Â
Pemberlakuan uang kuliah Tunggal (UKT) pada tahun ajaran 2013/2014 tujuan awalnya adalah untuk meringankan biaya pendidikan tinggi. Namun faktanya dilapangan yang terjadi dari tahun ke tahun, UKT ini justru semakin membebani masyarakat untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 10 tahun sejak awal UKT diberlakukan, kenaikan UKT yang signifikan menuai banyak protes dari masyarakat, utamanya mahasiswa yang secara langsung merasakan imbas dari kenaikan UKT ini. Tanggapan dari seorang pejabat publik dari Kemendikbudristek mengenai kenaikan UKT yang mengatakan bahwa, "Pendidikan tinggi adalah tertiery education, artinya tidak semua lulusan SLTA SMK wajib masuk perguruan tinggi, ini sifatnya pilihan bagi yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi. Berbeda dengan dengan wajib belajar SD SMP SMA. Dst"
Apa yang dikatakan oleh perwakilan dari Kemendikbudristek menjadi sensitif bagi masyarakat saat mendengar ungkapan "pendidikan tinggi adalah tertiary education". Masyarakat menganggap bahwa pemerintah benar-benar tidak peduli dengan pendidikan Masyarakat dan seakan-akan mengatakan bahwa, "Masyarakat miskin/tidak punya uang tidak perlu kuliah, dan yang menempuh pendidikan tinggi hanya diperuntukan untuk orang kaya saja" hal inilah yang menjadikan masalah UKT semakin ramai dibicarakan. Berikut, 4 hal sebab UKT menuai banyak protes Masyarakat.
Simak, 4 Sebab UKT Menuai Protes Masyarakat
1. Kenaikan UKT yang Signifikan
Pada tahun ajaran 2014/2015 UKT di perguruan tinggi mengalami kenaikan yang cukup membuat kaget Masyarakat. Kenaikan UKT mencapai 500% dari tahun sebelumnya yang hanya 2,5juta menjadi 14juta. Hal tersebut disampaikan oleh ketua BEM UNSOED dalam rapat dengar pendapat bersama komisi X DPR. Mahasiwa dari universitas lain pun mengatakan hal serupa terkait kenaikan UKT yang tinggi.
2. Ketidakhadiran Pemerintah
Kenaikan UKT disebabkan oleh berkurangnya subsidi dari pemerintah untuk memenuhi biaya kuliah tunggal (BKT) yang harus ditanggung oleh perguruan tinggi. Demi memenuhi BKT tersebut, perguruan tinggi menaikan UKT yang pada akhirnya membebani Masyarakat.
Padahal pendidikan adalah bagian dari amanat UUD 1945 yang harus dilaksanakan. Seharusnya pemerintah hadir dengan mengambil alih beban pendidikan yang harus ditanggung Masyarakat. Terlepas dari pendidikan tinggi bukan bagian dari program wajib belajar pemerintah 9 tahun, namun pendidikan tinggi merupakan bagian penting untuk melahirkan generasi Indonesia emas yang diharapkan akan terwujud di tahun 2045.
Jika pemerintah memang serius untuk membangun Indonesia emas tahun 2045 sudah seharusnya memperbaiki kualitas generasi penerus dengan memberikan support penuh bagi Masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi melalui terjangkaunya biaya pendidikan dalam hal ini UKT.
3. Kemampuan Ekonomi Masyarakat
Biaya pendidikan yang selalu naik dari tahun ke tahun tidak berbanding lurus dengan kenaikan penghasilan Masyarakat. Misalnya, UKT tahun ajaran 2013/2014 UKT di Universitas Indonesia 100 ribu sampai yang tertinggi 7,5juta, sedangkan pada 10 tahun kemudian di tahun ajaran 2024/2025 menjadi 500ribu sampai yang tertinggi mencapai 20juta. Hal ini sangat timpang dengan pertumbuhan perekonomian Masyarakat yang  jika dilihat dari kenaikan UMR DKI Jakarta sebagai salah satu provinsi dengan UMR tinggi, pada tahun 2014 hanya Rp. 2.441.000 kemudian pada tahun 2024 menjadi Rp. 5.067.381.
Biaya UKT tersebut belum termasuk dengan biaya hidup mahasiswa, biaya penugasan, dll yang harus ditanggung Masyarakat jika ingin menyelesaikan pendidikan tinggi. Dalam hal ini Masyarakat benar-benar butuh adanya support pemerintah dalam membantu meringankan biaya pendidikan, utamanya UKT.
4. Kondisi Mengharuskan Menempuh Pendidikan Tinggi
Sekarang ini banyak lulusan SMA yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, salah satunya adalah persyaratan melamar pekerjaan yang kebanyakan Perusahaan menerapkan syarat minimal lulusan dari pendidikan tinggi, setidaknya diploma. Hal ini mendorong Masyarakat berlomba-lomba untuk melanjutkan pendidikannya demi kehidupan yang layak dimasa mendatang. Namun apa jadinya jika UKT semakin mahal hingga Masyarakat tak mampu membayarnya? Tentu saja bonus demografi yang dimiliki Indonesia dikhawatirkan menjadi boomerang bagi pertumbuhan negara ini kedepannya.
Demikianlah 4 yang menjadi sebab Masyarakat resah sehingga melontarkan protes dan keberatan akan kenaikan UKT. Sepertinya Masyarakat benar-benar berharap pemerintah pusat dapat segera mengambil langkah dan mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada Masyarakat terkait UKT dan biaya pendidikan. Menjadi pilihan bagi pemerintah, apakah akan melaksanakan amanat UUD 1945 ataukah akan membiarkan Masyarakat kesulitan dalam menempuh pendidikan yang sudah menjadi haknya sebagai warga negara. Salam Pendidikan!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI