Mohon tunggu...
Wizara Salisa
Wizara Salisa Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Mahasiswa magister kesehatan masyarakat minat gizi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bantu Indonesia Turunkan Angka Stunting Melalui Pemenuhan Konsumsi Portein

24 Oktober 2022   08:53 Diperbarui: 24 Oktober 2022   09:08 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.anlene.comv

Belakangan ini stunting menjadi salah satu masalah gizi yang sangat ramai diperbincangkan oleh banyak negara, karena stunting merupakan tantangan paling mendasar yang berpengaruh terhadap sumber daya manusia. 

Stunting tidak hanya terpaku pada penampilan fisik yang pendek yaitu nilai standar deviasi tinggi atau panjang badan per usia (TB/U) kurang dari angka minus dua (-2) sesuai dengan aturan yang ditetapkan organisasi kesehatan WHO. 

Lebih dari itu, berbagai penelitian telah mengemukakan risiko stunting baik jangka pendek maupun jangka panjang. 

Mengutip beberapa hasil penelitian di jurnal internasional ternama, Nutrients, menemukan hubungan stunting dengan perkembangan otak yang kurang optimal, sistem imunitas rendah, hingga konsekuensi jangka panjang yang berkaitan dengan kerentanan terhadap masalah kesehatan, kemampuan kognitif, kinerja (kekuatan dan kelincahan), hingga dari segi ekonomi yaitu tingkat pendapatan yang rendah.

Pada dasarnya, memberantas kasus stunting hingga di angka 0% adalah hal yang hampir tidak mungkin. Mengingat bahwa stunting terjadi karena gangguan nutrisi kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti yang dijelaskan dalam beberapa artikel ilmiah pada jurnal Plos One yang meneliti tentang faktor-faktor kejadian stunting. 

Kejadian stunting dimulai dari hal mendasar yaitu pengetahuan dan ekonomi, nutrisi ibu pada masa kehamilan, adanya penyakit infeksi atau penyakit bawaan sejak masa kehamilan, juga pemberian nutrisi pada masa bayi dan anak. Namun meskipun begitu, beberapa faktor dapat dikendalikan, melalui pemberian ASI eksklusif dan pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) yang bergizi.

Nutrisi tentunya menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan seorang anak baik saat di dalam kandungan, maupun saat setelah lahir. Sehingga pemenuhan gizi sangat penting, yaitu dengan memberikan makanan yang mengandung berbagai zat gizi, baik makro yang terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein, serta mikro yaitu vitamin dan mineral. Khususnya pada konsumsi protein untuk mendapatkan kandungan asam amino yang berperan dalam pertumbuhan.

Asam amino dibagi menjadi dua macam, yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino non-esensial adalah asam amino yang bisa dibuat atau diproduksi sendiri oleh tubuh dengan menggunakan asam organik biasa yang ada dalam tubuh, sedangkan asam amino esensial adalah asam amino yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, atau jika memang diproduksi, jumlahnya sangat sedikit sehingga tidak cukup. Untuk itu, tubuh harus mendapatkan sumber asam amino dari luar dengan cara mengonsumsi makanan yang kaya akan asam amino.

Sumber asam amino esensial dapat berupa makanan yang mengandung protein hewani maupun makanan yang mengandung protein nabati. Namun protein hewani dikatakan sebagai bahan makanan yang mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap yang bermanfaat mendukung pembentukan semua hormon pertumbuhan. 

Hal ini juga dibuktikan oleh sebuah penelitian di Afrika yang pernah membandingkan anak yang memiliki pola makan vegan atau sama sekali tidak mengonsumsi produk hewani dengan anak yang makan protein hewani. Dari penelitian tersebut, hasilnya, anak yang mengonsumsi protein hewani memiliki tubuh lebih tinggi dibandingkan yang hanya mengonsumsi protein nabati saja.

