Mohon tunggu...
W. Pinayungan Gusti
W. Pinayungan Gusti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Pariwisata di Universitas Gadjah Mada.

Tertarik pada seni budaya, wisata, kuliner, olahraga, dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Liburan Singkat di Gunung Api Purba Nglanggeran

13 September 2024   06:50 Diperbarui: 13 September 2024   07:13 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto megahnya pemandangan Nglanggeran/Dokumen Pribadi

Gunung api purba kembali memanggilku untuk kedua kalinya. Di sela waktu senggang kuliah dan part-timeku; yang sebenarnya tidak senggang namun aku butuh sedikit refreshing, aku akan kembali menapakkan kakiku di Gunung Api Purba Nglanggeran. Sebelumnya, kunjungan pertamaku ke tempat ini bersama teman-teman seangkatan kuliahku untuk melakukan outing class alias kuliah lapangan. Kali ini aku datang bersama dengan kekasihku, Awan. 

Matahari mulai menghangat, pukul 8 pagi kami berdua berangkat dari rumahku menaiki motor Beat dengan stiker kecil karakter ayam buatanku. Melewati jalanan pagi yang padat para pekerja dan anak-anak sekolah, tibalah kami di Piyungan untuk kemudian memilih jalan alternatif atau biasa kusebut "dalan ndeso" agar lebih cepat dan tidak terlalu ramai.

"Eh aku punya rekomendasi tempat sarapan enak deket Nglanggeran, kapan hari aku pernah kesana sama temanku," ujarku semangat untuk mengisi perutku yang sudah keroncongan. Setelah melewati "dalan ndeso" yang ternyata cukup membuat deg-degan karena kelokannya serasa naik wahana roller coaster, kami berdua tiba di warung soto Mbak Jam untuk sarapan anget-anget. Semangkuk soto ayam dan dua gorengan cukup untuk mengisi tenaga kami berdua sebelum trekking. 15 menit selesai sarapan, kami berdua menuju parkiran gunung.

"Pagi mbak, silakan membeli tiket dan membayar parkir dulu yaaa," sambut seorang petugas retribusi. Tiket retribusi dan parkir untuk kami berdua habis sekitar Rp32.000, yaaaa cukup terjangkau harganya. Awan sedang membereskan beberapa barang yang tidak perlu dibawa trekking, sementara aku asyik mengobrol dengan pak petugas yang cocok sekali dipanggil Agus; hahaha aku tidak yakin namanya betul Agus, pasalnya aku lupa menanyakan siapa nama petugas itu. 

Gunung Api Purba Nglanggeran ini cukup digemari oleh wisatawan yang tertarik dengan wisata trekking atau beberapa wisatawan lain yang iseng datang karena melihat dari review Google Maps. Pak Agus menyampaikan bahwa sekarang Nglanggeran dibuka selama 24 jam atas permintaan beberapa wisatawan yang ingin menikmati panorama langit ketika matahari terbit. 

Aku dan Awan berpamitan untuk memulai trekking, Pak Agus pun menyemangati kami berdua. Pukul 10 kurang kami mulai pemanasan sebelum menaiki undakan sambil menyapa beberapa petugas yang bersantai menonton pertandingan bola di televisi. Untuk trekking kali ini aku tidak terlalu banyak ekspektasi dan browsing bagaimana situasi di atas sana, sebab saat pertama kali trekking dulu aku merasa amat lelaaaaaah dan hanya bertahan sampai di pos 1 saja. 

Kami mulai melangkah, jalan bebatuan mulai terasa miring naik. Undakan dari batuan tertata rapi masih sama seperti kala aku datang pertama kali. Matahari tidak terlalu membakar kulit, sepoi angin-pun sangat mendukung tiap tanjakan yang "mesra" ini. Tibalah kami di spot jalan sempit, seperti gua gelap di antara batuan tinggi. Kami bertemu dengan seorang ibu dan 2 orang anaknya, mereka datang dari Magelang. 

