Mohon tunggu...
Arie
Arie Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bersiap, Bali Jadi Saingan Singapura Di Bidang Kesehatan

9 Februari 2022   17:44 Diperbarui: 17 Februari 2022   10:25 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bangkitnya industri pariwisata tanah air pasca kemerdekaan  tidak lepas dari peran  perundangan yang mengaturnya. Terbitnya Undang Undang Agraria Tahun 1960 dan Undang Undang Penanaman Modal Asing tujuh tahun kemudian (1967) menjadi faktor pendorong utama masuknya investor investor asing dan dalam negeri untuk menanamkan modalnya di berbagai sektor, termasuk  pariwisata. 

Dengan adanya dana segar yang disuntikkan ke nadi pelaku usaha pariwisata khususnya di Bali saat itu, seketika melambungkan nama pulau Bali menjadi salah satu tujuan wisata internasional yang masif dan mendatangkan jutaan wisatawan domestik maupun asing. 

Bahkan Presiden Soekarno saat itu meminta untuk dibangun sebuah hotel bergengsi di Pantai Sanur, yaitu Hotel Bali Beach dan diresmikan pada 1966. Jumlah kunjungan wisatawan pun meningkat pesat dari 51 ribu pada 1968 menjadi 270 ribu pada tahun 1973. 

Perkembangan sangat cepat pariwisata Bali terjadi pada tahun 70an. Ketika peselancar menemukan banyak ombak di pulau Bali yang sangat bagus untuk berselancar. Peselancar ini secara tidak langsung mempromosikan pariwisata pulau Bali di tahun 1970an. Selain pantai pasir putih, alam tropis pulau Bali meliputi gunung, bukit, sawah terasering, dasar laut, dan sungai semuanya menawarkan keunikan dan ciri khas tersendiri. 

Oleh sebab itu, begitu banyak media internasional yang menyebutkan pulau Bali, sebagai tujuan wisata beriklim tropis yang paling diminati oleh wisatawan. Begitu banyak hotel, villa, resort, bungalow dan home stay terdapat di pulau Bali. Tempat makan dan spot wisata kuliner juga mengalami perkembangan di pulau Bali, semuanya disediakan untuk mengakomodasi para wisatawan yang berlibur. 

Pemerintah setempat juga memberikan dukungan penuh yang salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 2015-2029 (RIPPARDA Provinsi Bali) untuk menggenjot pariwisata Bali lebih masif lagi, dan berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali terus meningkat, pada 2018 jumlah wisatawan ke Bali mencapai 6 juta lebih.

Sayangnya dengan mewabahnya COVID 19 menimbulkan dampak luas pada industri pariwisata di Indonesia khususnya di Bali, akibat anjloknya permintaan dari wisatawan domestik maupun mancanegara. 

Drastisnya penurunan permintaan ini disebabkan oleh pemberlakuan berbagai pembatasan perjalanan oleh banyak negara yang berusaha membendung penyebaran dan penularan virus yang bisa berakibat fatal.

Pertama kali COVID-19 dilaporkan masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020 di Depok, Jawa Barat. Kasus penularan pertama ini terungkap setelah pasien 01 melakukan kontak dekat WN Jepang yang ternyata positif COVID-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020. COVID-19 di Indonesia  mengalami lonjakan kasus pertama pada 9 Mei 2020 dengan jumlah 533 kasus. Selanjutnya, pada 9 Juli 2020 kembali terjadi lonjakan kasus baru mencapai 1.043 kasus.

Pandemi COVID-19 akhirnya turut menghantam industri pariwisata Indonesia yang bila ditotal, sepanjang tahun 2020 jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 4,052 juta orang. Bisa dikatakan angka tersebut sangat memprihatinkan, karena dari total tersebut hanya sekitar 25% dari jumlah wisatawan yang masuk ke Indonesia pada 2019.

Penurunan wisatawan mancanegara berdampak langsung pada okupansi hotel-hotel di Indonesia. Bulan Januari-Februari, okupansi masih di angka 49,17% dan 49,22%. Namun di bulan Maret 2020 menjadi 32,24%, dan memburuk saat memasuki bulan April, yaitu sebesar 12,67%. Hal ini juga berdampak pada pendapatan negara di sektor pariwisata. 