Angka kecukupan konsumsi protein di Indonesia nyatanya masih terbilang sangat kurang yaitu <80% menurut data Bappenas tahun 2019. Padahal, konsumsi protein khususnya hewani berkaitan dengan permasalahan gizi, dimana dalam penelitian yang dilakukan di Semarang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah asupan protein hewani dengan perawakan pendek (stunting) pada anak. 

Hal ini diperkuat dengan peran protein sebagai reseptor yang dapat mempengaruhi fungsi DNA sehingga merangsang atau mengendalikan proses pertumbuhan. Semakin tinggi dan baik kualitas protein yang dikonsumsi maka semakin tinggi juga kadar insulin (IGF-1) yang bertugas sebagai mediator pertumbuhan dan pembentukan matriks tulang.

Tubuh yang kekurangan asupan protein hewani, akan mengalami kekurangan hormon pertumbuhan, gangguan regenerasi sel, sel tidak tumbuh dengan baik, massa otot tidak bertambah, dan sistem kekebalan tubuh terganggu, yang menyebabkan sering sakit. Keseluruhannya tersebut juga menuju ke kejadian stunting.

Penelitian menunjukkan bahwa protein berperan dalam membangun dan memelihara sel serta jaringan tubuh. Asupan protein dibutuhkan oleh otak untuk membentuk neurotransmitter tertentu, khsusunya catecholamine dan serotonin. Kualitas protein yang dikonsumsi mempengaruhi jumlah protein otak dan neurotransmitter. 

Neurotransmitter sendiri berperan sebagai pembawa pesan kimia yang membawa informasi dari sel-sel otak ke sel-sel otak lainnya. Catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak dalam memproses informasi, sedangkan serotonin untuk menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi. Keberadaan catecholamine dibentuk dari asam amino penting yaitu tyrosine, dan serotonin dari asam amino tryptophan. 

Oleh karena itu, semakin tinggi asupan protein yang dikonsumsi maka akan semakin meningkatkan fungsi kognitif balita. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Diponegoro yang menunjukkan bahwa asupan protein berhubungan positif dengan fungsi kognitif balita.

Sumber: Scott et al., 2019, https://doi.org/10.1152/ajpregu.00005.2019
Sumber: Scott et al., 2019, https://doi.org/10.1152/ajpregu.00005.2019

Protein hewani tidak harus merupakan makanan yang mahal. Salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan murah adalah ikan. Ikan tidak hanya tinggi protein, ikan juga mengandung asam lemak omega 3 yang mampu mengoptimalkan perkembangan otak anak pada periode emas pertumbuhannya. 

Indonesia sebagai negara maritim sangat diuntungkan dengan melimpahnya hasil perikanan yaitu berbagai macam ikan-ikanan/seafood. Protein hewani biasa diolah ke dalam makanan pendamping ASI (untuk anak usia <2 tahun) atau makanan utama (untuk balita). 

Pemberian makanan juga harus diperhatikan oleh ibu, yaitu disesuaikan dengan pedoman pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), yang menyesuaikan jumlah porsi makanan yang diberikan dan tekstur makanan terhadap usia balita.

Selain protein, jangan lupa juga untuk mencukupi zat gizi utama lainnya yaitu karbohidrat dan lemak, serta kebutuhan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral yang juga turut berperan dalam membantu metabolisme, meningkatkan kekebalan tubuh, mengaktivasi sel-sel pertumbuhan, dan perkembangan otak. 

Perhatikan kualitas dan kuantitas pemberian makanan pada anak dengan prinsip keberagaman makanan, sehingga dalam satu hidangan pastikan terdapat sumber karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral, atau makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayur, dan buah. 

Melalui perbaikan pemberian makanan pada anak sebagai langkah di tingkat rumah tangga, dan upaya di tingkat pemerintahan dengan penggerakan partisipasi lintas sektor, kedinasan, organisasi profesi kesehatan, hingga industri, diharapkan mampu bersinergi dalam pencegahan dan penanganan stunting di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun