4. Ranking Dua jatuh pada Ananda Dewa Ayu Putu, putri dari Bapak Kapten I Made Wijaya
5. Dan yang menjadi kejutan tahun ini. Ranking satu diraih oleh Ananda Eko Imam Suryanto, putra dari Bapak Soerjono.
Mendengar pengumuman itu, aku dan Bapak terpaku tak percaya, Dan tetap dengan Sandal Jepi demikian juga Bapak, kami maju untuk menerima hadiah dari Wali Kelas. Seakan tak percaya semua yang hadir memberikan tepuk tangan meriah kepada kami, Aku dan Bapak. Momen ini membuat semangat dan keyakinanku.
Setelah pengumuman itu aku pulang dengan hati gembira. Kubayangkan nanti setelah libur sekolah aku akan memakai sepatu sekolah. Betapa bangganya aku nanti sekolah dengan Predikat Juara Kelas dan juga dengan sepatu baru.
Tetapi setelah sampai di rumah, aku terkejut. Kenyataan di rumah sedikit berbeda dengan apa yang kubayangkan.
" Piye Pak anakmu? Juara ?".21 "Alhamdulillah, iyo Bune! Bangga aku ambek anakmu".22
" Iyo Pak . Mau Tisno mrene. Pamit arep Budal tugas nang Irian Jaya (Papua saat ini)! Tisno nitip duwet kanggo Eko lan adek adek e. Jarene kanggo tuku sepatu, tapi duwite sebagian wes tak tukokno beras. Beras e entek!",23 Mendengar apa yang ibuk sampaikan serasa diriku disambar petir. Bayangan memakai sepatu baru musnah sudah. Tak terasa airmataku menetes. Upayaku yang habis habisan untuk meraih juara sia sia sudah.Melihat diriku yang sangat sedih akhirnya bapakku mendekat dan berkata : " Le Eko, kowe anak mbarep dadi tongkat keluarga. Prestasimu nggowo kebanggaan kanggo Bapak.Ibu lan adek adekmu. Mergo prestasi sekolahmu, keluarga iso diajane uwong! Dadi kowe ra pareng susah, kudu terus dadi contoh adek adekmu!!Bapak janji tuku sepatu nggo awakmu".24 Mendengar apa yang disampaikan Bapak, aku kembali mengembalikan harapan dan angan anganku.
Pagi hari, di Hari Minggu Bapak mengajakku ke pasar. Walaupun jarak dari rumahku sekitar 10 km. aku sangat bersemanagat mengikuti langkah Bapak.
Sesampai di Pasar. Bapak menggandengku keluar masuk took sepatu. Tetapi sayangnya, hanya satu jenis sepatu yang cocok dengan uang yang dibawa Bapak, yaitu Sepatu Bot untuk kesawah. Aku sangat sedih. Aku ingin menangis. Tetapi aku malu, dan akupun juga tahu diri. Akhirnya dengan rasa berat hati kuucapkan terimakasih kepada Bapak.
Esoknya, aku pakai sepatu itu. Dengan perasaan malu malu, aku masuk kelas. Apapun ceritanya aku tetap harus hargai upaya orangtuaku untuk memberikan sesuatu yang kuinginkan. Aku harus bersyukur masih punya orang tua yang selalu memberikan motivasi untuk keberhasilanku sebagai anaknya.
" Le, anak anakku, Bapak ora iso maringi bekal opo opo. Mung Bapak Nyuwun Marang Gusti Pangeran supoyo kowe kabeh dilancarno usaha golek ilmu. Anak anakku kudu dadi tongkat ngangkat derajat keluarga. Duwe Ilmu seng iso nyelamatke uripmu ndonyo akhirat!"25