"Dinda! Kamu ngapain?" tanya saya, benar-benar terkejut. Saya merasa sangat khawatir karena ia sedang hamil. Bayangkan saja, tubuhnya yang semakin membesar harus memanjat jendela yang tidak terlalu tinggi, tapi cukup berisiko. Dinda tampak kesal dan agak kecewa. "Ya gimana lagi? Kamu gak jawab, pintu dikunci, aku udah gak sabar!" ujarnya dengan nada kesal. Kekesalannya bukan hanya kepada saya yang tertidur lelap, tetapi juga kepada saudara-saudara lain yang belum memberikan kepastian apakah mereka akan ikut acara bakar-bakaran atau tidak.
Saya langsung merasa bersalah dan cemas, tapi Dinda yang selalu penuh semangat tidak terlalu mempedulikan hal itu. "Udah, kita bakar-bakaran berdua aja! Yang penting ada acara!" katanya tegas. Saya tahu betul betapa pentingnya momen tahun baru bagi Dinda. Ia ingin merayakannya dengan cara yang spesial meski keadaan sedang tidak sempurna. Dalam keadaan sedikit panik karena ketegangan dan kelelahan, saya tak bisa menolak ajakannya. Kami pun bergegas menyiapkan segala sesuatunya meskipun waktu sudah semakin malam. Kami memutuskan untuk pergi membeli bahan-bahan makanan dan minuman di toko yang masih buka.
Untungnya, ada sebuah minimarket kecil yang masih buka hingga malam. Kami membeli berbagai bahan makanan beku seperti sosis, nugget, dan ayam yang tinggal dipanggang. Meski acara bakar-bakaran kali ini sangat mendadak, saya bisa merasakan semangat Dinda yang menular. Kami pulang dengan langkah cepat, membawa semua bahan yang diperlukan. Di halaman belakang rumah, kami menyalakan panggangan kecil dan mulai memanggang makanan. Dinda yang masih tampak kelelahan tapi bersemangat tetap menghibur saya dengan cerita-cerita lucu. Walau hanya berdua, kami menikmati momen itu dengan penuh tawa dan kebahagiaan.
"Kadang, gak perlu ramai-ramai ya buat bahagia" kata Dinda sambil tersenyum. Saya mengangguk setuju.Â
Setelah acara bakar-bakar kami selesai, kami pun kembali ke dalam rumah dan bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Acara karaoke keluarga pun dimulai. Kami menyanyikan lagu-lagu favorit, bercanda gurau, dan merayakan detik-detik terakhir di tahun lama. Tawa kami mengisi ruangan yang hangat, dan seketika perasaan lelah dan cemas yang sempat ada pun hilang. Tepat pada pukul 12 malam, saudara-saudara lain yang datang sempat pulang lebih dulu untuk mengambil petasan besar. Kami pun menyaksikan kembang api dan petasan yang meriah di luar rumah, disertai dengan ucapan selamat tahun baru.
Malam itu akhirnya berakhir dengan sukacita dan kebahagiaan yang melimpah. Bakar-bakaran yang semula hanya direncanakan sebagai acara kecil yang sederhana, berawal dengan hanya saya dan Dinda, akhirnya berubah menjadi kenangan indah yang tak terlupakan. Meski sempat ada kebingungan dan ketidakpastian terutama soal siapa saja yang akan datang atau tidak semua itu justru menambah nilai sentimental pada malam tersebut. Kami semua merayakan pergantian tahun dengan tawa, cerita, dan kebersamaan yang terasa begitu berarti. Tanpa disadari, momen sederhana itu malah menjadi sangat istimewa. Kami merasakan kehangatan bukan hanya dari api yang menyala di panggangan, tetapi juga dari hati-hati yang terhubung, saling mendukung, dan berbagi kebahagiaan.
Begitu banyak hal tak terduga yang terjadi malam itu. Kejadian-kejadian kecil yang semula tampak sepele, seperti saya yang tertidur terlalu lama atau Dinda yang nekat memanjat jendela, malah mempererat hubungan kami. Meskipun ada momen-momen kekesalan dan kelelahan, semuanya akhirnya membawa kami pada satu kesimpulan: malam itu bukan hanya tentang pesta, makan enak, atau kembang api yang meledak di langit. Tahun baru kali ini mengajarkan kami untuk menghargai setiap detik yang kami habiskan bersama. Tahun baru bukan hanya soal resolusi atau perayaan besar, tetapi tentang cinta, kebersamaan, dan menyadari betapa berharganya setiap momen yang ada, sekecil apapun itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H