Adanya pembatasan sosial berskala besar dan ditutupnya akses keluar masuk Indonesia, menyebabkan penurunan pendapatan negara di sektor pariwisata sebesar Rp 20,7 miliar. Dampak pandemi COVID-19 pada sektor pariwisata Indonesia juga terlihat dari pengurangan jam kerja. 

Sekitar 12,91 juta orang di sektor pariwisata mengalami pengurangan jam kerja, dan 939 ribu orang di sektor pariwisata sementara tidak bekerja. Pandemi COVID-19 juga berdampak langsung pada berbagai lapangan pekerjaan di sektor pariwisata. Menurut data BPS 2020, sekitar 409 ribu tenaga kerja di sektor pariwisata kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19.

Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan pariwisata Indonesia. Ada tiga fase penyelamatan yang dilakukan pemerintah melalui Kemenparekraf, yaitu Tanggap Darurat, Pemulihan, dan Normalisasi. Kunci utama sektor pariwisata agar dapat bertahan di tengah pandemi adalah memiliki kemampuan adaptasi, inovasi, dan kolaborasi yang baik. Pasalnya, saat ini pelaku masyarakat mulai berubah dan dibarengi dengan trend pariwisata yang telah bergeser. 

Melihat peluang ini, sejumlah rumah sakit di Bali mulai serius menggarap pasar wisata medis dengan mendirikan Bali Medical Tourism Association atau BMTA yang beranggotakan 17 rumah sakit dan klinik bertaraf internasional. 

Medical Tourism atau Wisata Medis atau Wisata Kesehatan adalah suatu konsep baru di bidang medis yang diprediksi akan menjadi lifestyle dan mempunyai potensi besar. Medical tourism adalah perjalanan seseorang ke luar negeri untuk tujuan mendapatan perawatan kesehatan baik general check up, treatment maupun rehabilitasi. 

Dalam industri kesehatan, pasien akan lebih cenderung mencari pelayanaan yang aman, nyaman dan berkualitas. Pencarian pelayanan kesehatan lintas negara sudah menjadi trend saat ini. Pasien dari negara berkembang mencari pelayanan medis ke negara maju biasanya untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang lebih berteknologi tinggi. 

Sedangkan pasien yang datang dari negara maju menuju ke negara berkembang biasanya mencari pelayanan kesehatan yang lebih ekonomis dan cepat. Mereka cenderung mencari pengobatan ke luar negaranya karena waktu tunggu yang lama untuk tindakan tertentu dan mahalnya biaya dari negara asal mereka. 

Bak gayung bersambut, pada tanggal 27 Desember 2021 yang baru lalu Presiden Joko Widodo telah melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking Rumah Sakit Internasional Bali yang terletak di Kawasan Wisata Sanur, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Sanur adalah daerah pesisir dan resort populer di selatan Bali. 

Ada 41 hektar lahan yang telah siap dikembangkan, ada 21,2 hektar lahan akan dialokasikan untuk membangun pusat wisata kesehatan dengan berbagai fasilitas, termasuk rumah sakit internasional, ecopark, area komersial, pasar seni, hotel, dan sekolah perhotelan. 

Dengan adanya rumah sakit tersebut diharapkan warga negara Indonesia (WNI) tak akan lagi berobat ke luar negeri. Kurang lebih 2 juta warga negara Indonesia telah pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Menurut Medical Departures, sebenarnya beberapa waktu lalu telah terjadi investasi besar terhadap dunia pariwisata medis di wilayah yang mendapat sebutan sebagai The Island of God ini. Contohnya saja Bali Mandara Hospital, Sanur yang telah mendapatkan anggaran tahunan provinsi sebesar 19 juta dolar Australia atau setara dengan hampir Rp 190 miliar. 

Dana tersebut dimaksudkan supaya fasilitas kesehatan bisa memadai dengan teknologi canggih dengan standar internasional. Plus, Bali Mandara Hospital telah mendapatkan dukungan penuh dari Royal Darwin Hospital Australia. 

Ditargetkan nantinya banyak warga negara asing yang akan datang ke Bali International Hospital untuk mencari layanan kesehatan yang telah bekerjasama dengan Mayo Clinic dan ini diyakini akan menjadi daya jual yang besar dan akan membuat Bali menjadi destinasi wisata medis baru didunia. 

Berikut adalah beberapa data terkait wisata medis di berbagai negara destinasi yang beberapa tahun lebih awal dari Indonesia telah bergerak dan mengeruk keuntungan masif dari industri ini ; 

Sekitar 2,5 juta pasien asing melakukan perjalanan ke rumah sakit di Thailand pada tahun 2013. Di Rumah Sakit Internasional Bumrungrad yang bergengsi di Bangkok, lebih dari 520.000 pasien internasional menerima perawatan di rumah sakit tersebut.

Singapura telah menjadi pusat pariwisata medis yang sangat maju di Asia Tenggara dengan 850.000 turis medis yang tiba pada tahun 2012. Namun, pada Januari 2019, sebuah laporan telah dirilis oleh RHB Research, artikel tersebut mengutip analis Juliana Cai yang mengatakan 

"Karena biaya perawatan kesehatan di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand jauh lebih rendah, mereka telah menarik wisatawan medis dari wilayah tersebut sehingga memakan pangsa pasar Singapura." Diharapkan industri wisata medis Indonesia mengikuti jejak Malaysia dan Thailand tersebut dengsn menjual layanan medis yang lebih rendah dari destinasi wisata medis kompetitor.

Negara negara latin khususnya Kosta Rika dan Panama, dengan cepat menjadi tempat wisata bagi pelancong medis dengan sekitar 40.000 pasien asing yang mencari perawatan kesehatan di Kosta Rika pada tahun 2011.

Karena kedekatan jaraknya dengan AS, Meksiko telah menjadi salah satu tujuan wisata medis teratas dengan 40.000 hingga 80.000 manula Amerika Serikat yang menghabiskan masa pensiun mereka di sana dengan memasuki sejumlah panti jompo dan unit perawatan kesehatan. 

Selain menerima kunjungan lebih dari 2 kali lipat dalam 5 tahun terakhir, Malaysia juga menjadi destinasi yang terkenal dengan 770.134 turis medis pada tahun 2013. Pada tahun 2016 Malaysia menerima penghargaan dan pengakuan global dari International Medical Travel Journal. 

Di antara penghargaan yang dimenangkan oleh The Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) adalah 'Health & Medical Tourism: Destination of the Year', International Hospital of the Year, 'International Cosmetic Surgery Clinic of the Year, 'International Dental Clinic of the Year', 'Fertilitas Internasional Tahun Ini', dan 'Inisiatif Pemasaran Terbaik Tahun Ini'.

India juga telah menjadi spot wisata medis yang laris, dengan 166.000 pasien internasional pada tahun 2012 telah datang ke negara itu karena pemilihan dokter yang sangat terampil dan infrastruktur medis yang ditingkatkan. Pada tahun 2016 jumlahnya terus meningkat, dengan lebih dari 170.000 visa medis diberikan. Ini hanya mewakili sebagian kecil dari total turis medis yang memasuki negara itu.

Permintaan wisata medis di Spanyol telah meroket, terutama di kota Marbella. Lebih dari 330 juta Euro per tahun dihasilkan di provinsi tersebut. Grup bisnis Quirn adalah pemasok medis terbesar di Spanyol dan menangani hingga 20.000 pasien asing per tahun, dengan sebagian besar pasien berasal dari Inggris, Belanda, dan Finlandia.

Medical Tourism Index (MTI) telah memeringkat 46 destinasi wisata medis di seluruh dunia dan memberikan masukan ke dalam 41 kriteria di 3 dimensi utama yaitu Daya Tarik Destinasi, Keamanan dan Kualitas Perawatan. MTI adalah sebuah organisasi nonprofit global untuk wisata medis dan industri pasien internasional. 

MTI bekerjasama dengan penyedia layanan kesehatan, pemerintah, perusahaan asuransi, pemberi kerja dan pembeli layanan kesehatan lainnya dalam pariwisata medis, pasien internasional, dan inisiatif perawatan kesehatan mereka dengan berfokus pada penyediaan layanan kesehatan yang transparan dengan kualitas terbaik.

Banyak negara destinasi medical tourism berusaha untuk menarik investasi asing dan domestik ke sektor ini dengan cara memberikan hak istimewa yang berbeda seperti insentif pajak untuk pengembangan sektor tersebut. Destinasi seperti Yordania telah berhasil menarik investor Kuwait untuk membangun kota medis yang kompetitif di Amman. Kolombia dan lainnya telah membentuk Zona Perdagangan Bebas (FTZ) untuk fasilitas kesehatan yang memenuhi kriteria untuk berpartisipasi. 

UEA juga mendirikan kota kesehatan besar di Dubai yang akan menjadi terbesar di Timur Tengah dan mengintegrasikan layanan wisata medis ke dalam operasinya. Investasi di lapangan juga telah diperluas ke layanan pendukung seperti peralatan ambulans, fasilitas bandara dan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Mereka juga telah mengembangkan visi yang jelas dan tujuan strategis untuk sektor wisata medis mereka dan menetapkan tujuan tertentu untuk dicapai dalam kerangka waktu tertentu. 

Dengan demikian, strategi, rencana dan program yang relevan untuk mencapai tujuan tersebut telah diidentifikasi dengan jelas dan dilaksanakan dengan teknik yang efektif. Kerjasama antara pemangku kebijakan adalah suatu keharusan bagi setiap tujuan wisata medis untuk mengkoordinasikan upaya pengembangan sektor ini. 

Negara-negara seperti Singapura, Korea Selatan, Malaysia, Turki, dan Lebanon telah membentuk dewan pariwisata medis nasional masing-masing yang menyatukan semua pihak baik formal maupun informal yang memiliki suara atau dapat berperan dalam pengembangan sektor ini.

Keunikan sekaligus keunggulan negara berkembang dalam industri wisata medis adalah memperkenalkan prosedur pelayanan non bedah seperti yoga, ayurveda, homeopathy, naturopathy, dan meditasi sebagai pilihan yang baik untuk membentuk kesehatan fisik dan mental. Pelayanan seperti ini berkembang sangat pesat di negara negara berkembang seperti Malaysia, Thailand dan India. 

Warga Amerika Serikat memilih Meksiko, Kosta Rika atau Panama untuk layanan gigi atau operasi kosmetik karena kedekatan jarak mereka. Sedangkan Asia Tenggara dan India adalah tujuan pilihan mereka untuk kasus ortopedi dan kardiovaskular karena kualitas perawatan kesehatan yang tinggi dan sejumlah besar rumah sakit dan dokter telah terakreditasi AS.

Trend lainnya yang sedang berkembang yaitu pengobatan dengan laser, penurunan berat badan, dan masalah masalah infertilitas. Sejauh ini terdapat 35 negara yang sudah mengantongi akreditasi internasional dari Joint Commission International (JCI). India memilki 16 rumah sakit bersertifikat akreditas JCI dan Thailand baru 5 rumah sakit yang mengantongi akreditasi JCI. 

Indonesia memiliki 4 rumah sakit swasta yang telah berakreditasi internasional dan 9 rumah sakit pemerintah yang sedang berproses untuk akreditasi internasional. 

Karena sebagian besar negara yang dijadikan acuan memiliki beberapa rumah sakit dan penyedia layanan medis lainnya yang tertarik untuk memasuki pasar wisata medis, otoritas pemerintah atau konsorsium penyedia berada dalam posisi terbaik untuk menyelenggarakan pelatihan dan kegiatan pengembangan profesional untuk penyedia wisata medis. 

Dengan melibatkan pelatih dan kurikulum untuk mengembangkan kapasitas, penyedia dapat mengambil keuntungan dari wawasan kelompok dan skala ekonomi cluster untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, mengembangkan tujuan pembelajaran khusus dan mendanai kegiatan pelatihan dan lokakarya oleh pelatih profesional yang lebih berpengalaman yang memberikan pelatihan yang dapat dilakukan oleh penyedia individu sendiri. Setiap negara telah berusaha untuk memposisikan dirinya di pasar pariwisata medis internasional sebagai destinasi yang mempunyai  keunggulan dalam perawatan tertentu atau produk medis tertentu. 

