Akibat kesalahan informasi seperti ini, tentu saja korban berjatuhan terus.
Seandainya pemerintah mau jujur dan terbuka memaparkan resiko penggunaan tabung elpiji 3 kilogram, tentu kejadian tidak akan seperti ini. Kalau pemerintah mau jujur mengatakan seperti apa yang disampaikan oleh Sutan Bhatoegana di TVone (20/7/2010) bahwa sebenarnya pemerintah tidak memaksa masyarakat dengan mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah memaksa masyarakat menggunakan Gas, sebaliknya menggunakan gas adalah pilihan masyarakat sendiri, karena kenyataannya minyak tanah tetap ada di beberapa SPBU, cuma harganya lebih mahal. Saya yakin masayarakat tidak akan mau menguunakan elpiji dari tabung 3 kilogram
Dan kalau ini dilakukan oleh pemerintah maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi.
Kemungkinan pertama; karena ketakutan, masyarakat akan memaksakan diri memakai minyak tanah yang mahal, menggunakan alternatif lain seperti pakai kayu bakar,atau kalau bagi yang cukup kreatif akan menggunakan sumber energi lain yang lebih aman.
Kemungkinan kedua, rakyat akan mengamuk sejadi-jadinya meminta pemerintah yang sekarang untuk turun dari tampuk kekuasaannya. Dibandingkan kemungkinan pertama, kemingkinan yang kedua ini jelas memiliki peluang yang lebih yang besar untuk terjadi, karena itulah pemerintah tidak banyak memiliki pilihan lain selain menutupi masalah yang sebenarnya sambil mengulur-ulur penyelesaian masalah dengan cara menebar pesona sambil berdo’a dengan khusuk, semoga kejadian ledakan tabung gas elpiji 3kg tidak terjadi lagi.
Apa yang terjadi dengan tabung gas ini setali tiga uang dengan apa yang dialami oleh Minah-minah Indon di Malaysia.
Sejak beberapa tahun belakangan kita mendengar banyaknya penyiksaan yang dilakukan oleh para majikan Malaysia terhadap MINAH-MINAH INDON itu.
Tapi karena bisnis penyaluran jasa tenaga kerja ke luar negeri ini cukup menguntungkan.
Dan untuk pemerintah sendiri, banyaknya pembantu rumah tangga asal Indonesia yang bekerja di Malaysia itu sedikit banyak cukup membantu mengurangi sakit kepala pemerintah akibat dari keharusan menyediakan lapangan kerja, yang merupakan kewajiban dari penyelenggara ini.
Sehingga apakah mereka nantinya akan disiksa setelah sampai di Malaysia seperti yang kerap terjadi, pemerintah tampaknya tidak terlalu ambil peduli. Karena itulah sebelum berangkat ke Malaysia, para calon Minah Indon ini pun sama sekali tidak diberi pengetahuan yang benar tentang masyarakat seperti apa yang akan mereka hadapi di negara seberang itu nanti.
Sebelum berangkat para calon TKI yang nantinya akan dijuluki MINAH-MINAH INDON oleh rakyat di negara yang mereka tuju sama sekali tidak pernah dibekali dengan informasi yang benar tentang bagaimana orang Malaysia sebenarnya memandang Indonesia secara umum. Sebelum berangkat para calon Minah Indon itu sama sekali tidak diberitahu kalau Manusia ras Melayu Super yang ada di seberang lautan itu memandang Indonesia itu sebagai negaranya orang bodoh, kumuh dan miskin. Para calon Minah Indon itu juga sama sekali tidak diinformasikan kalau ketika mereka datang bekerja ke Malaysia menganggap status para calon Minah tidak lebih tinggi dari Pengemis yang mencari belas kasihan orang Malaysia yang kaya-kaya itu.