Ya. Itulah yang selalu saya ingat sampai saat ini. Kata kata itu ibarat kata kata sakti yang datang dari nasehat bapakku pada saat kami mengalami masa masa sulit, pada saat usia sekolah sampai menjelang dewasa
SEPATU BOT UNTUK KESAWAH
Aku adalah seorang anak desa yang akrab dengan kehidupan serba kekurangan dan kesulitan hidup. Bapak saya seorang karyawan kecil di sebuah Perusahaan Negara. Jangan bayangkan seperti sekarang,saat itu PLN adalah Persero yang gaji Karyawannya sangat pas pasan. Apalagi Bapak hanya karyawan proyek yang kerjanya hanya memasang instalasi tiang listrik didaerah daerah terpencil yang belum teraliri listrik. Pada saat ada pemasangan jaringan listrik di daerah, Bapak baru bekerja. Jika tidak ya menganggur. Sedangkan Ibuku adalah Ibu Rumah Tangga biasa kebanyakan ibu ibu di desa yang menunggu suami di daerah.Walaupun hidup kami di desa, kami tidak punya tanah yang luas, yang cukup untuk menanam sayur untuk kebutuhan di rumah. Maka, penghasilan keluarga kami adalah mengandalkan upah dari Bapak yang kadang kerja kadang tidak.
Walaupun kami keluarga tidak punya, orangtuaku punya harapan yang tinggi akan keberhasilan anak anaknya. Mereka, terutama bapak tidak malu menyekolahkan kami di SD Negeri di dalam komplek AURI, yang rata rata siswanya adalah anak anak anggota AURI.
Ya,......bapakku mengajarkan anaknya untuk tidak rendah hati dan mau menerima keadaan.
'"Ko, awakmu anak seng paling gede. Kowe kudu dadi contoh adek adekmu. Sembarang kalire kudu dadi contoh. Temasuk Sekolah' 1. Tuntutan itu menjadi hal yang tidak mudah bagi diriku. Terutama dalam hal sekolah. Di Sekolah SD waktu kelas satu aku harus masuk sekolah memakai sandal jepit. Karena saat itu bagi kami sekeluarga, sepatu adalah hal yang sangat mewah. Setiap hari aku menjadi bahan ejekan dari teman temanku.
'Hei Sandal Jepit'. ' Anak mana ini?' ..anak sawah dan ejekan ejekan lain yang membuat sakit hati.
Pernah aku harus pulang cepat, karena sandal jepitku diumpeti oleh kawanku yang bernama Yono.Dia adalah teman satu kelas yang memang kutahu bapaknya adalah salah satu perwira di komplek AURI. Karena saking asyiknya memperhatikan guru, saat itu Bu Guru itu Ibu Tatik (mdh2an beliau masih sehat. Kalau sudah wafat, doa terbaik untuk beliau kupanjatkan) menerangkan tentang operasi pembagian. Tak sadar, selop jepitku pelan pelan digeser oleh kawan yang dibelakang bangku, lalu dioper ke Yono, dan dibuang keluat kelas dari Jendela kelas.
"Eko, coba kerjakan soal itu dipapan tulis, Lengkap dengan caranya ya Nak!". Tanpa pikrr panjang lansung kujawab, " Ya Bu!... Tapi apa yang terjadi? Selop jepitku yang sebelah kanan kucari cari di bawah meja tak ada. Agak lama kucari cari, tidak jumpa. Sampai akhirnya Bu Guru Tatik berteriak , " Eko. Kenapa kamu nggak mau maju?". Mendengar bentakan itu, aku memberanikan diri dengan memakai selop satu aja yang sebelah kiri. Dengan menahan amarah dan rasa malu, akhirnya aku jadi bahan tertawaan kawan kawan satu kelas. Yang sangat menyanyat hati, Ibu Tati bukan malah membelaku, tapi malah memarahiku. ' Makanya kalau mau sekolah itu pakai sepatu! Masak untuk beli sepatu aja nggak bisa? Kalau nggak bisa beli sepatu, maunya sekolah di SD Inpres jangan di sini!". Mendengar cemohan itu, akhirnya aku lari keluar kelas, menangis dan pulang.
Sesampai di rumah. Adikku yang paling kecil perempuan bertanya ; " Nopo muleh Mas? Didukani Bu Guru yo Mas?" 2 " Ora ndok, Mas isin? Mosok ambek Bapak ra ditumbaske sepatu. Mas Eko Ndhisek kan ra gelem sekolah nang kono.Mas sekolah nang SD Inpres yo rapopo".3 Tidak berapa lama, Ibuku keluar dari Pawon (Dapur). " Ono opo to le, koq wes muleh sekolah ? Opo gurune do rapat? Lah...ndadak nangis pisan!'4. Kujawab, " Aku isin Buk, di gawe nyek nyek an karo konco koncoku! Bu Tatik Guru malah ndukani aku!"5 Sambil terisak isak kujelaskan kejadian di kelas. Ibuk malah dawuh (menasehati)
" Le, yo pancen ngono kuwi nek arep urip mulio. Godane akeh. Neng, nek awakmu kuwat Insha Allah Gusti Allah ngijabahi"6. " Lah kulo kan sampun matur, sekolah SD Inpres mawon bu!"7,Ibuku menjawab " Bapakmu kuwi pengen anak anak e iku maju, koyok wong wong hebat kae. Mben uripe anak anak e mulio. Mangkane Bapakmu pengen anak anak e yo iso ketularan pinter Coba dieleng eleng piwulange Yai Dul Manaf Guru Nagjimu, dawuhe Rasul Carilah ilmu sampai ke negeri Cina. Dadi golek ilmu iku ora gampang. Wes saiki mlebu ngomah, ojo nangis.Cah lanang kog gembeng".8
Sore setelah pulang dari kerja, ibukku cerita pada bapak :' Iku Eko sesuk ra gelem sekolah, didukani Ibu Guru!'9 " Nopo didukani Bu, opo tukaran ambek kancane?".10 "Ora pak. Ora nggawe sepatu!"11. Kontan saat itu, Bapakku sangat sedih. " Jaman saiki, koq wong ra nduwe sekolah dibedak bedak ke. Koyok seng oleh sekolah mung anak anak wong sugih! Tapi ben ne Bu Eko kudu tetap Sekolah nang SD Komplek. Aku pengen Eko iso ngangkat drajad e keluarga!'12
Akhirnya karena desakan Bapak, aku tetap sekolah di SD Komplek AURI itu. Dan tetap dengan berbagai ejekan, cacian dan hinaan yang kualami. Dengan kekuatan sholat, doa dan nasehat Yai Dulmanaf guru ngajiku, tiga tahun pertama (sampai kelas tiga) bisa kulewati.
Menjelang kenaikan kelas tiga ke kelas empat, kami didatangi oleh adek ibu yang biasa kami panggil Lek Tisno. Kebetulan Paklekku ini menurut cerita dari Ibu baru lulus dari Pendidikan BINTARA POLRI. Karena sudah lama tidak bertemu Ibu, dia menyempatkan diri mengunjungi kelurga kami.
Pada suatu kesempatan berbincang bincang dengan kami, para ponakannya Lek Tis menanyakan tentang sekolah kami :
" Wes sekolah kelas piro Ko?"13. "Arep munggah kelas papat Lek!"14, jawabku. " La si Anang adekmu?"15. "Arep munggah kelas loro Lek!'16, jawabku kembali. " Wes nek mengko iso munggah kelas paklek tumbaske buku yo!'17. Aku menjawab : " Ojok lek. Aku penngen tumbas sepatu!"18 Paklek ku menjawab : " Yo wes, tapi janji kudu Juara Kelas, nek mung munggah kelas, paklek numbaske buku!"19. Mendengar jawaban itu, aku agak kecewa. Tetapi aku menjadi semangat untuk belajar untuk bisa memakai sepatu di sekolah.
Waktu kenaikan kelas datang. Dan saat itu para orangtua diundang ke sekolah untuk menerima Raport anak anaknya. Walaupun Bapak pergi dan datang berjalan kaki dengan pakaian seadanya, dan aku tetap dengan memakai sandal Jepit kami berdua tetap percaya diri datang ke sekolah. Saat itu Fokus Bapak dan aku mencari ilmu. Persis seperti yang dipesankan Guru Ngajiku : ' Golek ilmu iku pancen angel. Yo kudu wani soro, prihatin, tirakat. Nek awakmu kuat ilmu iku dadi Berkah!"20. Itulah yang menjadi penyemangatku juga penyemangat bapak.
