Angka kecukupan konsumsi protein di Indonesia nyatanya masih terbilang sangat kurang yaitu <80% menurut data Bappenas tahun 2019. Padahal, konsumsi protein khususnya hewani berkaitan dengan permasalahan gizi, dimana dalam penelitian yang dilakukan di Semarang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah asupan protein hewani dengan perawakan pendek (stunting) pada anak.Â
Hal ini diperkuat dengan peran protein sebagai reseptor yang dapat mempengaruhi fungsi DNA sehingga merangsang atau mengendalikan proses pertumbuhan. Semakin tinggi dan baik kualitas protein yang dikonsumsi maka semakin tinggi juga kadar insulin (IGF-1) yang bertugas sebagai mediator pertumbuhan dan pembentukan matriks tulang.
Tubuh yang kekurangan asupan protein hewani, akan mengalami kekurangan hormon pertumbuhan, gangguan regenerasi sel, sel tidak tumbuh dengan baik, massa otot tidak bertambah, dan sistem kekebalan tubuh terganggu, yang menyebabkan sering sakit. Keseluruhannya tersebut juga menuju ke kejadian stunting.
Penelitian menunjukkan bahwa protein berperan dalam membangun dan memelihara sel serta jaringan tubuh. Asupan protein dibutuhkan oleh otak untuk membentuk neurotransmitter tertentu, khsusunya catecholamine dan serotonin. Kualitas protein yang dikonsumsi mempengaruhi jumlah protein otak dan neurotransmitter.Â
Neurotransmitter sendiri berperan sebagai pembawa pesan kimia yang membawa informasi dari sel-sel otak ke sel-sel otak lainnya. Catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak dalam memproses informasi, sedangkan serotonin untuk menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi. Keberadaan catecholamine dibentuk dari asam amino penting yaitu tyrosine, dan serotonin dari asam amino tryptophan.Â
Oleh karena itu, semakin tinggi asupan protein yang dikonsumsi maka akan semakin meningkatkan fungsi kognitif balita. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Diponegoro yang menunjukkan bahwa asupan protein berhubungan positif dengan fungsi kognitif balita.
Protein hewani tidak harus merupakan makanan yang mahal. Salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan murah adalah ikan. Ikan tidak hanya tinggi protein, ikan juga mengandung asam lemak omega 3 yang mampu mengoptimalkan perkembangan otak anak pada periode emas pertumbuhannya.Â
Indonesia sebagai negara maritim sangat diuntungkan dengan melimpahnya hasil perikanan yaitu berbagai macam ikan-ikanan/seafood. Protein hewani biasa diolah ke dalam makanan pendamping ASI (untuk anak usia <2 tahun) atau makanan utama (untuk balita).Â
Pemberian makanan juga harus diperhatikan oleh ibu, yaitu disesuaikan dengan pedoman pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), yang menyesuaikan jumlah porsi makanan yang diberikan dan tekstur makanan terhadap usia balita.
Selain protein, jangan lupa juga untuk mencukupi zat gizi utama lainnya yaitu karbohidrat dan lemak, serta kebutuhan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral yang juga turut berperan dalam membantu metabolisme, meningkatkan kekebalan tubuh, mengaktivasi sel-sel pertumbuhan, dan perkembangan otak.Â