Orang dewasa yang menemani mereka tidak melakukan tindakan apa-apa, mungkin mereka menganggap bahwa gerbong kereta adalah arena bermain seperti halnya di pusat-pusat permainan. Belum lagi, mereka melalukan percakapan seperti di warung kopi, keras-keras tanpa mengindahkan kenyamanan orang lain. Mungkin mereka juga mengganggap bahwa gerbong tersebut adalah milik pribadi, jadi bisa berbuat seenaknya. Bisa dibayangkan gangguan yang mereka ciptakan kepada penumpang lain yang ingin beristirahat sejenak atau pun bersantai dalam perjalanan. Jadi, bayangkan saja jika anda mendapat tempat duduk di sebelah rombongan orkes seperti itu untuk perjalanan selama 10 jam atau lebih.Â
Saya sebenarnya ingin melaporkan ke Kondektur kereta api karena kelakuan mereka yang mengganggu penumpang lain. Tapi, saya urungkan karena saya ingin merekam kelakuan mereka  sehingga saya dapat menunjukkan bahwa pelancong yang berjalan berombongan dengan kendaraan umum itu seharusnya bersikap dengan penuh kesadaran sebagai manusia.
Dalam perjalanan udara, pelancong yang berombongan juga sering kali sama konyolnya. Biasanya kekonyolan itu ditunjang karena naik pesawat atau melancong ke luar negeri adalah pengalaman mereka yang pertama kali. Selain itu, perjalanan dengan grup atau rombongan membuat mereka merasa lebih exist.
Norak
Sekitar dua tahun lalu, saya melakukan perjalanan ke Iran dengan transit di Bangkok. Dalam pesawat saya, banyak wisatawan asal Indonesia yang akan mendarat di Bangkok. Saya terbang solo seperti biasanya. Bersama saya juga ada pelancong-pelancong lain yang melakukan perjalanan dalam rombongan.Â
Kehebohan mulai tampak di ruang tunggu bandara ketika ada rombongan pelancong yang membawa-bawa tongsis. Mereka seakan-akan ingin merekam setiap detik adegan yang mereka lalukan di bandara sehingga mulai dari pemeriksaan tiket dan di ruang tunggu tongsis bergerak ke sana ke mari. Ini belum ditambah dengan foto narsis bersama yang diiringi sorak-sorai selayaknya rombongan atlet yang mau berlaga ke luar negeri. Kenyamanan orang lain tentu saja tidak menjadi urusan mereka.
Entah mengapa tidak sedikit orang yang secara sengaja menyalakan speaker ketika menelpon di tempat umum seperti bandara. Bukan saja menyalakan speaker, mereka juga melakukan percakapan dengan volume yang keras. Apa pun alasannya tindakan seperti itu terkesan norak karena kalau saya lihat jenis telepon yang mereka gunakan bukan telepon kelas kambing yang kualitas suaranya jelek.
Di bandara di luar Indonesia, jika melakukan perjalanan berombongan, banyak pelancong yang cenderung intimidatif, apalagi jika rombongannya besar. Yang paling sering terjadi adalah memonopoli tempat duduk. Sering kali mereka meletakkan barang-barang mereka di tempat duduk, sehingga penumpang lain tidak kebagian tempat.
Jika mereka mengobrol  suaranya terdengar seperti dengungan lebah, belum lagi jika mereka tertawa cekikikkan. Di bandara di Timur Tengah seperti Kuwait, saya pernah menyaksikan rombongan penumpang asal indonesia yang cekikikkan dan tertawa terbahak-bahak. Pemandangan itu sangat kontras dengan penumpang lain yang sedang menunggu dan tampak tenang.
Saya tidak tahu apakah jika mereka melakukan perjalanan mandiri, mereka  akan menyadari tindakan atau pun kelakuan mereka. Sebab,  sering kali rombongan pelancong dengan jumlah yang banyak merasa kuat dan bisa bertindak seenaknya. Mereka juga sering memberlakukan tempat umum seperti ruang pribadi milik sendiri.
Saya bisa menyimpulkan bahwa kelas apa pun yang saya ambil dalam perjalanan di kereta api atau pun pesawat tidak masalah sepanjang tetangga yang duduk di sebelah saya atau pun penumpang lain yang berada di kelas kita adalah orang-orang yang punya kesadaran, yang tahu bagaimana harus berkelakuan di tempat umum. Bagaimana dengan pengalaman anda?