Aku dan Awan diminta untuk memandunya naik melewati gua sempit itu. Sambil menaiki anak tangga perlahan-lahan, ibu itu bercerita bahwa ia dan kedua anaknya sedang liburan ke Gunung Kidul, rumah saudara mereka. Anak tangga sudah sampai di paling akhir, kami istirahat sebentar sambil menunggu 2 anak ibu tadi menyusul naik. Namun akhirnya aku dan Awan diminta untuk melanjutkan trekking duluan saja. Kami pun berpamitan. 

Pos demi pos kami lewati, kami istirahat lumayan lama  di antara pos 3 dan puncak. Ada beberapa rombongan wisatawan lain melewati kami. "Masih lama gak mbak puncaknya? aduh capek banget nih," tanya seorang perempuan. Aku pun hanya menjawab mungkin sebentar lagi, pasalnya aku pun belum sampai ke atas sana. Rombongan 5 orang itu melewatiku dan Awan yang sedang duduk di akar pohon. Saat tubuh sudah mulai fit kembali, kami berdua mulai melanjutkan perjalanan ke puncak. Kali ini kami berjalan lebih santai, mengingat bahwa matahari sudah mulai berada di atas kepala. 

Tanah berpasir dan semak-semak menjulang tinggi telah kami lewati, camping ground sudah kami temui. Kami berdua bertemu lagi dengan rombongan 5 orang tadi, mereka sedang istirahat. Aku dan Awan menyapa mereka sambil jalan agar cepat sampai puncak. Puncak sudah di depan mata, aku dan Awan menaiki tangga yang menempel di batuan. Ternyata inilah puncaknya. Pemandangan sangat luas, aku bisa melihat rumah-rumah, sawah, dan pemandangan hijau cerah di bawah sana. Lelah selama 1 jam perjalananku dari tempat parkir hingga puncak ini terbayar sudah. 

Tidak sampai 30 menit kami di puncak, aku meminta turun karena sudah mulai lapar. Kami menuruni anak tangga, kemudian keliling sedikit melihat pemandangan di bawah sana melalui gua kecil. Ketinggiannya berbeda dengan puncak, namun kami tetap bisa melihat cantiknya view cerah di bawah sana. Kami berfoto sebentar, kemudian turun. 

Sesekali kami berpapasan dengan wisatawan lain dan menyemangati mereka bahwa puncak sudah dekat. Rute turun ini berbeda dengan rute naik tadi. Sehingga aku tidak perlu melewati gua gelap yang sempit lagi. Perjalanan turun hanya memakan waktu 30 menit, tidak tahu mengapa lebih cepat. Kami tiba juga di tempat retribusi. Sejenak aku dan Awan bebersih dan cuci muka di toilet yang telah disediakan disana. Aku bertemu lagi dengan Pak Agus, ia menunjukkanku kemana rute menuju ke Griya Cokelat. Waaah aku sudah pernah kesana, kali ini aku harus mendatanginya lagi untuk membawa pulang keripik pisang cokelat yang dijajakan di sana. Kami berdua berpamitan. 

Sebelum ke Griya Cokelat, kami makan siang dulu ke soto Mbak Jam. Mbok Jam ternyata menyadari bahwa kami 2 kali datang ke warung miliknya. "Lhooh dari atas to iniii?," sapanya ketika aku memesan. Lagi-lagi kami hanya memesan semangkuk soto untuk dihabiskan berdua, ngirit. Kami pun membayar dan berpamitan kepada Mbak Jam. 

Kami mengunjungi Griya Cokelat yang ternyata memang jaraknya sangat dekat dari Gunung Api Purba - Soto Mbak Jam. Bau cokelat sudah semerbak di depan pintu. Kami buru-buru masuk dan sibuk memilih akan membeli apa kali ini. Seorang petugas menyapa kami berdua. Sambil memilih jajanan, aku bercerita bahwa sudah pernah mendatangi toko ini. 

Petugasnya pun menebak bahwa aku adalah salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Jogja. Ternyata ia kenal dengan dosenku hihihi. Tak terasa sudah lama memilih oleh-oleh, akhirnya kami membeli keripik pisang cokelat 2 buah dan 1 buah cokelat batang. Aku pun membayar dan kemudian berpamitan ke petugas toko tersebut. Pukul 2 sore, aku dan Awan kembali pulang ke rumah menaiki beat kesayanganku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun