Kalau ada orang yang bersalah pada kita, kadang momen tersebut kita manfaatkan untuk marah-marah sepuasnya. Ya nggak? Luapkan segala angkara murka. Mumpung ada alasan kuat untuk marah. Kapan lagi?
Namun percayalah Kawan, TIDAK marah itu selalu lebih baik.
Saya pernah nyaris marah... lalu teringat pada buku 'Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya' karya Ajahn Brahm yang baru dibaca malam sebelumnya... lantas tidak jadi marah... dan merasa amat bersyukur karenanya...!!! ^^
Waktu itu saya bekerja di sebuah stasiun televisi lokal, di bagian berita internasional. Kami berlangganan berita dari kantor berita asing. Skrip berita dalam bahasa Inggris, saya unduh dari internet. Sedangkan footage atau gambarnya, direkam oleh bagian arsip.
Saya bertugas mengedit naskah berita yang sudah diterjemahkan, kemudian meminta footage-nya ke arsip, agar bisa dikerjakan oleh editor.
Kadang dibutuhkan waktu lama untuk menerjemahkan dan mengedit naskah berita, terutama yang rumit dan berbau ilmiah. Padahal kami senantiasa dikejar waktu.
Suatu hari, penerjemah berhasil menyelesaikan sebuah naskah yang sulit, setelah bekerja selama 3 jam. Saya sendiri butuh waktu 1 jam untuk mengedit naskah tersebut. Tapi sepadan, sebab isi beritanya sangat bagus dan informatif. Masalah baru timbul saat meminta footage.
Bagian arsip menelepon, memberitahukan bahwa footage yang diminta tak lagi tersedia.
"Sebenarnya sudah di-record, tapi tertimpa footage lain yang lebih baru. Harap maklum ya, yang bertugas me-record anak baru sih, jadi belum pengalaman."
Kerja keras penerjemah selama 3 jam, plus kerja keras saya selama 1 jam jadi sia-sia. Yang lebih parah, bisa jadi esok harinya kami terpaksa menayangkan berita re-run (sudah pernah tayang), gara-gara berita yang ini gagal tayang. Bakal jadi catatan kinerja yang buruk untuk program kami.
Alasan yang sempurna untuk marah-marah bukan?