Tiba giliran diumumkan para siswa yang menduduki ranking 1 sd 5 di Kelas. Saat itu Bapak Heryanto selaku Wali Kelas III membacakannya di depan kelas :
' Bapak Ibu sekalian setelah saya menyampaikan pesan Kepala Sekolah, yaitu Pak Machi Hadiseputro, selanjutnya saya akan membacakan urutan Ranking satu sampai Lima, dengan dimulai dari Ranking Lima dulu kemudian sampai Ranking Satu,
1. Untuk urutan Lima adalah Ananda Dyah Putri Utama,putri dari Bapak Serma Margono
2. Ranking Empat adalah Awang Pratama, putra dari Bapak Letda Supardjo
3. Ranking Tiga diraih oleh ananda Murti Prasongko, putra dari Bapak Kapten Sasongko
4. Ranking Dua jatuh pada Ananda Dewa Ayu Putu, putri dari Bapak Kapten I Made Wijaya
5. Dan yang menjadi kejutan tahun ini. Ranking satu diraih oleh Ananda Eko Imam Suryanto, putra dari Bapak Soerjono.
Mendengar pengumuman itu, aku dan Bapak terpaku tak percaya, Dan tetap dengan Sandal Jepi demikian juga Bapak, kami maju untuk menerima hadiah dari Wali Kelas. Seakan tak percaya semua yang hadir memberikan tepuk tangan meriah kepada kami, Aku dan Bapak. Momen ini membuat semangat dan keyakinanku.
Setelah pengumuman itu aku pulang dengan hati gembira. Kubayangkan nanti setelah libur sekolah aku akan memakai sepatu sekolah. Betapa bangganya aku nanti sekolah dengan Predikat Juara Kelas dan juga dengan sepatu baru.
Tetapi setelah sampai di rumah, aku terkejut. Kenyataan di rumah sedikit berbeda dengan apa yang kubayangkan.
" Piye Pak anakmu? Juara ?".21 "Alhamdulillah, iyo Bune! Bangga aku ambek anakmu".22
" Iyo Pak . Mau Tisno mrene. Pamit arep Budal tugas nang Irian Jaya (Papua saat ini)! Tisno nitip duwet kanggo Eko lan adek adek e. Jarene kanggo tuku sepatu, tapi duwite sebagian wes tak tukokno beras. Beras e entek!",23 Mendengar apa yang ibuk sampaikan serasa diriku disambar petir. Bayangan memakai sepatu baru musnah sudah. Tak terasa airmataku menetes. Upayaku yang habis habisan untuk meraih juara sia sia sudah.Melihat diriku yang sangat sedih akhirnya bapakku mendekat dan berkata : " Le Eko, kowe anak mbarep dadi tongkat keluarga. Prestasimu nggowo kebanggaan kanggo Bapak.Ibu lan adek adekmu. Mergo prestasi sekolahmu, keluarga iso diajane uwong! Dadi kowe ra pareng susah, kudu terus dadi contoh adek adekmu!!Bapak janji tuku sepatu nggo awakmu".24 Mendengar apa yang disampaikan Bapak, aku kembali mengembalikan harapan dan angan anganku.
Pagi hari, di Hari Minggu Bapak mengajakku ke pasar. Walaupun jarak dari rumahku sekitar 10 km. aku sangat bersemanagat mengikuti langkah Bapak.
Sesampai di Pasar. Bapak menggandengku keluar masuk took sepatu. Tetapi sayangnya, hanya satu jenis sepatu yang cocok dengan uang yang dibawa Bapak, yaitu Sepatu Bot untuk kesawah. Aku sangat sedih. Aku ingin menangis. Tetapi aku malu, dan akupun juga tahu diri. Akhirnya dengan rasa berat hati kuucapkan terimakasih kepada Bapak.
Esoknya, aku pakai sepatu itu. Dengan perasaan malu malu, aku masuk kelas. Apapun ceritanya aku tetap harus hargai upaya orangtuaku untuk memberikan sesuatu yang kuinginkan. Aku harus bersyukur masih punya orang tua yang selalu memberikan motivasi untuk keberhasilanku sebagai anaknya.
" Le, anak anakku, Bapak ora iso maringi bekal opo opo. Mung Bapak Nyuwun Marang Gusti Pangeran supoyo kowe kabeh dilancarno usaha golek ilmu. Anak anakku kudu dadi tongkat ngangkat derajat keluarga. Duwe Ilmu seng iso nyelamatke uripmu ndonyo akhirat!"25
Sejak aku memakai Sepatu Bot yang biasanya untuk ke sawah, aku punya julukan baru yaitu Si Sepatu Sawah. Selama tiga tahun sejak kelas empat sampai kelas 6 kupakai sepatu bot itu ke sekolah. Aku tidak pedulikan lagi hinaan dan cacian kawan kawanku. Yang penting aku fokus sekolah cari ilmu . Dan yang penting lagi, guru guruku tidak pernah mengejek dan memarahiku. Semua hinaan itu kujawab dengan belajar keras sehingga tiap tahun aku mendapat juara kelas. Bahkan pada saat kelulusan SD, aku mendapat NEM tertinggi se Kecamatan Singosari di Kabupaten Malang. Karena prestasiku dan julukan yang diberikan kawan kawan,aku sering dipanggil SI SEPATU SAWAH YANG CERDAS.
Demikian ceritaku. Nasehat Bapakku yang sampai saat ini selalu kuingat.
" Jadilah Anak yang bisa menjadi Tongkat Keluarga" Tongkat adalah gambaran alat menuntun. Dan Alhamdulillah saat ini aku menjalani profesi menjadi Guru, yang sejatinya Penuntun Kehidupan bagi Siswa siswanya.
Terimakasih
TERJEMAHAN
1. Anakku kamu anak paling besar. Kamu harusn jadi contoh adik adikmu. Contoh dalam segala hal. Termasuk dalam hal sekolah
2. Kenapa pulang Mas? Apa dimarahi guru?
3. Tidak dik. Masak Mas tidak dibelikan sepatu. Kan dari dulu Mas sudah bilang, sekolah di SD Inpres aja
4. Ada apa ? Koq sudah pulang? Apa gurunya rapat?Lah koq juga menangis
5. Saya malu bu dijadikan bahan ejekan kawan kawan. Bu Tatik juga marah!.
6. Ya memang gitu kalau mau hidup mulia. Banyak godaannya. Kalau kamu kuat, maka Tuhan akan mengabulkan cita citamu
7. Kan saya sudah bilang sekolah di SD Inpres aja
8. Bapak itu ingin anak anaknya maju seperti orang orang hebat itu.Supaya hidupnya mulia. Supaya ketularan seperti orang orang pintar. Ingat nasehatnya Kyai Dul Manaf; kata Rasulullah tuntunlah ilmu sampai ke Negeri China, Sudah sana masuk rumah
9. Itu Eko besok tidak mau sekolah karena dimarahi gurunya
10. Kenapa dimarahi guru? Apa bertengkar dengan kawannya?
11. Tidak Pak. Karena tidak pake sepatu
12. Jaman sekarang sekolah koq dibeda bedakan. Sepertinya hanya orang kaya yang boleh sekolah. Tapi ya biar aja Eko biar aja sekolah disitu biar bisa mengangkat derajad keluarga
13. Sudah sekolah kelas berapa?
14. Mau naik kelas empat
15. Kalau Anang kelas berapa?
16. Mau naik kelas dua
17. Sudah, nanti naik kelas Paklek belikan buku
18. Jangan Pak Lek, sepatu saja
19. Ya, tapi janji harus Juara kelas. Kalau Cuma naik kelas Paklek hanya membelikan buku
20. Cari ilmu itu memang susah. Bila kamu kuat, berani prihatin dan sengsara kamu akan dapat Ilmu yang Berkah
21. Bagaimana anakmu Pak? Juara?
22. Iya Bu. Aku bangga dengan anakmu
23. Iya Pak. Tadi Tisno datang. Pamit mau ditugaskan ke Papua. Dia titip uamg untuk Eko dan adik adiknya untuk beli sepatu. Tetapi sebagian sudah dibelikan beras.
24. Eko, kamu anak paling besar harus bisa jadi tongkat keluarga. Prestasi kamu membanggakan Bapak, Ibu dan adik adikmu. Karena prestasimu keluarga kita bisa dihargai orang.Jadi kamu tidak usah bersedih.Harus terus menjadi contoh adik adikmu. Bapak janji membelikan sepatu.
25. Anakku, Bapak tidak bisa memberi bekal apa -- apa. Tetapi Bapak selalu berdoa kepada Tuhan agar anak anak Bapak diberikan kelancaran dalam mencari ilmu.Anak anakku harus jadi tongkat yang bisa mengangkat derajad keluarga. Punya ilmu yang bisa menyelamatkan dirinya di dunia maupun di akherat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H