Sejumlah besar dokter yang bekerja di bidang pariwisata medis di tujuan terkemuka seperti India, Singapura dan Thailand atau di destinasi yang menjanjikan seperti Lebanon dan UEA, memiliki kredensial internasional atau memegang kualifikasi profesional AS atau Inggris. Selain itu, banyak yang fasih berbahasa Inggris dan bahasa asing lainnya.

Hotel dan resort yang digunakan oleh pasien internasional di destinasi wisata medis seperti di Jerman, Singapura, Malaysia, Thailand, Amerika Serikat, Meksiko, Korea Selatan dan Yordania dilengkapi dan dipersiapkan dengan baik untuk menanggapi kebutuhan khusus pasien. Di beberapa negara destinasi, hotel dimasukkan pula sebagai bagian dari rumah sakit dengan metode berbagi ruang kolaboratif untuk mengakomodasi pendamping dan keluarga pasien atau memindahkan pasien dari pengaturan rawat inap rumah sakit selama masa inap sebelum dan sesudah operasi.

Sebagian besar destinasi wisata medis menawarkan harga transparan untuk layanan bedah dan diagnostik mereka yang biasanya dikutip dalam bentuk paket layanan. Paket sering kali mencakup referensi ke layanan medis atau diagnostik, dan mungkin termasuk transfer darat dan akomodasi di luar masa inap di rumah sakit. Informasi ini dapat dengan mudah diperoleh dari internet atau dari perwakilan kantor penyuluhan asing yang dimiliki atau dikontrak penyedia, travel agen penyedia layanan wisata medis, atau agen pemasaran yang dikontrak yang biasa disebut sebagai fasilitator. 

Selama ini ada banyak deskripsi paket dari penyedia diartikulasikan dengan buruk, tidak jelas dan ambigu, menggunakan terjemahan idiomatik yang tidak akurat yang membingungkan prospek dan sarat dengan penafian yang cenderung meningkatkan kecurigaan dan kecemasan klien potensial. Kegagalan ini sering menyebabkan ditinggalkannya pemilihan destinasi wisata medis oleh klien potensial. Hal demikian jangan sampai terjadi pada destinasi wisata medis tanah air terutama di Bali.

Semua benchmark menggunakan situs web sebagai alat penting untuk mempromosikan produk wisata medis mereka. Beberapa situs web dikembangkan oleh dewan perdagangan, seperti di Singapura, yang mewakili seluruh sektor dan menawarkan informasi tentang semua anggotanya. 

Malaysia telah membuat direktori format majalah besar yang menarik yang menampilkan anggota Dewan Pariwisata Kesehatan Malaysia (MHTC), sementara Korea Selatan telah menerbitkan buklet yang menyoroti setiap penyedia anggota Institut Pengembangan Industri Kesehatan Korea (KHIDI). Akreditasi keamanan kelas dunia telah menjadi syarat utama bagi penyedia layanan kesehatan mana pun untuk memposisikan dirinya di pasar internasional. 

India, Thailand, dan Malaysia memiliki visa khusus untuk wisata medis jangka panjang, sementara banyak negara lainnya memberikan akomodasi khusus untuk memfasilitasi aplikasi visa dan perpanjangan bagi pengunjung wisata medis. Travel agen dengan kompetensi layanan wisata medis terbukti sangat penting, sebagaimana dibuktikan oleh Tunisia, Amerika Serikat, Singapura, Korea dan Afrika Selatan.

Penyedia layanan kesehatan di destinasi Dubai, Malaysia, Korea Selatan dan Thailand sering kali mengembangkan ikatan yang kuat dengan institusi pendidikan kedokteran internasional dalam rangka transfer pengetahuan dan teknologi, pemasaran serta untuk pembangunan citra yang baik.

Afrika Selatan, Kolombia, Jerman, Thailand, dan Hongaria telah menjadi acuan sebagai destinasi yang memiliki sistem ambulans darat dan udara yang mapan dan keunggulan traumatologi, sementara negara-negara lain turut pula  di identifikasi sebagai destinasi baru yang menggunakan teknologi untuk mendukung layanan ambulans canggih. Thailand telah menerapkan paramedis dan perawat yang sangat terlatih yang merespon dengan cepat menembus kemacetan lalu lintas hingga kedatangan pasien di rumah sakit. 

Afrika Selatan juga menggunakan teknologi Statscan Critical Imaging System, sistem sinar-X digital dosis rendah yang dapat mengambil gambar seluruh tubuh dalam 13 detik. Teknologi ini memberikan informasi penting kepada dokter tentang cedera pasien dan memungkinkan bagi anggota paramedis untuk tetap bisa di sisi pasien selama pemeriksaan karena emisi mengandung 75% lebih sedikit radiasi. 

Teknologi digital memungkinkan dokter untuk memperbesar atau memutar gambar tanpa mempengaruhi kualitas gambar. Teknologi ini awalnya dikembangkan untuk digunakan di tambang berlian di Afrika Selatan untuk memindai para pekerja tambang di penghujung jam  kerja untuk mendeteksi berlian yang bisa disembunyikan di pakaian atau ditelan.

Seiring berkembangnya industri wisata medis, demikian pula permintaan akan asuransi perjalanan khusus akan turut meningkat. Sekarang ada produk asuransi yang akan melindungi pasien dalam kasus perjalanan untuk operasi dan produk lanjutan yang berusaha melindungi pasien dari biaya komplikasi dan operasi yang berulang karena kesalahan prosedur medis. 

Jika pasien mempertimbangkan perjalanan untuk alasan perawatan medis, maka pasien dan keluarganya tentu akan mencari jenis asuransi ini yang merupakan peluang lain bagi industri asuransi tanah air untuk turut menangkap peluang besar ini.

Dari uraian fakta dan data diatas, penulis dapat menarik kesimpulan ada 3 elemen kunci  untuk menjadi destinasi wisata medis yang menonjol yang dapat di aplikasikan bagi kemajuan industri wisata medis tanah air yaitu : 

  1. Penekanan pada kualitas dan standar perawatan 

  2. Mengupayakan agar pasien dan keluarganya tinggal lebih lama di destinasi dengan memberikan kemudahan perpanjangan visa dan kemudahan domestik lainnya.

  3. Mengembangkan strategi wisata medis yang berkelanjutan

Daripada mengizinkan penyedia layanan kesehatan dengan standar apa pun untuk menjual layanan kesehatannya secara global, pemerintah dan para pemangku kebijakan hendaknya dapat memastikan bahwa hanya yang terbaik yang dapat menjual paket layanan wisata medis. Dengan mengontrol siapa yang melakukan apa, demi menghindari kerusakan reputasi industri wisata medis tanah air. 

Strategi difokuskan agar dapat memberikan hasil yang memuaskan di semua fase perjalanan pasien beserta keluarga dari pra hingga pasca perawatan dan seterusnya serta memberikan perawatan dan perjalanan berkelas yang memuaskan yang dapat membantu membangun citra destinasi wisata medis yang baik. Dalam hal strategi wisata medis, hanya sedikit destinasi yang melakukannya dengan tepat. Beberapa destinasi langsung terjun ke strategi berinvestasi dalam pemasaran dan promosi ke banyak pasar potensial, tanpa memikirkan strategi mereka. 

Beberapa percaya bahwa begitu mereka mendirikan klaster wisata medis, menghadiri pameran dan konferensi di seluruh dunia dan bertemu banyak agen pemasaran, arus pasien ke tujuan mereka akan meningkat. Tentu saja tidak sesederhana itu, wisata medis adalah ceruk pasar (niche market) yang kompleks namun menjanjikan. 

Titik awal untuk strategi wisata medis adalah memutuskan apa yang akan dijual dan kepada siapa. Kita mempunyai  tujuan untuk memastikan  kekuatan produk dan layanan dengan kebutuhan dan keinginan pasar tertentu. Untuk melakukan itu, diperlukan beberapa analisis pasar yang cukup mendalam dan penilaian yang jujur tentang kekuatan dan kelemahan destinasi nasional terhadap kompetitor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun