Mohon tunggu...
WIWIT PUTRI WIGATI
WIWIT PUTRI WIGATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nama : WIWIT PUTRI WIGATI/NIM : 43222010029/Program Studi : AKUNTANSI S1/Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB/Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak/UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis - Diskursus Behavioral Conditioning Ivan Pavlov dan Fenomena Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   19:57 Diperbarui: 14 Desember 2023   22:17 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pengusaha sering melihat rekan-rekannya melakukan korupsi. Pengusaha tersebut awalnya tidak tertarik untuk melakukan korupsi, karena dia tahu bahwa itu adalah tindakan ilegal. Namun, setelah melihat rekan-rekannya yang melakukan korupsi sebab memperoleh keuntungan, pengusaha tersebut mulai berpikir bahwa korupsi bukanlah hal yang buruk.  

Pada tahap pengkondisian operan, korupsi dipelajari melalui asosiasi antara respons dan konsekuensi. Dalam kasus korupsi respons yang muncul adalah tindakan korupsi itu sendiri. Konsekuensi yang muncul bisa berupa penguatan positif, penguatan negatif, atau hukuman. Jika tindakan korupsi tersebut mendapatkan penguatan positif, misalnya dengan mendapatkan uang suap, maka korupsi tersebut akan semakin sering terjadi. Sebaliknya, jika tindakan korupsi tersebut mendapatkan penguatan negatif, misalnya dengan dihukum atasan, maka korupsi tersebut akan semakin jarang terjadi.

Pada tahap perilaku terbiasa, korupsi telah menjadi perilaku yang terbiasa. Perilaku korupsi tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pelaku korupsi. Pelaku korupsi tidak lagi berpikir panjang untuk melakukan korupsi, karena mereka telah terbiasa melakukannya. Perilaku korupsi yang terbiasa ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mendukung, seperti lingkungan yang korup, budaya permisif terhadap korupsi, dan lemahnya penegakan hukum.

Behavioral Conditioning Pada Korupsi 

Penerapan behavioral conditioning (pengkondisian perilaku) pada korupsi memerlukan upaya perubahan perilaku individu untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi. Pendekatan yang diusulkan mencakup penerapan undang-undang antikorupsi secara konsisten, reformasi rekrutmen pegawai dan sistem promosi, memperkuat pengawasan korupsi, dan melembagakan pemberantasan korupsi dalam jangka panjang. Selain itu, pendidikan antikorupsi juga fokus pada peningkatan internalisasi nilai-nilai antikorupsi di kalangan peserta didik, baik melalui pembelajaran keteladanan, interdisipliner maupun praktik perilaku antikorupsi di sekolah dan masyarakat. Dalam konteks operant conditioning, penguatan positif terhadap perilaku korupsi yang dilakukan oleh aktor koruptor dapat memperkuat perilaku tersebut. Oleh karena itu, pemberian hukuman yang keras dan konsisten kepada pelaku korupsi dapat menjadi bentuk penguatan negatif yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya tindakan korupsi di masa depan. 

edit from canva
edit from canva

Bagaimana prinsip-prinsip Behavioral Conditioning pada Korupsi?

Menerapkan prinsip-prinsip pengkondisian perilaku (behavioral conditioning) terhadap korupsi dapat menjadi pendekatan yang kontroversial mengingat kompleksitas dan sifat etika dari permasalahan tersebut. Pengondisian perilaku adalah konsep inti behaviorisme yang melibatkan proses pembentukan atau perubahan perilaku melalui pengaruh lingkungan dan konsekuensi perilaku. Berikut beberapa prinsip-prinsip pengondisian perilaku yang mungkin relevan dalam kasus korupsi:  

1. Identifikasi Penguat (Reinforcers) dan Hukuman

 - Penguatan Positif

Korupsi dapat diperkuat dengan imbalan positif seperti uang, kekuasaan, atau kemudahan mencapai tujuan tertentu.

 - Penguat negatif

Perilaku korupsi juga dapat diperkuat dengan menghindari hukuman atau konsekuensi negatif (misalnya penegakan hukum).

2. Pembentukan Asosiasi

Individu dapat membuat hubungan antara perilaku korup dan hasil positif yang mereka dapatkan dari tindakan korupsi. Misalnya, ketika korupsi berhasil menghasilkan keuntungan, maka hal tersebut dapat memperkuat komitmen terhadap perilaku tersebut.  

3. Validasi Varian

Memberikan penguatan yang bervariasi atau tidak pasti dapat memperpanjang perilaku korupsi. Ketika penghargaan atau hukuman diberikan karena ketidakpastian, orang mungkin lebih cenderung untuk melanjutkan perilaku tersebut. 

4. Ekstinksi

Kepunahan melibatkan penghapusan penguatan atau konsekuensi positif dari perilaku korup. Jika konsekuensi positif dihilangkan atau dikurangi, perilaku tersebut kemungkinan besar akan bertambah buruk. 

5. Pemberian Model atau Contoh

Individu dapat mempelajari perilaku koruptif dengan mengamati dan meniru model atau contoh koruptor. Oleh karena itu, peran tokoh-tokoh berpengaruh dan tokoh masyarakat dalam menerapkan contoh yang baik sangatlah penting.  

6. Pemberdayaan Sosial

Penguatan sosial melibatkan reaksi atau respons sosial terhadap perilaku. Masyarakat dan lingkungan sekitar dapat berperan positif maupun negatif dalam memperkuat perilaku korupsi.

7. Perubahan Norma Sosial

Pengkondisian perilaku juga dapat terjadi melalui perubahan norma-norma sosial. Jika masyarakat secara kolektif berubah pikiran mengenai korupsi dan menganggapnya tidak dapat diterima, individu mungkin akan lebih cenderung menghindari perilaku tersebut.  

Penting untuk diingat bahwa pendekatan ini mempunyai keterbatasan dalam hal korupsi. Korupsi seringkali melibatkan faktor-faktor kompleks seperti budaya organisasi, kesenjangan, dan faktor politik. Oleh karena itu, penanganan dan pencegahan korupsi memerlukan pendekatan yang holistik dan mencakup berbagai aspek seperti regulasi hukum, transparansi, edukasi, dan penguatan kelembagaan.

Bagaimana Cara Menerapkan Behavioral Conditioning pada Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia?

Penerapan pengkondisian perilaku (behavioral conditioning) terhadap fenomena kejahatan korupsi di Indonesia memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Berikut cara menerapkan pengkondisian perilaku untuk meminimalisir tindak pidana korupsi:  

1. Pendidikan dan Kesadaran

- Mengembangkan program pendidikan yang menyampaikan dampak negatif korupsi terhadap pembangunan dan masyarakat. 

- Melibatkan sekolah, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan untuk memasukkan kurikulum yang menekankan nilai-nilai etika dan integritas.  

2. Pelatihan Etika dan Integritas

- Menyelenggarakan pelatihan etika dan integritas bagi pejabat pemerintah, pegawai negeri, dan perwakilan sektor swasta.

 - Memasukkan modul pelatihan etika dalam program personalia.

3. Penguatan Positif dan Negatif

- Menerapkan sistem penghargaan bagi individu atau organisasi yang menunjukkan kejujuran dan transparansi. 

- Menetapkan sanksi atau konsekuensi yang tegas terhadap pelanggaran etika dan korupsi.

 4. Penggunaan Teknologi

- Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi dan pengelolaan keuangan.

 - Menggunakan sistem pelaporan online yang aman dan anonim untuk melaporkan dugaan praktik korupsi.  

5. Modeling dan Contoh Positif

- Memberikan contoh positif dalam kampanye yang melibatkan individu atau organisasi yang berhasil memerangi korupsi. 

- Menyoroti kisah sukses mereka yang memilih jalan kejujuran.

6. Reinforcement Schedule (Jadwal Persetujuan)

- Menggunakan penguatan positif dan negatif secara konsisten untuk membentuk perilaku yang diinginkan. 

- Menjamin kelangsungan akibat perbuatan korupsi.

7. Pemberdayaan masyarakat

- Mengajak masyarakat berperan aktif dalam pengawasan dan pengendalian ketertiban umum.

- Memberikan informasi dan keterampilan kepada masyarakat untuk mengidentifikasi dan melaporkan potensi praktik korupsi.

 8. Kerjasama Antarlembaga

- Mendorong kerja sama yang erat antara lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum, dan sektor swasta dalam memerangi korupsi. 

- Koordinasi pelaksanaan program antikorupsi harus diperkuat.

9.  Hukuman berat dan perlindungan hukum

- Memastikan proses pengadilan yang adil dan terbuka bagi orang-orang yang terlibat dalam korupsi. 

- Penerapan sanksi yang sesuai dan adanya sinyal kuat bahwa pelaku korupsi tidak menjadi prioritas.

10. Pengukuran Kinerja Berbasis Integritas

- Memasukkan parameter etika dan integritas dalam evaluasi kinerja pegawai dan pejabat pemerintah.

- Memberikan insentif atau sanksi sesuai tingkat ketaatan terhadap nilai-nilai etika.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun