macan kumbang.
Â
Baginya tak mengapa, yang penting tidak jadi pencuri.
Â
Tak perlu jadi sarjana,
karena dulu dan sekarang tak ada sekolah tinggi di Belakang Padang.
Tak perlu bisa membaca,
karena tak ada rambu di laut yang dipasang.
Â
Anak Bambang yang pertama sudah lulus SMA, bekerja di Batam jadi pegawai swasta.
Â
Seratus delapan puluh ribu sekali angkut,
pulangnya tidak membawa penumpang.
Bergantian sesama pengemudi motor sangkut.
Tak ada yang saling sikut semuanya bekerja dengan hati lapang.
Â
Dari Belakang Padang membawa penumpang ke Sekupang.
Â
ah, itulah keseharian pengemudi motor sangkut.
Â
Batam, 20 Februari 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI